1. Definisi
Suatu
komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi lebih atau sama
dengan 160/110 mmHg disertai proteinuria pada umur kehamilan 20 minggu atau
lebih.
2. Gejala
klinis
Bila
didapatkan hipertensi dalam kehamilandengan satu atau lebih gejala dibawah ini:
a. Tekanan
darah sistolik lebih atau sama dengan 160 mmHg dan diastolik lebih atau sama
dengan 110 mmHg. Tekanan darah ini tidak turun walaupun ibu hamil sudah dirawat
dan menjalani tirah baring.
b.
Proteinuria
lebih dari 5 gram dalam 24 jam atau kualitatif +4.
c.
Oligouria,
jumlah produksi urine kurang dari 500 cc dalam 24 jam yang disertai kenaikan
kadar kreatinin darah
d. Adanya
keluhan subjektif :
-
Gangguan visus : mata
berkunang-kunang
-
Gangguan serebral :
kepala pusing
-
Nyeri epigastrium pada
kuadran kanan atas abdomen
-
Hiperrefleks
-
Adanya sindroma HELLP
(hemolysis, elevatedliver enzyme, low platelet count)
-
Sianosis.
e. PJT
(pertumbuhan janin terganggu)
3. Diagnosis
-
Umur kehamilan 20
minggu atau lebih
-
Didapatkan satu atau lebih
gejala-gejala preeklamsia berat.
4. Diagnosis
banding
-
Hipertensi kronik dalam
kehamilan
-
Kehamilan dengan
sindroma nefrotik
-
Kehamilan dengan payah
jantung.
5. Penatalaksanaan
A. Perawatan
konservatif
1. Bila
umur kehamilan kurang dari 37 minggu tanpa adanya keluhan subjektif dengan
keadaan janin baik.
2.
Pengobatan
dilakukan di kamar bersalin (selama 24 jam).
a. Tirah
baring
b. Infus
ringer laktat yang mengandung 5% dekstrose, 60-125 cc/jam.
c. Pemberian
MgSO4
-
Dosis awal MgSO4 40% 10
gr im, dilanjutkan dengan MgSO4 40% 5 gr im tiap 6 jam s/d 24 jam.
-
Dosis pemeliharaan :
MgSO4 40% 5 gr tiap 6 jam sampai 24 jam
-
Ingat harus selalu
tersedia Ca glukonas 10% sebagai antidotum.
d. Diberikan
antihipertensi, yang digunakan adalah :
-
Bila sistolik lebih
atau sama dengan 180 mmHg atau diastolik lebih atau sama dengan 110 mmHg
digunakan injeksi satu ampul Clonidine yang dilarutkan dengan 10 cc larutan.
Mula-mula disuntikkan 5 cc perlahan-lahan selama 5 menit, 5 menit kemudian
tekanan darah diukur, bila belum ada penurunan maka diberikan lagi 5 cc iv
dalam 5 menit sampai tekanan darah diastolic normal, dilanjutkan dengan
nifedipine 3x10 mg.
-
Bila tekanan darah
sistolik kurang dari 180 mmHg dan diastolik kurang dari 110 mmHg antihipertensi
yang diberikan adalah nifedipine 3x10 mg.
e. Dilakukan
pemeriksaan laboratorium tertentu (fungsi hati dan ginjal) dan jumlah produksi
urine 24 jam.
f. Konsultasi
dengan bagian penyakit dalam, bagian mata, bagian jantung dan bagian lain
sesuai dengan indikasi.
3.
Pengobatan
dan evaluasi selama rawat tinggal di ruang bersalin (selama 24 jam diruang
bersalin).
a. Tirah
baring
b. Medikamentosa
c. Pemeriksaan
laboratorium :
- Darah
lengkap dan hapusan darah tepi.
- Hemosistein
- Fungsi
ginjal dan hati
- Urine
lengkap
- Produksi
urine 24 jam, penimbangan BB setiap hari dan indeks gestosis
d. Diet
biasa
e. Dilakukan
penilaian kesejahteraan janin (USG/NST/Doppler USG)
4.
Perawatan
konservatif dianggap gagal apabila :
a. Adanya
tanda-tanda impending eklamsia (keluhan subjektif)
b. Kenaikan
progresif dari tekanan darah
c. Adanya
sindroma HELLP
d. Adanya
kelainan fungsi ginjal
e. Penilaian
kesejahteraan janin jelek
5. Penderita
boleh pulan apabila :
Penderita sudah
mencapai perbaikan dengan tanda-tanda preeklamsia ringan, perawatan dilanjutkan
sekurang-kurangnya selama 3 hari lagi
6. Bila
keadaan penderita tetap, dilakukan pematangan paru dilanjutkan dengan
terminasi.
B. Perawatan
aktif
1. Indikasi
:
a. Hasil
penilaian kesejahteraan janin jelek
b. Adanya
keluhan subjektif
c. Adanya
syndrome HELLP
d. Kehamilan
aterm
e. Apabila
perawatan konservatif gagal
f. Dalam
24 jamsetelah pengobatan konservatif di kamar bersalin tekanan darah tetap
lebih atau sama dengan 160/110 mmHg.
2. Pengobatan
medicinal :
a. Segera
rawat inap
b. Tirah
baring miring ke satu sisi
c. Infuse
RL yang mengandung D5% dengan 60-125 cc/jam
d. Pemberian anti kejang MgSO4, dosis awal MgSO4 20 %, 4 gr
(iv) dan MgSO4 40% 10 gr (im), dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan, MgSO4 40%
5 gr (im) setiap 6 jam s/d 24 jam pasca persalinan.
e. Pemberian
antihipertensi berupa Clonidine iv dilanjutkan dengan nifedipine 3x10 mg atau
metildopa 3x250 mg, dapat dipertimbangkan bila:
-
Sistolik lebih atau
sama dengan 180 mmHg
-
Diastolic lebih atau
sama dengan 110 mmHg
3. Pengobatan
obstetric
a. Sedapat
mungkin sebelum perawatan aktif, pada setiap penderita dilakukan pemeriksaan
kesejahteraan janin
b. Tindakan
SC dikerjakan bila :
-
Hasil kesejahteraan
janin jelek
-
Penderita belum inpartu
dengan PS jelek
-
Kegagalan drip
oksitosin
c. Induksi
dengan drip oksitosin dikerjakan bila NST baik dan PS baik
d. Pada
preeklamsia berat persalinan harus terjadi dalam 24 jam
LAPORAN PENDAHULUAN
EKSTRAKSI FORCEPS
1.
Definisi
Ekstraksi forsep
adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan dengan suatu tarikan
cunam yang dipasang pada kepalanya. (Hanifa W,1991: 88). Cunam atau forceps
adalah suatu alat obstetrik terbuat dari logam yang digunakan untuk melahirkan
anak dengan tarikan kepala.
Ekstraksi cunam adalah
tindakan obstetrik yang bertujuan untuk
mempercepat kala pengeluaran dengan jalan menarik bagian bawah janin
( kepala ) dengan alat cunam.
mempercepat kala pengeluaran dengan jalan menarik bagian bawah janin
( kepala ) dengan alat cunam.
2. Tujuan
Persalinan dengan ekstraksi forceps
bertujuan:
1. Traksi yaitu menarik anak yang tidak dapat lahir spontan
2. Koreksi yaitu merubah letak
kepala dimana ubun-ubun
kecil dikiri atau dikanan depan atau sekali-kali UUK melintang kiri
dan kanan atau UUK kiri/kanan belakang menjadi UUK depan ( dibawah
symphisis pubis)
kecil dikiri atau dikanan depan atau sekali-kali UUK melintang kiri
dan kanan atau UUK kiri/kanan belakang menjadi UUK depan ( dibawah
symphisis pubis)
3. Kompresor yaitu untuk menambah moulage kepala
3.
Jenis Tindakan Forsep
Berdasarkan pada jauhnya turun kepala, dapat dibedakan beberapa
macam tindakan ekstraksi forceps, antara lain:
Berdasarkan pada jauhnya turun kepala, dapat dibedakan beberapa
macam tindakan ekstraksi forceps, antara lain:
1. Forsep
rendah
Dilakukan setelah
kepala bayi mencapai H IV, kepala bayi mendorong perineum,
forsep dilakukan ringan disebut outlet forceps.
forsep dilakukan ringan disebut outlet forceps.
2. Forsep tengah
Pada kedudukan kepala
antara H II atau H III, salah satu bentuk tengah forceps adalah forceps percobaan untuk membuktikan disproporsi
panggul
dan kepala. Bila aplikasi dan tarikan forceps berat membuktikan
terdapat disproporsi kepala panggul . Forceps percobaan dapat diganti
dengan ekstraksi vaccum.
dan kepala. Bila aplikasi dan tarikan forceps berat membuktikan
terdapat disproporsi kepala panggul . Forceps percobaan dapat diganti
dengan ekstraksi vaccum.
3. Forceps tinggi
Dilakukan pada
kedudukan kepala diantara H I atau H II, forceps
tinggi sudah diganti dengan seksio cesaria.( Manuaba,1998: 348)
tinggi sudah diganti dengan seksio cesaria.( Manuaba,1998: 348)
4.
Indikasi
Indikasi pertolongan ekstraksi
forceps adalah :
1.Indikasi ibu

setinggi 3 jari dibawah pusat, sedang kepala sudah turun sampai H III- H IV.

partus sudah berlangsung lama.



ketuban sudah pecah atau 2 jam mengedan janin belum lahir juga

decompensasi kordis , ibu dengan anemia berat (Hb 6 gr % atau kurang), pre eklamsi berat, ibu dengan asma broncial.


2. Indikasi janin

Tanda-tanda gawat janin antara lain :
Cortonen menjadi cepat takhikardi 160 kali per menit dan
tidak teratur, DJJ menjadi lambat bradhikardi 160 kali per menit dan
tidak teratur, adanya mekonium (pada janin letak kepala).Prolapsus funikulli, walaupun keadaan anak masih baik
tidak teratur, DJJ menjadi lambat bradhikardi 160 kali per menit dan
tidak teratur, adanya mekonium (pada janin letak kepala).Prolapsus funikulli, walaupun keadaan anak masih baik
5. Syarat
Syarat-syarat untuk dapat melakukan ekstraksi
forceps antara lain:
1.
Pembukaan lengkap
2.
Selaput ketuban telah pecah atau dipecahkan
3. Presentasi kepala dan
ukuran kepala cukup cunam
4. Tidak ada kesempitan panggul
5. Anak hidup termasuk keadaan gawat janin
6. Penurunan H III atau H III- H IV ( puskesmas H IV atau dasar
panggul)
7.
Kontraksi baik
8. Ibu
tidak gelisah atau kooperatif
6. Kontra Indikasi
Kontra indikasi dari ekstraksi forceps
meliputi :
1. Janin sudah lama mati sehingga sudah tidak
bulat dan keras lagi sehingga kepala sulit dipegang oleh forceps
2.
Anencephalus
3.
Adanya disproporsi cepalo
pelvik
4.
Kepala masih tinggi
5.
Pembukaan belum lengkap
6.
Pasien bekas operasi vesiko
vagina fistel
7.
Jika lingkaran kontraksi
patologi bandl sudah setinggi pusat atau lebih
7.
Komplikasi
Komplikasi atau penyulit ekstraksi forceps adalah sebagai berikut :
1. Komplikasi langsung akibat aplikasi forceps dibagi menjadi
Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu dapat berupa:
ü Perdarahan
yang dapat disebabkan karena atonia uteri, retensio plasenta serta
trauma jalan lahir yang meliputi ruptura uteri, ruptura cervix,
robekan forniks, kolpoforeksis, robekan vagina, hematoma luas,
robekan perineum.
yang dapat disebabkan karena atonia uteri, retensio plasenta serta
trauma jalan lahir yang meliputi ruptura uteri, ruptura cervix,
robekan forniks, kolpoforeksis, robekan vagina, hematoma luas,
robekan perineum.
ü Infeksi yang terjadi karena sudah terdapat
sebelumnya, aplikasi alat
menimbulkan infeksi, plasenta rest atau membran bersifat asing yang
dapat memudahkan infeksi dan menyebabkan subinvolusi uteri serta
saat melakukan pemeriksaan dalam
menimbulkan infeksi, plasenta rest atau membran bersifat asing yang
dapat memudahkan infeksi dan menyebabkan subinvolusi uteri serta
saat melakukan pemeriksaan dalam
Komplikasi segera pada bayi
ü Asfiksia
karena terlalu lama di dasar panggul sehingga terjadi rangsangan
pernafasan menyebabkan aspirasi lendir dan air ketuban. Dan jepitan
langsung forceps yang menimbulkan perdarahan intra kranial, edema
intra kranial, kerusakan pusat vital di medula oblongata atau trauma
langsung jaringan otak.
karena terlalu lama di dasar panggul sehingga terjadi rangsangan
pernafasan menyebabkan aspirasi lendir dan air ketuban. Dan jepitan
langsung forceps yang menimbulkan perdarahan intra kranial, edema
intra kranial, kerusakan pusat vital di medula oblongata atau trauma
langsung jaringan otak.
ü Infeksi oleh karena infeksi
pada ibu menjalar ke bayi
ü Trauma langsung forceps
yaitu fraktura tulang kepala dislokasi sutura tulang
kepala, kerusakan pusat vital di medula oblongata, trauma langsung
pada mata, telinga dan hidung, trauma langsung pada persendian tulang
leher, gangguan fleksus brachialis, kerusakan saraf trigeminus dan fasialis serta hematoma pada daerah tertekan.
kepala, kerusakan pusat vital di medula oblongata, trauma langsung
pada mata, telinga dan hidung, trauma langsung pada persendian tulang
leher, gangguan fleksus brachialis, kerusakan saraf trigeminus dan fasialis serta hematoma pada daerah tertekan.
2. Komplikasi kemudian atau terlambat
Komplikasi pada ibu
ü Perdarahan
yang disebabkan oleh plasenta rest, atonia uteri sekunder serta
jahitan robekan jalan lahir yang terlepas.
yang disebabkan oleh plasenta rest, atonia uteri sekunder serta
jahitan robekan jalan lahir yang terlepas.
ü Infeksi
ü Penyebaran infeksi makin luas
ü Trauma jalan lahir yaitu
terjadinya fistula vesiko vaginal,
terjadinya fistula rekto vaginal dan terjadinya fistula utero
vaginal.
terjadinya fistula rekto vaginal dan terjadinya fistula utero
vaginal.
Komplikasi terlambat pada bayi dalam bentuk:
ü Trauma ekstraksi forsep dapat menyebabkan cacat karena aplikasi
forsep
ü Infeksi yang berkembang menjadi sepsis yang dapat menyebabkan
kematian serta encefalitis sampai meningitis.
ü Gangguan susunan saraf pusat
ü Trauma langsung pada saraf pusat dapat menimbulkan gangguan
intelektual.
ü Gangguan pendengaran dan keseimbangan.
8. Perawatan Setelah
Ekstraksi Forceps
Pada prinsipnya tidak
berbeda dengan perawatan post partum biasa, hanya
memerlukan perhatian dan observasi yang lebih ketat, karena kemungkinan terjadi trias komplikasi lebih besar yaitu perdarahan robekan jalan lahir dan infeksi.Oleh karena itu perawatan setelah ekstraksi forceps memerlukan profilaksis pemberian infus sampai
tercapai keadaan stabil, pemberian uterotonika sehingga kontraksi
rahim menjadi kuat dan pemberian anti biotika untuk menghindari
infeksi. Yang cukup penting diperhatikan adalah kemungkinan terjadi “fistel” sehingga memerlukan pemasangan dauer kateter selama tiga sampai lima hari. Fistel vesiko-vaginal, rekto-vaginal atau uterovaginal merupakan komplikasi yang serius dan memerlukan tindakan operasi yang sulit. Persiapan setelah tindakan forceps antara lain :
memerlukan perhatian dan observasi yang lebih ketat, karena kemungkinan terjadi trias komplikasi lebih besar yaitu perdarahan robekan jalan lahir dan infeksi.Oleh karena itu perawatan setelah ekstraksi forceps memerlukan profilaksis pemberian infus sampai
tercapai keadaan stabil, pemberian uterotonika sehingga kontraksi
rahim menjadi kuat dan pemberian anti biotika untuk menghindari
infeksi. Yang cukup penting diperhatikan adalah kemungkinan terjadi “fistel” sehingga memerlukan pemasangan dauer kateter selama tiga sampai lima hari. Fistel vesiko-vaginal, rekto-vaginal atau uterovaginal merupakan komplikasi yang serius dan memerlukan tindakan operasi yang sulit. Persiapan setelah tindakan forceps antara lain :
·
Kamar
isolasi : untuk observasi atau pengawasan intensif
·
Mobilisasi : mobilisasi boleh
bersama kateter, dauer kateter dibuka setelah 3 hari
·
Pengawasan postpartum
sebagaimana lazimnya
Persiapan dilakukan
untuk memperkecil komplikasi yang bisa terjadi antara ibu dan bayi.(Manuaba,
1998: 253)
LANDASAN
ASKEB VARNEY
I.
Pengumpulan Data
a. Data
Subyektif
·
Biodata: biasanya terjadi
pada perempuan yg masih mampu untuk melahirkan.
·
Alasan datang dan keluhan
utama: pasien datang dengan keluhan tidak kuat mengedan, dan mempunyai suatu
riwayat penyakit, tinggi badan kurang dari 150 cm.
·
Riwayat
menstruasi: sesuai dengan usia menarche biasanya.
·
Riwayat
perkawinan: biasanya pada usia pernikahan suami dan istri biasanya.
·
Riwayat kehamilan, persalinan
dan nifas terdahulu: ibu belum pernah melahirkan dan ini merupakan kehamilan
yang pertama.
·
Riwayat KB: ibu yang tidak
mengalami gangguan penggunaan KB
·
Riwayat Laktasi: ibu yang
tidak pernah meyusui
·
Riwayat gynekologi: ibu yang
tidak pernah mengalami riwayat gynekologi
·
Riwayat penyakit ibu dan
keluarga: adakah keturunan dari keluarga dengan penyakit seprti jantung,asma
·
Riwayat
Bio-Psiko-Sosial-Spiritual:
-
Biologis: jenis makanan yang
sering dikonsumsi ibu sehari-hari
Pola aktifitas: apa aktifitas pasien, apakah ada gangguan dengan
aktifitasnya sejak menderita penyakit jantung atau asma
-
Psiko: apakah ibu sering
mengalami stress atau tidak
B. Data Obyektif
·
Pemeriksaan umum: Keadaan
Umum (Tekanan Darah,Nadi, Suhu,Respirasi
dan Berat Badan).
·
Pemeriksaan fisik :
-
Kepala dan leher: -
-
Dada dan Axila: -
-
Abdomen, Genetalia dan Anus, dan Extremitas:-
II.
Interpretasi Data Dasar
Dalam langkah ini, data subjektif dan data objektif yang sudah di
kaji kemudian dianalisa menggunakan teori-teori fisiologis dan teori-teori
patologis. Hasil analisis dan
interpretasi data menghasilkan rumusan diagnosis dari keadaan pasien
Contoh:
·
diangnosis:
G1Poooo uk…letkep U puka/puki JTHIU kala II lama dengan inersia uteri primer

·
Masalah: apa yang dirasakan
ibu terhadap keadaannya saat ini, seperti cemas, takut, gelisah, dan lainnya.
Rasionalisasi: contohàibu
mengatakan cemas dengan keadaannya saat ini.
·
Kebutuhan: contoh à
dukungan spiritual
III.
Merumuskan Diagnosa/Masalah
Potensial
Pada bagian ini ditentukan apa diagnose
potensial yang terjadi dan biasanya diagnose potensial yang terjadi adalah
ekslampsi
IV.
Merumuskan Kebutuhan Akan
Tindakan Segera, Tindakan Kolaborasi dan Rujukan
Kebutuhan
akan tindakan segera untuk mengantisipasi ancaman yang fatal, sehingga nyawa
ibu dan janin dapat terselamatkan. Tindakan segera bisa merupakan intervensi
langsung oleh bidan bisa juga merupakan hasil kolaborasi dengan profesi lain.
Biasanya
kebutuhan tindakan segera yang diperlukan untuk menangani persalinan dengan
forcep
V.
Menyusun Rencana Asuhan Yang
Menyeluruh
Dalam
menyusun rencana asuhan yang menyeluruh mengacu kepada diagnosa, masalah asuhan
serta kebutuhan yang telah sesuai dengan kondisi klien saat di beri asuhan.
Adapun rencana asuhan yang biasa pada persalinan forcep adalah:
·
Jelaskan hasil pemeriksaan
·
Berikan konseling pada ibu
agar ibu tidak terlalu cemas dengan keadaanya
·
Berikan KIE tentang
kemungkinan tindakan yang akan dilakukan
·
Anjurkan ibu untuk istirahat
yang cukup apabila sudah tidak kuat mengedan
·
Lakukan rujukan pada dokter
untuk pemeriksaan lebih lanjut
VI. Pelaksanaan
Asuhan Sesuai Dengan Perencanaan Secara Efisien
Disesuaikan
dengan rencana asuhan
VII. Evaluasi
Pada
langkah terakhir ini melakukan evaluasi terhadap keefektifan dari asuhan yang
sudah diberikan. Hal ini menyangkut apakah kebutuhan klien telah terpenuhi,
masalah yang ada terpecahkan, masalah potensial dihindari, klien dan keluarga
mengetahui kondisi kesehatannya dan klien mengetahui apa yang harus di lakukan
dalam rangka menjaga kesehatannya.
REFERENSI
Prawirohardjo,Sarwono.2006.Ilmu
Kebidanan.Jakarta:EGC
Manuaba,IB.1998.Ilmu
Kebidanan,Penyakit Kandungan dan KB untuk Pendidikan Bidan.Jakarta: EGC
No comments:
Post a Comment