Wednesday, June 24, 2015

POST PARTUM PSIKOSA


Pengertian

Post Partum Psikosa adalah depresi yang terjadi pada minggu pertama dalam 6 minggu setelah melahirkan. Post partum psikosa sangat jarang terjadi, kejadiannya hanya berkisar 1 atau 2 kasus dalam setiap 1000 kelahiran.

Penyebab

Disebabkan karena wanita menderita bipolar disorder atau masalah psikiatrik lainnya yang disebut schizoaffektif disorder. Wanita tersebut mempunyai resiko tinggi untuk terkena post partum psikosa.

Gejala

Gejala yang sering terjadi adalah:
  • delusi
  • halusinasi
  • gangguan saat tidur
  • obsesi mengenai bayi

Gambaran Klinik, Pencegahan dan Penatalaksanaan

Pada wanita yang menderita penyakit ini dapat terkena perubahan mood secara drastis, dari depresi ke kegusaran dan berganti menjadi euforia dalam waktu singkat. Penderita kehilangan semangat dan kenyamanan dalam beraktifitas, sering menjauhkan diri dari teman atau keluarga, sering mengeluh sakit kepala dan nyeri dada, jantung berdebar-berdebar serta nafas terasa cepat.

Untuk mengurangi jumlah penderita ini sebagai anggota keluarga hendaknya harus lebih memperhatikan kondisi dan keadaan ibu serta memberikan dukungan psikis agar tidak merasa kehilangan perhatian.


Saran kepada penderita :
  1. Beristirahat cukup. Tidurlah selama bayi tidur.
  2. Mengkonsumsi makanan dengan gizi yang seimbang.
  3. Bergabung dengan orang-orang yang baru
  4. Bersikap fleksible
  5. Berbagi cerita dengan orang terdekat, sarankan untuk berkonsultasi dengan tenaga medis
  6. Hentikan membebani diri sendiri untuk melakukan semuanya sendiri. Kerjakan apa yang dapat dilakukan dan berhenti saat merasa lelah. Biarkan pekerjaan yang tersisa dilakukan kemudian
  7. Mintalah bantuan untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan pemberian makan pada waktu malam hari. Mintalah pada suami untuk mengangkat bayi untuk disusui saat malam hari sehingga ibu dapat menyusui di tempat tidur tanpa harus banyak bergerak. Bila memungkinkan, carilah tenaga bantuan dari teman, keluarga atau tenaga professional untuk membantu selama diperlukan.
  8. Bicarakan dengan suami, keluarga, teman, mengenai perasaan yang dimiliki.
  9. Jangan sendirian dalam jangkan waktu lama. Berdandan dan keluarlah dari rumah. Pergilah ke suatu tempat atau berjalan kakilah keluar untuk merubah suasana hati. 
  10. Bicaralah dengan Ibunda agar dapat saling bertukar pengalaman.
  11. Bicaralah dengan ibu-ibu lain agar dapat sharing pengalaman.
  12. Ikuti grup suport untuk perempuan dengan depresi. 
  13. Jangan membuat perubahan hidup yang sangat drastis selama kehamilan,(tambahan: seperti pindah pekerjaan, pindah rumah, ganti pasangan hidup, kembali ke sekolah).

Penyakit Cacar (Herpes)


Pengertian

Penyakit Cacar atau yang disebut sebagai 'Herpes' oleh kalangan medis adalah penyakit radang kulit yang ditandai dengan pembentukan gelembung-gelembung berisi air secara berkelompok.

Penyakit Cacar atau Herpes ini ada 2 macam golongan, Herpes Genetalis dan Herpes Zoster.
Herpes Genetalis adalah infeksi atau peradangan (gelembung lecet) pada kulit terutama dibagian kelamin (vagina, penis, termasuk dipintu dubur/anus serta pantat dan pangkal paha/selangkangan) yang disebabkan virus herpes simplex (VHS), Sedangkan Herpes Zoster atau dengan nama lain 'shingles' adalah infeksi kulit yang disebabkan oleh virus varicella-zoster yang menimbulkan gelembung cairan hampir pada bagian seluruh tubuh.Herpes zoster juga dikatakan penyakit infeksi pada kulit yang merupakan lanjutan dari pada chickenpox (cacar air) karena virus yang menyerang adalah sama, Hanya terdapat perbedaan dengan cacar air. Herpes zoster memiliki ciri cacar gelembung yang lebih besar dan berkelompok pada bagian tertentu di badan, bisa di bagian punggung, dahi atau dada.


Ada dua jenis virus HSV :
  1. HSV tipe 1, menyebabkan demam seperti pilek dengan menimbulkan luka di bibir semacam sariawan. HSV jenis ini ditularkan melalui ciuman mulut atau bertukar alat makan seperti sendok – garpu (misalnya suap-suapan dengan teman). Virus tipe 1 ini juga bis amenimbulkan luka di sekitar alat kemaluan.
  2. HSV tipe 2; dapat menyebabkan luka di daerah alat vital sehingga suka disebut genital herpes, yag muncul luka-luka di seputar penis atau vagina. HSV 2 ini juga bisa menginfeksi bayi yang baru lahir jika dia dilahirkan secara normal dari ibu penderita herpes. HSV-2 ini umumnya ditularkan melalui hubungan seksual. Virus ini juga sesekali muncul di mulut. Dalam kasus yang langka, HSV dapat menimbulkan infeksi di bagian tubuh lainnya seperti di mata dan otak.

Tanda dan Gejala Penyakit Herpes

Gejala yang paling umum adalah bentol berisi cairan yang terasa perih dan panas. Hal ini akan berlangsung beberap ahari. Bagi sebagian orang bintil kecil ini kemudian meluas tak hanya di wajah namun bisa di sekujur tubuh. Bisa juga tampak seperti jerawat. Sebagian lagi ada yang tidak mengalami hal ini namun merasa sakit saat berkemih dan pada wanita timbul keputihan. Rasa sakit dan panas di sekujur tubuh yang membuat tidak nyaman ini bisa berlangsung beberapa hari disertai sakit saat menelan, karena mungkin saja kelenjar getah bening sudah ikut terganggu. Gejala ini datang dan pergi untuk beberapa waktu. Mungkin saja setelah sembuh, gejala ini hilang sementara waktu sampai setahun lamanya. Namun akan tiba-tiba saja muncul dalam beberapa minggu. Kadangkala terasa gatal yang tak jelas di sebelah mana, kulit terasa terbakar di bagian tubuh tertentu disertai nyeri di daerah selangkangan atau sampai menjalar ke kaki bagian bawah. Gejala herpes dapat melukai daerah : penis, buah zakar, anus, paha, pantat, vagina, saluran kandung kemih


Cara Penularan Penyakit Herpes

Secara umum, seluruh jenis penyakit herpes dapat menular melalui kontak langsung. Namun pada herpes zoster, seperti yang terjadi pada penyakit cacar (chickenpox), proses penularan bisa melalui bersin, batuk, pakaian yang tercemar dan sentuhan ke atas gelembung/lepuh yang pecah. Pada penyakit Herpes Genitalis (genetalia), penularan terjadi melalui prilaku sex. Sehingga penyakit Herpes genetalis ini kadang diderita dibagian mulut akibat oral sex. Gejalanya akan timbul dalam masa 7-21 hari setelah seseorang mengalami kontak (terserang) virus varicella-zoster. 
Seseorang yang pernah mengalami cacar air dan kemudian sembuh, sebenarnya virus tidak 100% hilang dari dalam tubuhnya, melainkan bersembunyi di dalam sel ganglion dorsalis sistem saraf sensoris penderita. Ketika daya tahan tubuh (Immun) melemah, virus akan kembali menyerang dalam bentuk Herpes zoster dimana gejala yang ditimbulkan sama dengan penyakit cacar air (chickenpox). Bagi seseorang yang belum pernah mengalami cacar air, apabila terserang virus varicella-zoster maka tidak langsung mengalami penyakit herpes zoster akan tetapi mengalami cacar air terlebih dahulu.


Pencegahan

Untuk menghindari Penyakit Menular Seksual, yang paling mudah adalah tidak melakukan hubungan seksual dengan pasangan yang telah terinfeksi PMS. Namun hal ini tentunya tidak mudah dilakukan. Dibawah ini upaya pencegahannya antara lain sebagai berikut:
  1. Selalu menjaga higienis ( kebersihan/kesehatan) organ genetalia (atau alat kelamin pria dan wanita secara teratur.
  2. Setia kepada pasangannya, dengan tidak berganti-ganti pasangan.
  3. Jangan lupa menggunakan kondom, bila pasangan kita sudah terinfeksi PMS
  4. Mintalah jarum suntik baru setiap kali menerima pelayanan medis yang menggunakan jarum suntik.

Test HSV sebagian besar dilakukan hanya untuk mereka yang menderita HSV-2. Dalam kasus langka, test yang dilakukan menggunakan sampel yang berasal dari sumsum tulang belakang, darah, urin atau air mata. Untuk mengetahui apakah luka yang diderita akibat HSV, maka tes yang lain perlu dilakukan. Misalnya dengan cara :
  • Herpes Viral Culture : sel atau cairan dari luka diambil dengan katun bersih dan ditaruh dalam cawan untuk diteliti (kultur jaringan). Cara ini adalah cara yang paling populer ditempuh untuk menemukan jenis virus herpes genital.
  • Herpes virus antigen detection test, sel-sel dari jaringan luka diambil dan kemudian diusapkan pada permukaan mikroskop untuk diteliti. Tes ini menemukan tanda-tanda (yang disebut antigen) pada permukaan sel yang terinfeksi oleh virus herpes. Tes ini dilakukan bersamaan dengan tes kultur jaringan.
  • Polymerase chain reaction (PCR test) dilakukan pada sel atau cairan dari luka atau darah atau cairan lainnya, seperti dari sumsum tulang belakang. PCR ini akan menemukan materi gen (DNA) virus HSV. Tes ini bis mengungkap perbedaan antara HSV-1 dan HSV-2. Untuk melakukan tes ini lebih bagus hasilnya jika diambil dari jaringan sumsum tulang belakang bukan dari cairan luka. Dalam kasus yang langka, herpes ini juga menginfeksi jaringan otak.
  • Tes antibodi ; tes darah dapat menemukan antibodi yang berasal dari sistem kekebalan tubuh untuk menghajar infeksi herpes. Tes antibodi ini mudah dilakukan namun tidak seakurat jika dilakukan tes dengan kultur jaringan atau tes lain di atas. Lagipula dengan tes ini sulit untuk mendeteksi apakah sudah pernah terkena HSV sebelumnya. Sehingga untuk lebih aman tes darah sudah cukup untuk bisa mendeteksi apakah seseorang terkena HSV-1 ataukah HSV-2.


Penanganan dan Pengobatan Penyakit Herpes

Pada penderita penyakit cacar hal yang terpenting adalah menjaga gelembung cairan tidak pecah agar tidak meninggalkan bekas dan menjadi jalan masuk bagi kuman lain (infeksi sekunder), antara lain dengan pemberian bedak yang membantu melicinkan kulit. Penderita apabila tidak tahan dengan kondisi hawa dingin dianjurkan untuk tidak mandi, karena bisa menimbulkan shock.
Obat-obatan yang diberikan pada penderita penyakit cacar ditujukan untuk mengurangi keluhan gejala yang ada seperti nyeri dan demam, misalnya diberikan paracetamol. Pemberian Acyclovir tablet (Desciclovir, famciclovir, valacyclovir, dan penciclovir) sebagai antiviral bertujuan untuk mengurangi demam, nyeri, komplikasi serta melindungi seseorang dari ketidakmampuan daya tahan tubuh melawan virus herpes. Sebaiknya pemberian obat Acyclovir saat timbulnya rasa nyeri atau rasa panas membakar pada kulit, tidak perlu menunggu munculnya gelembung cairan (blisters).
Pada kondisi serius dimana daya tahan tubuh sesorang sangat lemah, penderita penyakit cacar (herpes) sebaiknya mendapatkan pengobatan terapy infus (IV) Acyclovir. Sebagai upaya pencegahan sebaiknya seseorang mendapatkan imunisasi vaksin varisela zoster. Pada anak sehat usia 1 - 12 tahun diberikan satu kali. Imunisasi dapat diberikan satu kali lagi pada masa pubertas untuk memantapkan kekebalan menjadi 60% - 80%. Setelah itu, untuk menyempurnakannya, berikan imunisasi sekali lagi saat dewasa. Kekebalan yang didapat ini bisa bertahan sampai 10 tahun.

PELVICITIS


Pengertian

Pelvisitis atau peradangan pada organ-organ pelvis merupakan suatu istilah umum yang biasanya digunakan untuk menggambarkan keadaan atau kondisi dimana pelvis (uterus, tuba falopii atau ovarium) diserang oleh mikroorganisme patogen. Organisme-organisme ini biasanya bakteri, mereka melakukan multiplikasi dan menghasilkan suatu reaksi peradangan. Penyebarannya dari serviks melalui rongga endometrium ke dalam endosalping atau melalui jalur vena dan saluran getah bening dari ligamentum

Gejala infeksi genital yang dikatakan sebagai penyakit radang pelvis (PID) sering merupakan suatu gabungan yang dihasilkan berbagai derajat peradangan yang melibatkan endometrium dan tuna, walaupun bakteri dapat mencapai uterus, tuba dan ovarium melalui aliran darah, jalur penyebaran yang umum adalah :
  • Migrasi ke atas dari serviks melalui rongga endometrium ke dalam endosalping (jalur umum infeksi gonore).
  • Jalur vena dan saluran getah bening dari ligamentum latum.

Infeksi pelvis dapat dipisahkan ke dalam tiga kategori dasar :
  1. Infeksi yang terjadi setelah kuretase dan postabortus serta infeksi postpartum.
  2. Infeksi postoperatif biasanya berkembang dari organisme-organisme yang terbawa ke dalam tempat operasi dari kulit, vagina atau yang lebih jarang dari traktus gastrointestinalis sewaktu pembedahan.
  3. Infeksi pelvis yang terjadi pada pasien yang tidak hamil tanpa didahului pembukaan bedah rongga abdomen atau endometrium.

Bakteri yang biasanya bertanggung jawab terhadap infeksi pelvis adalah organisme eksogen (diperoleh dari masyarakat atau rumah sakit) atau organisme endoogen (normal ditemukan dalam saluran genital wanita atau saluran usus). Biasanya tidak patogen, namun organisme endogen ini dapat menjadi patogen pada keadaan di mana ketahanan pejamu berubah. Infeksi pelvis akut sering etiologinya polimikrobial, infeksi campuran mikroorganisme aerob dan anaerob.

Resistensi pejamu terhadap infeksi tampaknya menurun setelah abortus, melahirkan, pembedahan, pecah ketuban yang memanjang dan trauma. Faktor-faktor presdiposisi lainnya dari infeksi pelvis meliputi pemakaian AKDR, produk konsepsi yang tertinggal, mentrusasi dan salpingitis gonokokus sebelumnya.

Infeksi anaerob spesimen yang memadai untuk biakan anaerob meliputi darah, cairan kavum douglasi, dan aspirasi abses. Sangat penting bahwa spesimen dikirimkan ke laboratorium bakterologi dalam suatu medium transpor yang telah direduksi sebelumnya arau dalam spuit bertutup bebas udara.

Tanda dan Gejala 

Gejala muncul setelah siklus menstruasi penderita mengeluh nyeri pada perut bagian bawah yang semakin memburuk dan disertai mual muntah. Gejala lain:
  • Keputihan berwarna dan berbau tidak normal
  • Demam lebih dari 370C
  • Spotting
  • Dismenore
  • Dispareunia à nyeri saat berhubungan seksual
  • Postcoital bleeding
  • Nyeri punggung bagian bawah
  • Kelelahan
  • Nafsu makan berkurang
  • Poliuria
  • Disuria

Infeksi bakteroides dicurigai apabila terdapat keadaan-keadaan berikut :
  • Infeksi sistemik yang menyulitkan manipulasi traktur gastrointestinalis atau oragan pelvis wanita.
  • Eksudar berbau busuk yang mengadung basil garam negatif yang tidak berhasil tumbuh dalam biakan aerob rutin.
  • Adanya gas didalam abses.
  • Adanya tromboflebitis septik pelvis dan atau embolis septik.
  • Tidak ada respon terhadap antibiotik bakterisidal yang lazim digunakan.
  • Adanya garam negatif, batang plemorfik yang buruk menyerap warna terutama bila sejumlah mikroorganisme tersebut intrasuler.
Diagnosa

Diagnosa ditegakan berdasarkan gejala dan hasil dari pemeriksaan fisik yang dilakukan pemeriksaan panggul dan perabaan perut. Pemeriksaan lainya dilakukan :
  1. Pemeriksaan darah lengkap
  2. Pemeriksaan cairan dari serviks
  3. Kuldosintesi
  4. Laparaskopi
  5. USG panggul

Penanganan

Pelviksitis tanpa komplikasi bisa diobati dengan antibiotik dan penderita tidak perlu dirawat. Jika terjadi komplikasi/ penyebaran infeksi maka penderita harus dirawat di RS. Jika tidak ada respon terhadap pemberian obat antibiotik, mungkin perlu dilakukan pembedahan. Pasangan penderita juga sebaiknya menjalani pengobatan secara bersamaan dan selama menjalani pengobatan jika melakukan hubungan seksual pasangan penserita sebainya menggunakan kondom.

Terapi antibiotik pinisilin G sering efektif sebagai agen primer dalam pengobatan infeksi yang disebabkan oleh streptococcus, clostridium, neisseria gonorrhoeae dan bakteri anaerob dengan percecualiar bakteriodes.

Uji suseptibilitas harus dilakukan. Pemilihan antibiotik didasarkan pada :
  • Kemungkinan sumber infeksi (didapat dari masyarakat atau dari rumah sakit.
  • Sediaan apus dengan perwarnaan garam.
  • Terapi antibiotik lainya.
  • Penilaian patogen yang paling mungkin dari pengalaman infeksi serupa sebelumnya.
  • Pola resistensi bakteri terakhir dari rumah sakit dan masyarakat.
  • Riwayat pasien terhadap alergi atau atau seksifitas

Contoh regimen kombinasi yang dianjurkan adalah :
  1. Doksisiklin (600 mg, IV, dua kali sehari) dengan sefeksitis (2,0 gr, IV, empat kali sehari) memberikan pengamatan terhadap N. Gonorrhoeae, meliputi PPNG, dan c. Trachomatis, akan tetap tidak memberikan pengobatan optimal terhadap anaerob, masa pelvis atau infeksi pelvis yang berkaitan dengan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR).
  2. Klindamisin (600 mg, IV, empat kali sehari) dengan gentamisin atau tobramisis (2,0 mg/kg, IV, diikuti dengan 1,5 mg.kg, IV, tiga kali sehari pada pasien dengan fungsi ginjal yang normal) dapat memberikan aktivitas optimal terhadap bakteri anaerob dan batang garam negatif fakultatif, tetapi tidak memberikan aktivitas optimal terhadap C. Tracformatif dan N. Gonorrhoeae.
  3. doksisiklin (100 mg, IV, dua kali sehari) dengan metronidazol (1,0 g, IV, dua kali sehari) memberikan penanganan yang baik tehadap anaerob dan C. Trachomatis.

HEPATITIS DALAM KEHAMILAN








Definisi


Hepatitis adalah penyakit infeksi dengan gejala utama berhubungan erat dengan adanya nekrosis pada hati, yang disebabkan oleh virus yaitu virus hepatitis A, virus hepatitis B, virus hepatitis C dan virus-virus lain (Arif Mansjoer, 1999: 513). Pada kasus hepatitis B dapat terjadi penularan lewat darah atau cairan tubuh orang yang terinfeksi masuk ke dalam tubuh orang lain. Cairan tubuh ini mencakup ludah, basahan vagina, dan air mani (Susan Klein dan Fiona Thompson, 2008: 427).
Ada 4 macam bentuk kemungkinan perjalanan penyakit hepatitis B, yaitu:
  1. Hepatitis fulminan yang umumnya berakhir dengan kematian 
  2. Hepatitis akut dengan penyembuhan 
  3. Hepatitis akut yang menjadi kronik 
  4. Bentuk laten yang menjadi kronik 

Hepatitis dikatakan kronik bila penyakit menetap, tidak menyembuh secara klinis atau laboratorium atau pada gambaran patologi anatomi selama 6 bulan. Ada 2 bentuk hepatitis kronik, yaitu:
  1. Hepatitis kronik persisten 
  2. Hepatitis kronik aktif 
Tanda-tanda Hepatitis

Menurut Susan Klein dan Fiona Thompson (2008) tanda-tanda penderita hepatitis adalah:
  1. Tidak ada selera makan 
  2. Merasa lelah dan lemah 
  3. Mata kuning dan kadang-kadang kulitnya juga (khususnya pada telapak tangan, telapak kaki dan kuku-kukunya) 
  4. Rasa sakit di perut atau mual-mual 
  5. Urine berwarna coklat dan feses terlihat keputihan 
  6. Tidak menunjukkan tanda-tanda sama sekali 
Selain itu manifestasi klinik dari hepatitis adalah (Arif Mansjoer, 1999: 513):
  • Stadium praikterik berlangsung selama 4-7 hari. Pasien mengeluh sakit kepala, lemah, anoreksia, mual, muntah, demam, nyeri otot, dan nyeri di perut kanan atas. Urin menjadi lebih coklat.
  • Stadium ikterik yang berlangsung 3-6 minggu. Ikterus mula-mula terlihat pada sclera, kemudian pada kulit seluruh tubuh. Keluhan-keluhan berkurang, tetapi pasien masih lemah, anoreksia dan muntah. Tinja mungkin berwarna kelabu atau kuning muda. Hati membesar dan nyeri tekan.
  • Stadium pascaikterik (rekonvalesensi). Ikterus mereda, warana urin dan tinja menjadi normal lagi. Penyembuhan pada anak-anak lebih cepat dari orang dewasa, yaitu pada akhir bulan kedua, karena penyebab yang biasanya berbeda.

Pencegahan

Menurut Arif Mansjoer (1999) pencegahan yang dapat dilakukan terhadap virus hepatitis A yaitu:
Penyebaran secar fekal-oral, pencegahan masih sulit karena adanya karier dari virus tipe A yang sulit ditetapkan.
Virus ini resisiten terhadap cara-cara sterilisasi biasa, termasuk klorinasi. Sanitasi yang sempurna, kesehatan umum dan pembuangan tinja yang baik sangat penting. Tinja, darah dan urin pasien harus dianggap infeksius. Virus dikeluarkan di tinja mulai sekitar 2 minggu sebelum ikterus


Pencegahan terhadap hepatitis B yaitu:

Dapat ditularkan melalui darah dan produk darah. Darah tidak dapat disterilkan dari virus hepatitis. Pasien hepatitis sebaiknya tidak menjadi donor darah.

Usaha pencegahan yang paling efektif adalah imunisasi. Imunisasi hepatitis B dilakukan pada bayi-bayi setelah dilakukan penyaring HBsAg pada ibu-ibu hamil. Namun saat ini dibeberapa negara, bayi-bayi yang lahir diberi vaksinasi hepatitis B tanpa melakukan pemeriksaan penyaring pada ibunya.


Cara Menangani

Menurut Susan Klein dan Fiona Thompson (2008 : 427) dijelaskan bahwa tidak ada obat yang bisa menyembuhkan hepatitis. Faktanya, obat malah akan menyakiti hati lebih jauh. Namun banyak orang bisa sembuh dari hepatitis B. kesembuhan terjadi bukan karena obat, melainkan karena banyak istirahat, menyantap makanan yang bergizi yang bisa dicerna dan tidak minum alcohol.


Selain itu menurut Arif Mansjoer (1999 : 514) penatalaksanaan hepatitis yaitu:
  • Istirahat
    Pada periode akut dan keadaan lemah diharuskan cukup istirahat. Istirahat mutlak tidak terbukti dapat mempercepat penyembuhan. Kecuali diberikan pada mereka yang dengan umur tua dan keadaan umum yang buruk. 
  • Diet
    Jika pasien mual, tidak nafsu makan atau muntah-muntah, sebaiknya diberikan infuse. Jika sudah tidak mual lagi, diberikan makanan yang cukup kalori (30-35 kalori/kg BB) dengan protein cukup (1 g/kg BB). Pemberian lemakn sebenarnya tidak perlu dibatasi. Dulu ada kecendrungan untuk membatasi lemak, karena disamakan dengan penyakit kandungan empedu. Dapat diberikan diet hati II-III
Medikamentosa 

  • Kortikosteroid tidak diberikan bila untuk mempercepat penurunan billirubin darah. Kortikosteroid dapat diberikan pada kolestasis yang berkepanjangan.
  • Berikan obat-obat yang bersifat melindungi hati.
  • Antibiotik tidak jelas kegunaannya.
  • Jangan diberikan antiemetik.
  • Vitamin K diberikan pada kasus dengan kecendrungan perdarahan. Bila pasien dalam keadaan prekoma atau koma, penanganan seperti pada koma hepatik

Hepatitis B dan Kehamilan

Menurut Susan Klein dan Fiona Thompson (2008 : 428), jika wanita memiliki tanda-tanda hepatitis B saat hamil, dia harus segera meminta bantuan medis. Di sana dia akan divaksinasi agar bayinya tidak terinfeksi.