Thursday, November 27, 2014

HIPOGLIKEMIA PADA BAYI BARU LAHIR







PENGERTIAN


Hipoglikemi adalah keadaan hasil pengukuran kadar glukose darah kurang dari 45 mg/dL (2.6 mmol/L).


PATOFISIOLOGI

· Hipoglikemi sering terjadi pada BBLR, karena cadangan glukosa rendah.

· Pada ibu DM terjadi transfer glukosa yang berlebihan pada janin sehingga respon insulin juga meningkat pada janin. Saat lahir di mana jalur plasenta terputus maka transfer glukosa berhenti sedangkan respon insulin masih tinggi (transient hiperinsulinism) sehingga terjadi hipoglikemi.

· Hipoglikemi adalah masalah serius pada bayi baru lahir, karena dapat menimbulkan kejang yang berakibat terjadinya hipoksi otak. Bila tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan kerusakan pada susunan saraf pusat bahkan sampai kematian.

· Kejadian hipoglikemi lebih sering didapat pada bayi dari ibu dengan diabetes melitus.

· Glukosa merupakan sumber kalori yang penting untuk ketahanan hidup selama proses persalinan dan hari-hari pertama pasca lahir.

· Setiap stress yang terjadi mengurangi cadangan glukosa yang ada karena meningkatkan penggunaan cadangan glukosa, misalnya pada asfiksia, hipotermi, hipertermi, gangguan pernapasan.

DIAGNOSIS

Anamnesis

· Riwayat bayi menderita asfiksia, hipotermi, hipertermi, gangguan pernapasan

· Riwayat bayi prematur

· Riwayat bayi Besar untuk Masa Kehamilan (BMK)

· Riwayat bayi Kecil untuk Masa Kehamilan (KMK)

· Riwayat bayi dengan ibu Diabetes Mellitus

· Riwayat bayi dengan Penyakit Jantung Bawaan

· Bayi yang beresiko terkena hipoglikemia

- Bayi dari ibu diabetes (IDM)

- Bayi yang besar untuk masa kehamilan (LGA)

- Bayi yang kecil untuk masa kehamilan (SGA)

- Bayi prematur dan lewat bulan

- Bayi sakit atau stress (RDS, hipotermia)

- Bayi puasa

- Bayi dengan polisitemia

- Bayi dengan eritroblastosis

- Obat-obat yang dikonsumsi ibu, misalnya sterorid, beta-simpatomimetik dan beta blocker


GEJALA KLINIS/Pemeriksaan fisik

Gejala Hipoglikemi : tremor, jittery, keringat dingin, letargi, kejang, distress nafas

 Jitteriness

 Sianosis

 Kejang atau tremor

 Letargi dan menyusui yang buruk

 Apnea

 Tangisan yang lemah atau bernada tinggi

 Hipotermia

 RDS


DIAGNOSIS BANDING

insufisiensi adrenal, kelainan jantung, gagal ginjal, penyakit SSP, sepsis, asfiksia, abnormalitas metabolik (hipokalsemia, hiponatremia, hipernatremia, hipomagnesemia, defisiensi piridoksin).

Penyulit :
 Hipoksia otak
Kerusakan sistem saraf pusat


PENATALAKSANAAN

a. Monitor

Pada bayi yang beresiko (BBLR, BMK, bayi dengan ibu DM) perlu dimonitor dalam 3 hari pertama :

o Periksa kadar glukosa saat bayi datang/umur 3 jam

· Ulangi tiap 6 jam selama 24 jam atau sampai pemeriksaan glukosa normal dalam 2 kali pemeriksaan

· o Kadar glukosa ≤ 45 mg/dl atau gejala positif tangani hipoglikemia

o Pemeriksaan kadar glukosa baik, pulangkan setelah 3 hari penanganan hipoglikemia selesai

b. Penanganan hipoglikemia dengan gejala :

- Bolus glukosa 10% 2 ml/kg pelan-pelan dengan kecepatan 1 ml/menit

- Pasang jalur iv D10 sesuai kebutuhan (kebutuhan infus glukosa 6-8 mg/kg/menit).

Contoh : BB 3 kg, kebutuhan glukosa 3 kg x 6 mg/kg/mnt = 18 mg/mnt = 25920 mg/hari. Bila dipakai D 10% artinya 10 g/100cc, bila perlu 25920 mg/hari atau 25,9 g/hari berarti perlu 25,9 g/ 10 g x 100 cc= 259 cc D 10% /hari.



Atau cara lain dengan GIR

Konsentrasi glukosa tertinggi untuk infus perifer adalah 12,5%, bila lebih dari 12,5% digunakan vena sentral.

Untuk mencari kecepatan Infus glukosa pada neonatus dinyatakan dengan GIR.

Kecepatan Infus (GIR) = glucosa Infusion Rate

GIR (mg/kg/min) = Kecepatan cairan (cc/jam) x konsentrasi Dextrose (%)

                                                               6 x berat (Kg)


Contoh : Berat bayi 3 kg umur 1 hari


Kebutuhan 80 cc/jam/hari = 80 x 3 = 240 cc/hari = 10 cc/jam


GIR = 10 x 10 (Dextrose 10%) = 100 = 6 mg/kg/min

               6 x 3 18

- Periksa glukosa darah pada : 1 jam setelah bolus dan tiap 3 jam


- Bila kadar glukosa masih < 25 mg/dl, dengan atau tanpa gejala, ulangi seperti diatas


- Bila kadar 25-45 mg/dl, tanpa gejala klinis :


· Infus D10 diteruskan


· Periksa kadar glukosa tiap 3 jam


· ASI diberikan bila bayi dapat minum


- � Bila kadar glukosa ≥ 45 mg/dl dalam 2 kali pemeriksaan


· Ikuti petunjuk bila kadar glukosa sudah normal


· ASI diberikan bila bayi dapat minum dan jumlah infus diturunkan pelan-pelan


· Jangan menghentikan infus secara tiba-tiba


c. Kadar glukosa darah < 45 mg/dl tanpa GEJALA :


· ASI teruskan


· Pantau, bila ada gejala manajemen seperti diatas


· Periksa kadar glukosa tiap 3 jam atau sebelum minum, bila :


- Kadar < 25 mg/dl, dengan atau tanpa gejala tangani hipoglikemi


- Kadar 25-45 mg/dl naikkan frekwensi minum


- Kadar ≥ 45 mg/dl manajemen sebagai kadar glukosa normal


d. Kadar glukosa normal IV teruskan


· IV teruskan


· Periksa kadar glukosa tiap 12 jam


· � Bila kadar glukosa turun, atasi seperti diatas � � � �


· Bila bayi sudah tidak mendapat IV, periksa kadar glukosa tiap 12 jam, bila 2 kali pemeriksaan dalam batas normal, pengukuran dihentikan.
    


e. Persisten hipoglikemia (hipoglikemia lebih dari 7 hari)


· konsultasi endokrin


· terapi : kortikosteroid hidrokortison 5 mg/kg/hari 2 x/hari iv atau prednison 2 mg/kg/hari per oral, mencari kausa hipoglikemia lebih dalam.


· bila masih hipoglikemia dapat ditambahkan obat lain : somatostatin, glukagon, diazoxide, human growth hormon, pembedahan. (jarang dilakukan)



REFERENSI

1. Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG, Zenk KE. Neonatology, management, procedures, on call problems disease and drugs; edisi ke-5. New York : Lange Books/Mc Graw-Hill, 2004; 262-66.


2. Khosim S, Indarso F, Irawan G, Hendrarto TW. Buku acuan pelatihan pelayanan obstetri Neonatal Emergensi Dasar. Jakarta : Depkes RI, 2006; 56-7.


3. Wilker RE. Hypoglycemia and hyperglycemia Dalam: Cloherty JP, Stark AR, eds. Manual of neonatal care; edisi ke-5. Boston : Lippincott Williams & Wilkins, 2004; 569-76.


4. Khosim MS, Surjono A, Setyowireni D, et al. Buku panduan manajemen masalah bayi baru lahir untuk dokter, bidan dan perawat di rumah sakit. Jakarta : IDAI, MNH-JHPIEGO, Depkes RI, 2004; 35-6.

PEMBAHASAN IMUNISASI

Pengertian Imunisasi
Imunisasi adalah suatu usaha untuk memberikan kekebalan kepada tubuh dengan kuman, virus, bakteri yang sudah dilemahkan atau toxin bakteri yang sudah dimatikan sehingga tubuh bisa membentuk antibody.
2.1.2 Tujuan Imunisasi
Turunnya angka kesakitan, kecacatan dan kematian akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imuniasasi (PD3I).
Jenis-jenis penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi meliputi penyakit menular tertentu antara lain :
a)         TBC, Difteri, pertusis, campak, polio, hepatitis B, Hepatitis A, Meningitis, meningokokus, influenza, haemophilus influenza tipe B, kolera, rabies, Japanese encepahalitis, tipus abdominalis, pneumonia, pneumokokus, yellow fever, rubella, varicella, parotitis, epidemica,dan rotavirus.
1)      Jenis-jenis penyakit menular yang saat ini masuk ke dalam program imunisasi adalah Tuberculosis, dipteri, pertusis, polio, campak, tetanus, dan hepatitis B.
2)      Jenis-jenis penyakit menular yang saat ini masuk ke dalam program imunisasi di Subdit Haji adalah meningitis  meningokokus
3)      Jenis-jenis penyakit menular yang saat ini masuk kedalam program imunisasi di Subdit Kesehatan Pelabuhan adalah demam kuning atau yellow fever.
4)      Jenis-jenis penyakit menular yang saat ini masuk ke dalam program imunisasi di Subdit zoonosis adalah rabies.
b)      Jenis-jenis penyakit lainnya yang dengan perkembangan ilmu pengetahuan akan menjadi penyakit yang dapat dicegah melalaui pemberian imunisasi antara lain malaria, demam berdarah, HIV / AIDS, Avian influensaakan ditetapkan tersendiri.

2.1.3        Sasaran Imunisasi
1.      Sasaran berdasarkan usia yang di imunisasi
a)      Imunisasi rutin
1)         Bayi di bawah 1 tahun
2)         Wanita Usia Subur (WUS) ialah wanita yang berusia 15 sampai 39 tahun, termasuk ibu hamil dan calon pengantin.
3)         Anak usia sekolah tingkat dasar
b)      Imunisasi tambahan
Bayi dan anak
2.      Sasaran berdasarkan tingkat kekebalan yang di timbulkan
a)      Imunisasi dasar
Bayi
b)      Imunisasi lanjutan
1)      Anak usia sekolah tingkat dasar
2)      Wanita Usia Subur
3.      Sasaran wilayah atau lokasi
Seluruh desa atau kelurahan di wilayah Indonesia

2.1.4        Jenis- jenis Vaksin
Ada beberapa jenis vaksin di antaranya meliputi :
1.      Vaksin BCG (Bacillus Calmette Guerine)
a)      Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap tuberculosis
b)      Cara pemberian dan dosis
-     Sebelum disuntikkan vaksin BCG harus dilarutkan terlebih dahulu. Melarutkan dengan menggunakan alat-alat suntik steril dan menggunakan cairan pelarut (NacL 0,9 %) sebanyak 4 cc
-     Dosis pemberian 0,05 ml sebanyak 1 kali
-     Disuntikkan secara intracutan di daerah lengan kanan atas pada insersio musculus deltoideus
-     Vaksin harus digunakan sebelum lewat 3 jam dan Vaksin akan rusak bila terkena sinar matahari langsung. Botol kemasan, biasanya terbuat dari bahan yang berwarna gelap untuk menghindari cahaya karena cahaya atau panas dapat merusak vaksin BCG sedangkan  pembekuan tidak merusak vaksin BCG. Vaksin BCG di buat dalam vial, di mana kemasannya ada 1 cc dan 2 cc.
c)      Kontra indikasi
-          Uji Tuberculin > 5 mm
-          Sedang menderita HIV
-          Gizi buruk
-          Demam tinggi
-          Infeksi kulit luas
-          Pernah menderita TBC
d)     Efek samping
Imunisasi BCG tidak menyebabkan reaksi umum seperti demam. Setelah 1-2 minggu penyuntikan biasanya akan timbul indurasi dan kemerahan di tempat suntikan yang akan berubah menjadi pustula dan akan pecah menjadi luka dan hal ini tidak perlu pengobatan dan akan sembuh spontan dalam 8-12 minggu dengan jaringan parut. Kadang-kadang terjadi pembesaran kelenjar limfe di ketiak atau pada leher yang terasa padat dan tidak sakit serta tidak menimbulkan demam. Reaksi ini normal dan tidak memerlukan pengobatan dan akan hilang dengan sendirinya.

2.      Vaksin DPT
Vaksin DPT adalah vaksin yang terdiri dari Toksoid Difteri (menyebabkan penyakit pernafasan), Bakteri pertusis (penyebab batuk rejan) dan tetanus toksoid (menyebabkan penyakit system saraf yang disebut Lockjaw). Difteri disebabkan oleh bakteri yang menular melalui batuk atau bersin. Jika tidak didiagnosa dan ditangani dengan benar dapat menimbulkan komplikasi serius yang dihasilkan bakteri. Pertusis atau batuk rejan adalah penyakit yang sangat menular melalui kontak personal, batuk atau bersin. Pertusis paling berat berdampak pada anak kurang dari 1 tahun. Tetanus disebabkan oleh Bakteri yang masuk ke dalam tubuh melalui luka di kulit. Anak-anak dapat terkena Dan dapat disimpan pada suhu 2-8˚C.
a)      Indikasi
Untuk memberikan kekebalan secara simultan terhadap difteri, pertusis dan tetanus.
b)      Cara Pemberian dan Dosis
-          Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspensi menjadi homogen. Disuntikkan secara intramuscular dengan dosis pemberian 0,5 ml sebanyak 3x.
-          Dosis pertama diberikan pada umur 2 bulan, dosis selanjutnya diberikan dengan interval 4 minggu.
c)      Kontraindikasi
Gejala-gejala keabnormalan otak pada periode Bayi Baru Lahir atau gejala serius keabnormalan pada saraf merupakan kontraindikasi pertusis.
Anak yang mengalami gejala-gejala parah pada dosis pertama, untuk yang kedua komponen pertusis harus dihindarkan dan untuk meneruskan imunisasi dapat diberiakan DT.
d)     Efek samping
Gejala-gejala yang bersifat sementara seperti lemas, demam, kemerahan pada tempat penyuntikan dapat diberikan analgetik-antipiretik sebanyak 10 mg/kg BB. Kadang-kadang terjadi gejala berat seperti demam tinggi, iritabilitas yang terjadi 24 jam setelah imunisasi.

3.      Vaksin TT
Vaksin TT adalah vaksin yang mengandung Tetanus Toksoid yang telah dimurnikan dan telah terabsorbsi ke dalam 3 mg/ml aluminium fosfat. Thimersosal 0,1 mg/ml digunakan sebagai pengawet. 1 dosis 0,5 ml mengandung potensi sedikitnya 40 unit. Dipergunakn untuk mencegah tetanus pada Bayi Baru Lahir dengan mengimunisasi WUS atau ibu hamil. Vaksin TT akan rusak bila kena panas atau apabila dibekukan.

a)      Indikasi
Untuk memberikan kekebalan simultan tehadap tetanus
b)      Cara pemberian dan dosis
-          Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspense menjadi homogen.
-          Disuntikkan secara intramuscular atau subcutan dalam(45˚) dengan dosis 0,5 ml. Dianjurkan untuk anak usia 8 tahun. Untuk usia 8 tahun atau lebih diberikan vaksin DT.
c)      Kontraindikasi
Gejala-gejala berat karena dosis pertama TT 
d)     Efek samping
Efek samping jarang terjadi dan bersifat ringan. Gejala-gejala seperti lemas dan kemerahan pada lokasi suntikan yang bersifat sementara dan kadang-kadang gejala demam.

4.      Vaksin DT
Vaksin ini merupakan vaksin yang mengandung Toksoid Difteri dan Tetanus yang telah dimurnikan.
a)      Indikasi
Untuk pemberian kekebalan simultan terhadap difteri dan tetanus
b)      Cara Pemberian dan dosis
-          Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspensi menjadi homogeny.
-          Disuntikkan secara intramuscular atau Subcutan dalam dengan dosis pemberian 0,5 ml. Dianjurkan untuk anak usia 8 tahun atau lebih.
c)      Kontraindikasi
Gejala-gejala berat karena dosis pertama DT
d)     Efek samping
Gejala-gejala seperti lemas dan kemerahan pada lokasi suntikan yang bersifat sementara dan kadang-kadang gejala demam.

5.      Vaksin POLIO
Vaksin oral POLIO hidup adalah vaksin POLIO trivalent yang terdiri dari suspensi virus Poliomielitis tipe 1,2 dan 3 (strain sabin) yang sudah dilemahkan, dibuat dalam biakan jaringan ginjal kera dan di stabilkan dengan sucrose. Kemasan sebanyak 1 cc atau 2 cc dalam flakon dilengkapi dengan pipet untuk meneteskan vaksin. Penyimpanan vaksin POLIO dalam suhu 2-8˚C stabil dalam waktu 6 minggu. Vaksin POLIO oral sangat mudah dan cepat rusak bila terkena panas dibandingkan dengan vaksin lainnya.
a)      Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap Poliomyelitis
b)      Cara pemberian dan dosis
-          Diberikan secara oral sebanyak 2 tetes di bawah lidah langsung dari botol tanpa menyentuh mulut bayi. Diberikan 4 x dengan interval waktu minimal 4 minggu
-           Setiap membuka vial baru harus menggunakan penetes (dropper) yang baru.
c)      Kontraindikasi
-          Pada individu yang menderita imunedeficiency tidak ada efek yang berbahaya yang timbul akibat pemberian POLIO pada anak yang sedang sakit. Namun, jika ada keraguan misalnya sedang menderita diare, maka dosis ulangan dapat di berikan setelah sembuh.
-          Pasien yang mendapat imunosupresan 
d)     Efek samping
Pada umumnya tidak ada efek samping.

6.      Vaksin CAMPAK
Bibit penyakit yang menyebabkan CAMPAK adalah virus Measles. Vaksin CAMPAK merupakan vaksin hidup yang dilemahkan. Kemasan dalam flakon berbentuk gumpalan-gumpalan yang beku dan kering untuk dilarutkan dalam 5 cc pelarut aquabidest. Setiap dosis vaksin CAMPAK 0,5 ml mengandung kurang lebih 1000 infektive unit virus strain. Vaksin CAMPAK mudah rusak oleh panas , vaksin kering tidak akan rusak pada pembekuan. Vaksin CAMPAK disimpan pada suhu 2-8˚C .
a)      Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit CAMPAK
b)      Cara Pemberian dan Dosis
-          Sebelum disuntikkan vaksin CAMPAK terlebih dahulu harus dilarutkan dengan pelarut steril yang telah tersedia berisi 5 ml.
-          Dosis pemberian 0,5 ml disuntikkan secara Subcutan dengan sudut 45˚ pada lengan kiri atas.

-          Pada usia 9-11 bulan dan ulangan (boster) dalam usia 6-7 tahun (kelas 1 SD).  
c)      Kontraindikasi
-          Individu yang mengidap penyakit immunodeficiency atau individu yang diduga menderita gangguam respon immune karena leukemia dan limfoma.
-          Infeksi akut disertai demam, sedang mendapat terapy immunosupresif, alergi protein telur, kanamisin dan eritromisin.
d)     Efek samping
Anak-anak mungkin panas selama 1-3 hari setelah 1 minggu penyuntikan, kadang-kadang disertai kemerahan seperti penderita CAMPAK ringan dan hal ini harus diberitahukan kepada ibu agar jika 1 minggu setelah penyuntikan panasnya tinggi supaya diberi ¼ tablet antipiretik dan beri keyakinan bahwa bila anaknya terkena penyakit CAMPAK akibatnya jauh lebih berat bila dibandingkan dengan efek samping vaksinasi CAMPAK.

7.      Vaksin HEPATITIS B
Vaksin Hepatitis B adalah vaksin virus recombinan yang telah di inactivasikan dan bersifat non infectious berasal dari HBsAg yang dihasilkan dalam sel ragi ( Hansenula) Polymorpha menggunakan teknologi DNA recombinan. Imunisasi Hepatitis B perlu diberikan sedini mungkin setelah lahir.
Depkes RI tahun 2005 memberikan vaksin monovalen (uniject)  saat lahir dilanjutkan dengan vaksin kombinasi DPT HB Combo pada umur 2,3 dan 4 bulan. Penyimpanan vaksin pada suhu 2-8˚C dan jangan sampai beku.
a)      Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap infeksi yang disebabkan oleh virus Hepatitis B.
b)      Cara Pemberian dan Dosis
-          Sebelum digunakan vaksin dikocok terlebih dahulu agar suspense menjadi homogeny
-          Vaksin disuntikan dengan dosis 0,5 ml secara IM sebaiknya pada anterolateral paha.
-          Pemberian imunisasi Hepatitis B sebanyak 3 x


-          Dosis pertama diberikan pada usia 0-7 hari dan selanjutnya dengan interval waktu minimal 4 minggu.
c)      Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap komponen vaksin dan penderita infeksi berat yang disertai kejang.
d)     Efek Samping
-          Reaksi local seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakkan disekitar  tempat bekas penyuntikan.
-          Reaksi sistemik seperti demam ringan, lesu dan perasaan tidak enak pada saluran cerna
Reaksi yang terjadi akan hilang dengan sendirinya setelah 2 hari. 

8.      Vaksin DPT/HB
Vaksin mengandung DPT berupa toksoid difteri, tetanus toksoid yang dimurnikan serta pertusis yang inaktivasi dan vaksin Hepatitis B yang merupakan subunit vaksin virus yang mengandung HBsAg murni dan bersifat non infectious.
a)      Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit difteri, pertusis, tetanus dan Hepatitis B.
b)      Cara Pemberian dan Dosis
Pemberian secara IM dengan dosis 0,5 ml sebanyak 3x pemberian. Dosis pertama pada usia 2 bulan dan selanjutnya dengan interval 4 minggu.
c)      Kontraindikasi
-          Gejala-gejala keabnormalan otak pada periode Bayi Baru Lahir atau gejala serius keabnormalan pada saraf merupakan kontraindikasi pertusis. Anak yang mengalami gejala-gejala parah pada pemberian pertama, komponen pertusis harus dihindarkan pada pemberian kedua.
-          Infeksi berat yang disertai kejang.
d)     Efek Samping
-          Gejala-gejala yang bersifat sementara seperti demam, pembengkakkan dan atau kemerahan pada tempat penyuntikan.
-          Kadang-kadang terjadi gejala berat seperti demam tinggi, irritabilitas yang biasanya terjadi dalam 24 jam setelah penyuntikan.

KARAKTERISTIK VAKSIN DALAM PROGRAM IMUNISASI
Jen-is vaksin
Kemasan/ Warna kemasan
Bentuk vaksin
Sifat vaksin
Suhu
Dosis vaksin
Ket.
BCG
Vial/ampul
coklat/gelap
Beku kering
Mudah rusak bila terkena sinar matahari langsung dan panas
2-8˚C
0,05 ml
Pelarut NaCl 0,9 % 1ml
DPT
Vial bening
cairan
rusak terhadap suhu di bawah 0˚ dan sinar matahari langsung
2-8˚C
0,5 ml

TT
Vial bening
cairan
rusak terhadap suhu di bawah 0˚ dan sinar matahari langsung
2-8˚C
0,5 ml

DT
Vial bening
cairan
rusak terhadap suhu di bawah 0˚ dan sinar matahari langsung
2-8˚C
0,5 ml

POLIO
Vial bening
cairan
Mudah dan cepat rusak jika kena panas
2-8˚C
0,5 ml
Dilengkapi pipet tetes
CAMPAK
Vial bening
beku kering
Mudah rusak jika terkena sinar matahari langsung dan pana, tidak rusak karena pembekuan
2-8˚C
0,5 ml
Pelarut aquabidest (5 ml)
HB
Vial putih bening
cairan
Rusak terhadap suhu di bawah 0˚ dan sinar matahari langsung
2-8˚C
0,5 ml


Uniject putih bening
cairan
Rusak terhadap suhu di bawah < 0˚ dan sinar matahari langsung
2-8˚C
0,5 ml


JADWAL PEMBERIAN IMUNISASI PADA BAYI DENGAN MENGUNAKAN  VAKSIN DPT/HB COMBO

UMUR
VAKSIN
TEMPAT
Bayi Lahir di Rumah

Rumah
0 bulan
HB0
Posyandu
1 bulan
BCG,Polio 1
Posyandu
2 bulan
DPT/HB C 1, Polio 2
Posyandu
3 bulan
DPT/HB C 2, Polio 3
Posyandu
4 bulan
DPT/HB C 3, Polio 4
Posyandu
9 bulan
Campak
Posyandu


BAYI LAHIR di RUMAH SAKIT dan BIDAN PRAKTEK SWASTA

UMUR
VAKSIN
TEMPAT
0 bulan
HB0, BCG,Polio 1
RS atau BPS
2 bulan
DPT/HB C 1, Polio 2
RS atau BPS
3 bulan
DPT/HB C 2, Polio 3
RS atau BPS
4 bulan
DPT/HB C 3, Polio 4
RS atau BPS
9 bulan
Campak
RS atau BPS


DAFTAR PUSTAKA

A. Aziz Alimul H., 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1 Edisi Pertama, Jakarta : Salemba Medika
Arul, 2009. Trackback (online), available : http://apotekalrasyid.wordpress.com/ (2009, Oktober 3rd)
Hand out Nyoman Ardhani, Spd tentang imunisasi
Hand out  dr. Ngurah alit Sp. A tentang imunisasi pada Balita
Hand out dr. I ketut Budiasa Sp. A tentang tumbuh kembang anak
Modul Pelatihan Tenaga Pelaksanaan Imunisasi Puskesmas Kerjasama Dirjen PP dan PL serta Pusdiklat SDM Kesehatan Depkes RI Tahun 2006.
Pedoman Teknis Vaksin dan Cold Chain, Direktorat Jenderal PPM dan PL Departemen Kesehatan RI Tahun 2002.

Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, 2007.Online available : (2009, Oktober 1st)