Setelah
umur hamil diatas 16 minggu, dapat dirasakan gerak janin dalam rahim yang
disebut “quickening” sebagai gerakan pertama. Gerakan janin merupakan tanda
penting bahwa janin hidup sehat dan meminta perlindungan dengan jalan pengawasan
hamil yang teratur.(Manuaba,1990,hlm
)
Kematian janin di dalam kandungan (KJDR), dalam dunia kedokteran dikenal dengan Intra Uterin
Fetal Death (IUFD). Yang dimaksud dengan IUFD adalah janin dalam
rahim yang beratnya 1000 gram atau lebih, usia kehamilan telah mencapai 28
minggu atau lebih.
Dalam
Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, kematian janin
merupakan hasil akhir dari gangguan pertumbuhan janin, kegatan janin, atau akibat
infeksi yang tidak terdiagnosis sebelumnya sehingga tidak diobati.
Yang
perlu diperhatikan:
1. Kejadian
IUFD mengambil posisi 50% dari jumlah kematian perinatal.
2. Kejadian
ini merupakan trauma berat bagi penderita dan keluarga serta menunjukkan
kegagalan satu aspek pelayanan obstetri, simpati, empati, serta perhatian
terhadap guncangan emosional penderita dan keluarganya harus diberikan
perlakuan sendiri. Yakinkan bahwa besar kemungkinan dapat lahir pervaginam.
3. IUFD
ini dapat terjadi pada saat hamil (prematur atau aterm), saat inpartu (partus
lama maupun kaseo, belitan tali pusat, dll) dengan sebab yang bisa jelas dan
bisa juga tidak diketahui sebabnya.
4. Kecuali
terjadi saat inpartu maka penundaan evakuasi diperlukan untuk persiapan fisik
dan mental penderita dan keluarganya dan persiapan untuk terminasi (sebaiknya
jangan lebih dari 2 minggu setelah kematian janin).
5. Jika
persalinan tidak terjadi segera setelah kematian janin, terutama pada kehamilan
lanjut, kuagulopati maternal dapat terjadi bila kematian janin terjadi lebih
dari 2 minggu, walaupun kuagulopati ini jarang terjadi sebelum 4-6 minggu
setelah IUFD.
B.
ETIOLOGI
Ada beberapa penyebab dari IUFD,
yaitu:
1. Ketidakcocokan
rhesus darah ibu dengan janin
Akan timbul suatu masalah bila ibu memiliki rhesus
negatif, sementara bapak dari janin rhesus positif. Sehingga anak akan mengikuti yang dominan, misalnya mengikuti rhesus bapak yakni menjadi rhesus positif. Akibatnya antara
ibu dan janin mengalami ketidakcocokan rhesus.
Ketidakcocokan ini akan mempengaruhi kondisi janin
tersebut. Misalnya, dapat terjadi hidrops fetalis yaitu suatu reaksi
imunologis yang menimbulkan gambaran klinis pada janin, antara lain: pembengkakan pada perut akibat
terbentuknya cairan berlebih dalam rongga perut (asites), pembengkakan kulit
janin, penumpukan cairan di dalam rongga dada atau rongga jantung, dan
lain-lain. Akibat penimbunan cairan yang berlebihan tersebut, maka tubuh janin
akan membengkak. Bahkan darahnya pun bisa tercampur air. Dan bila hal tersebut terjadi, janin tidak akan tertolong lagi.
2. Ketidakcocokan
golongan darah antara ibu dan janin
Terutama
pada golongan darah A,B,O, yang kerap terjadi antara golongan darah anak A atau B
dengan ibu bergolongan O atau sebaliknya. Sebab, pada saat masih dalam
kandungan, darah ibu dan janin akan saling mengalir lewat plasenta. Bila darah
janin tidak cocok dengan darah ibunya, maka ibu akan membentuk zat antibodinya
yang dapat menyebabkan kematian janin di dalam rahim.
3. Gerakan
sangat “liar” serta gangguan nutrisi menjelang kehamilan cukup bulan
Gerakan
bayi dalam rahim yang sangat berlebihan, terutama jika terjadi gerakan satu
arah saja. Hal tersebut dapat menyebabkan tali pusat yang menghubungkan janin dengan ibu terpelintir
(mungkin terjadi lilitan tali pusat yang mematikan ataupun terjadi simpul tali
pusat). Kalau tali pusat terpelintir,
maka pembuluh darah yang mengalirkan plasenta ke bayi jadi tersumbat. Kalau
janin sampai memberontak, yang ditandai gerakan “liar”, biasanya karena
kebutuhannya yang tidak terpenuhi, seperti karena kekurangan oksigen, atau makanan. Karena itu,
harus segera dilakukan tindakan yang mengarah pada pemenuhan kebutuhan janin.
Kalau ibu punya riwayat sebelumnya dengan janin meninggal, maka sebaiknya
aktivitas ibu jangan berlebihan. Sebab, dengan aktivitas berlebihan, maka gizi
dan zat makanan hanya dikonsumsi ibunya sendiri, sehingga janin relatif
kekurangan.
4. Berbagai
penyakit pada ibu hamil
Salah
satu contohnya preeklampsia dan diabetes. Itulah mengapa pada ibu hamil perlu
dilakukan cardiotopografi (CTG) untuk melihat kesejahteraan janin dalam rahim.
5. Kelainan
kromosom
Bisa
disebut penyakit bawaan, misalnya kelainan genetik berat trisomy. Kematian janin akibat kelainan genetik biasanya baru
terdeteksi saat kematian sudah terjadi, yaitu dari otopsi bayi.
Penyebabnya adalah jarang sekali
dilakukan pemeriksaan kromosom saat janin masih dalam kandungan. Selain
biayanya mahal, risikonya juga tinggi karena harus mengambil air ketuban dari plasenta janin
sehingga berisiko terjadi infeksi dan bayi lahir prematur.
6. Trauma
saat hamil
Trauma bisa mengakibatkan terjadi solusio
plasentae atau plasenta terlepas. Trauma terjadi, misalnya karena benturan pada
perut, entah karena kecelakaan atau pemukulan. Benturan ini bisa saja mengenai
pembuluh darah di plasenta, sehingga timbul perdarahan di plasenta atau
plasenta lepas sebagian. Akhirnya aliran darah ke bayi pun jadi tak ada.
7. Infeksi
pada ibu hamil
Ibu
hamil sebaiknya menghindari berbagai infeksi, seperti infeksi akibat bakteri
maupun virus. Bahkan demam tinggi pada ibu hamil bisa menyebabkan janin tidak tahan akan panas tubuh ibunya.
8. Kelainan
bawaan bayi
Kelainan
bawaan pada bayi sendiri, seperti jantung atau paru-paru, bisa mengakibatkan
kematian di dalam kandungan.
9. Dan
kehamilan lewat waktu lebih dari 14 hari.
Penyebab IUFD saat inpartu :
1. Partus
lama, belitan tali pusat, insufisiensi plasenta, solusio plasenta, letak
sungsang yang diikuti dengan after coming head (badan lahir kepala nyangkut),
kelainan kongenital.
2. Pada
partus lama, penderita dalam keadaan kelelahan, dan kemungkinan juga terjadi
infeksi.
C.
TANDA
DAN GEJALA
Selama
hamil, kehati-hatian dan kewaspadaan ibu perlu ditingkatkan, mengingat demi
kebaikan janin dan ibu itu sendiri. Berikut beberapa hal yang harus diwaspadai.
1.
Tidak ada gerakan janin. Pada ibu-ibu yang
sudah merasakan gerakan bayi pada kehamilan lebih dari 5 bulan, perlu diwaspadai jika
dalam sehari ia tak bisa merasakan gerakan bayinya. Gerakan bayi yang normal
minimal 10 kali dalam sehari.
2.
Ibu perlu mewaspadai tanda-tanda “sekarat”
pada bayi. Sebelum bayi tidak bergerak sama sekali, biasanya juga didahului
tanda-tanda ’sekarat’. Timbul gerakan yang sangat hebat atau malah sebaliknya,
gerakannya semakin pelan atau lemah. Pada ibu yang peka, biasanya akan lebih mampu untuk merasakan gerakan janinnya berubah.
3.
Kehamilan tak kunjung membesar. Ibu harus curiga bila pertumbuhan
kehamilan tidak sesuai bulannya.
Memang cukup banyak ibu yang
tak menyadari janinnya sudah meninggal. Bahkan sampai janinnya itu membatu atau mengeras. Hal ini terjadi karena
kurang pekanya sang ibu, terlebih lagi karena tak ada reaksi penolakan pada
tubuhnya. Hal ini biasanya terjadi pada ibu yang tak
menyadari kalau dirinya hamil. Dan
diharapkan kepada ibu yang merasakannya, sebaiknya segera periksa ke bidan atau dokter walaupun belum waktunya pemeriksaan ulang.
D.
DIAGNOSA
Diagnosis dapat ditegakkan melalui
hasil anamnesa dan dari pemeriksaan.
1. Anamnesis
a.
Ibu tidak merasakan gerakan janin dalam beberapa hari atau gerakan janin berkurang.
b.
Ibu merasakan perutnya bertambah kecil.
c.
Ibu belakangan ini merasa
perutnya menjadi keras dan merasakan sakit seperti mau melahirkan.
2. Pemeriksaan
a. Inspeksi
1) Tidak terlihat gerakan-gerakan janin, yang biasanya dapat terlihat
terutama pada ibu yang kurus.
2)
Penurunan atau terhentinya peningkatan berat badan ibu.
3)
Terhentinya perubahan
payudara.
4) Kalau
keluar air ketuban akan berwarna coklat kemerahan kental.
b. Palpasi
1)
Tinggi fundus uteri menurun tidak
sesuai dengan umur kehamilan dan tidak teraba gerakan-gerakan janin.
2)
Dengan palpasi yang teliti
dapat dirasakan adanya krepitasi pada tulang kepala janin.
c.
Auskultasi
Baik memakai stetoskop monoral, dopler
maupun USG tidak akan terdengar denyut jantung janin.
d. Pemeriksaan
laboratorium
Pemeriksaan hormon HcG dalam urine
menjadi negatif setelah beberapa hari kematian janin.
e. Rontgen
foto abdomen
Pemeriksaan radiologi dapat
menimbulkan masalah dan tidak perlu. Bila dilakukan 5 hari setelah kematian
janin, akan tampak gambaran sebagai berikut.
1. Tulang
kepala janin tumpang tindih satu sama lain.
2. Tulang
belakang mengalami hiperfleksi.
3. Tampak
gambaran gas pada jantung dan pembuluh darah.
4. Edema
di sekitar tulang kepala.
E.
PENATALAKSANAAN
- Bila
disangka telah terjadi kematian janin dalam rahim, sebaiknya diobservasi
dulu dalam 2-3 minggu untuk mencari kepastian diagnosis.
- Periksa
tanda vital.
- Ambil
darah untuk pemeriksaan darah perifer, fungsi pembekuan, golongan darah
ABO dan rhesus.
- Jelaskan
seluruh prosedur pemeriksaan dan hasilnya serta rencana tindakan yang akan
dilakukan kepada pasien dan keluarganya. Bila belum ada kepastian sebab
kematian, hindari memberikan informasi yang tidak tepat.
- Biasanya selama masih menunggu ini 70-90 % akan terjadi
persalinan yang spontan.
- Bila setelah 3 minggu kematian janin dalam kandungan
atau 1 minggu setelah diagnosis partus belum mulai maka ibu
harus dirawat dan perlu dibicarakan dengan pasien dan keluarga untuk
mendapatkan suatu kesepatan agar dapat dilakukan induksi persalinan.
- Sambil melakukan simpati, empati, dan konseling,
persiapan memperbaiki keadaan umum ibu misalnya pemberian cairan infus, antibiotika, dan persipan donor
jika perlu. Selain itu, pendampinga oleh orang terdekat sangat membantu
ibu.
- Rencana
persalinan pervaginam dengan cara induksi dapat dimulai dengan pemberian estrogen untuk mengurangi efek
progesteron atau langsung dengan pemberian oksitosin drip dengan atau
tanpa amniotomi. Serta seksio sesarea merupakan
pilihan pada kelainan letak seperti letak lintang.
- Prinsip melahirkan bayi dengan sedikit trauma pada bayi.
- Kalau bisa lahirkan anak dengan utuh.
- Kalau IUFD dalam kala I dapat dilakukan drip oksitosin
dan melahirkan spontan seperti biasa. Kalau tidak bisa spontan lakukan embriotomi.
- Setelah kelahiran anak berikan kesempatan kepada ibu dan
keluarganya untuk melihat dan melakukan berbagai kegiatan ritual bagi
janin yang meninggal tersebut. Selain itu, dicari penyebab kematiannya dan
dilakukan evaluasi untuk kepentingan kehamilan berikutnya. Pemeriksaan
patologi plasenta akan mengungkapkan adanya patologi plasenta dan infeksi.
Selain penanganan
terhadap kejadian IUFD, dapat pula dilakukan suatu pencegahan. Berikut
penatalaksanaan untuk mengurangi kematian perinatal.
- Perbaikan sosial
ekonomi dan pendidikan.
- Meningkatkan
antenatal care.
- Meningkatkan
penerimaan KB.
- Perbaikan
tekhnik resusitasi.
- Melakukan
evaluasi setelah kematian setelah bedah mayat.
- Meningkatkan
pemeriksaan kesehatan janin intrauterin.
- Meningkatkan
pengelolaan penyakit dan komplikasi kehamilan.
- Mengatasi
bentuk infeksi antenatal dan intranatal serta postnatal ibu dan
bayinya.(Manuaba, 333)
F.
Komplikasi
1.
Trauma emosional yang berat
terjadi bila waktu antara kematian janin dan persalinan cukup lama.
2.
Dapat terjadi infeksi bila
ketuban pecah.
3.
Dapat terjadi kuagulopati
bila kematian janin berlangsung lebih dari 2 minggu.
REFERENSI
Manuaba, SpOG, Prof. Dr. Ida Bagus Gde. 1990. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta:Arcan.
Manuaba, SpOG, Prof. Dr. Ida Bagus Gde. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan &
Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta:EGC.
Tim. 2006. Buku
Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta:YBP-SP.
No comments:
Post a Comment