Friday, November 14, 2014

IUFD/KJDR (Intra Uteri Fetal Death/Kematian Janin dalam Rahim)

A.    DEFINISI
Setelah umur hamil diatas 16 minggu, dapat dirasakan gerak janin dalam rahim yang disebut “quickening” sebagai gerakan pertama. Gerakan janin merupakan tanda penting bahwa janin hidup sehat dan meminta perlindungan dengan jalan pengawasan hamil yang teratur.(Manuaba,1990,hlm )
Kematian janin di dalam kandungan (KJDR), dalam dunia kedokteran dikenal dengan Intra Uterin Fetal Death (IUFD). Yang dimaksud dengan IUFD adalah janin dalam rahim yang beratnya 1000 gram atau lebih, usia kehamilan telah mencapai 28 minggu atau lebih.
Dalam Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, kematian janin merupakan hasil akhir dari gangguan pertumbuhan janin, kegatan janin, atau akibat infeksi yang tidak terdiagnosis sebelumnya sehingga tidak diobati.
Yang perlu diperhatikan:
1.      Kejadian IUFD mengambil posisi 50% dari jumlah kematian perinatal.
2.      Kejadian ini merupakan trauma berat bagi penderita dan keluarga serta menunjukkan kegagalan satu aspek pelayanan obstetri, simpati, empati, serta perhatian terhadap guncangan emosional penderita dan keluarganya harus diberikan perlakuan sendiri. Yakinkan bahwa besar kemungkinan dapat lahir pervaginam.
3.      IUFD ini dapat terjadi pada saat hamil (prematur atau aterm), saat inpartu (partus lama maupun kaseo, belitan tali pusat, dll) dengan sebab yang bisa jelas dan bisa juga tidak diketahui sebabnya.
4.      Kecuali terjadi saat inpartu maka penundaan evakuasi diperlukan untuk persiapan fisik dan mental penderita dan keluarganya dan persiapan untuk terminasi (sebaiknya jangan lebih dari 2 minggu setelah kematian janin).
5.      Jika persalinan tidak terjadi segera setelah kematian janin, terutama pada kehamilan lanjut, kuagulopati maternal dapat terjadi bila kematian janin terjadi lebih dari 2 minggu, walaupun kuagulopati ini jarang terjadi sebelum 4-6 minggu setelah IUFD.



B.     ETIOLOGI
Ada beberapa penyebab dari IUFD, yaitu:
1.      Ketidakcocokan rhesus darah ibu dengan janin
Akan timbul suatu masalah bila ibu memiliki rhesus negatif, sementara bapak dari janin rhesus positif. Sehingga anak akan mengikuti yang dominan, misalnya mengikuti rhesus bapak yakni menjadi rhesus positif. Akibatnya antara ibu dan janin mengalami ketidakcocokan rhesus.
Ketidakcocokan ini akan mempengaruhi kondisi janin tersebut. Misalnya, dapat terjadi hidrops fetalis yaitu suatu reaksi imunologis yang menimbulkan gambaran klinis pada janin, antara lain: pembengkakan pada perut akibat terbentuknya cairan berlebih dalam rongga perut (asites), pembengkakan kulit janin, penumpukan cairan di dalam rongga dada atau rongga jantung, dan lain-lain. Akibat penimbunan cairan yang berlebihan tersebut, maka tubuh janin akan membengkak. Bahkan darahnya pun bisa tercampur air. Dan bila hal tersebut terjadi, janin tidak akan tertolong lagi.

2.      Ketidakcocokan golongan darah antara ibu dan janin
Terutama pada golongan darah A,B,O, yang kerap terjadi antara golongan darah anak A atau B dengan ibu bergolongan O atau sebaliknya. Sebab, pada saat masih dalam kandungan, darah ibu dan janin akan saling mengalir lewat plasenta. Bila darah janin tidak cocok dengan darah ibunya, maka ibu akan membentuk zat antibodinya yang dapat menyebabkan kematian janin di dalam rahim.

3.      Gerakan sangat “liar” serta gangguan nutrisi menjelang kehamilan cukup bulan
Gerakan bayi dalam rahim yang sangat berlebihan, terutama jika terjadi gerakan satu arah saja. Hal tersebut dapat menyebabkan tali pusat yang menghubungkan janin dengan ibu terpelintir (mungkin terjadi lilitan tali pusat yang mematikan ataupun terjadi simpul tali pusat). Kalau tali pusat terpelintir, maka pembuluh darah yang mengalirkan plasenta ke bayi jadi tersumbat. Kalau janin sampai memberontak, yang ditandai gerakan “liar”, biasanya karena kebutuhannya yang tidak terpenuhi, seperti karena kekurangan oksigen, atau makanan. Karena itu, harus segera dilakukan tindakan yang mengarah pada pemenuhan kebutuhan janin. Kalau ibu punya riwayat sebelumnya dengan janin meninggal, maka sebaiknya aktivitas ibu jangan berlebihan. Sebab, dengan aktivitas berlebihan, maka gizi dan zat makanan hanya dikonsumsi ibunya sendiri, sehingga janin relatif kekurangan.
4.      Berbagai penyakit pada ibu hamil
Salah satu contohnya preeklampsia dan diabetes. Itulah mengapa pada ibu hamil perlu dilakukan cardiotopografi (CTG) untuk melihat kesejahteraan janin dalam rahim.
5.      Kelainan kromosom
Bisa disebut penyakit bawaan, misalnya kelainan genetik berat trisomy. Kematian janin akibat kelainan genetik biasanya baru terdeteksi saat kematian sudah terjadi, yaitu dari otopsi bayi. Penyebabnya adalah jarang sekali dilakukan pemeriksaan kromosom saat janin masih dalam kandungan. Selain biayanya mahal, risikonya juga tinggi karena harus mengambil air ketuban dari plasenta janin sehingga berisiko terjadi infeksi dan bayi lahir prematur.
6.      Trauma saat hamil
Trauma bisa mengakibatkan terjadi solusio plasentae atau plasenta terlepas. Trauma terjadi, misalnya karena benturan pada perut, entah karena kecelakaan atau pemukulan. Benturan ini bisa saja mengenai pembuluh darah di plasenta, sehingga timbul perdarahan di plasenta atau plasenta lepas sebagian. Akhirnya aliran darah ke bayi pun jadi tak ada.
7.      Infeksi pada ibu hamil
Ibu hamil sebaiknya menghindari berbagai infeksi, seperti infeksi akibat bakteri maupun virus. Bahkan demam tinggi pada ibu hamil bisa menyebabkan janin tidak tahan akan panas tubuh ibunya.
8.      Kelainan bawaan bayi
Kelainan bawaan pada bayi sendiri, seperti jantung atau paru-paru, bisa mengakibatkan kematian di dalam kandungan.
9.      Dan kehamilan lewat waktu lebih dari 14 hari.


Penyebab IUFD saat inpartu :
1.    Partus lama, belitan tali pusat, insufisiensi plasenta, solusio plasenta, letak sungsang yang diikuti dengan after coming head (badan lahir kepala nyangkut), kelainan kongenital.
2.    Pada partus lama, penderita dalam keadaan kelelahan, dan kemungkinan juga terjadi infeksi.


C.    TANDA DAN GEJALA
Selama hamil, kehati-hatian dan kewaspadaan ibu perlu ditingkatkan, mengingat demi kebaikan janin dan ibu itu sendiri. Berikut beberapa hal yang harus diwaspadai.
1.      Tidak ada gerakan janin. Pada ibu-ibu yang sudah merasakan gerakan bayi pada kehamilan  lebih dari 5 bulan, perlu diwaspadai jika dalam sehari ia tak bisa merasakan gerakan bayinya. Gerakan bayi yang normal minimal 10 kali dalam sehari.
2.      Ibu perlu mewaspadai tanda-tanda “sekarat” pada bayi. Sebelum bayi tidak bergerak sama sekali, biasanya juga didahului tanda-tanda ’sekarat’. Timbul gerakan yang sangat hebat atau malah sebaliknya, gerakannya semakin pelan atau lemah. Pada ibu yang peka, biasanya akan lebih mampu untuk merasakan gerakan janinnya berubah.
3.      Kehamilan tak kunjung membesar. Ibu harus curiga bila pertumbuhan kehamilan tidak sesuai bulannya.
Memang cukup banyak ibu yang tak menyadari janinnya sudah meninggal. Bahkan sampai janinnya itu membatu atau  mengeras. Hal ini terjadi karena kurang pekanya sang ibu, terlebih lagi karena tak ada reaksi penolakan pada tubuhnya. Hal ini biasanya terjadi pada ibu yang tak menyadari kalau dirinya hamil. Dan diharapkan kepada ibu yang merasakannya, sebaiknya segera periksa ke bidan atau dokter walaupun belum waktunya pemeriksaan  ulang.

D.    DIAGNOSA
Diagnosis dapat ditegakkan melalui hasil anamnesa dan dari pemeriksaan.
1.      Anamnesis
a.       Ibu tidak merasakan gerakan janin dalam beberapa hari atau gerakan janin berkurang.
b.      Ibu merasakan perutnya bertambah kecil.
c.       Ibu belakangan ini merasa perutnya menjadi keras dan merasakan sakit seperti mau melahirkan.
2.      Pemeriksaan
a.       Inspeksi
1)   Tidak terlihat gerakan-gerakan janin, yang biasanya dapat terlihat terutama pada ibu yang kurus.
2)   Penurunan atau terhentinya peningkatan berat badan ibu.
3)   Terhentinya perubahan payudara.
4)   Kalau keluar air ketuban akan berwarna coklat kemerahan kental.
b.      Palpasi
1)      Tinggi fundus uteri menurun tidak sesuai dengan umur kehamilan dan tidak teraba gerakan-gerakan janin.
2)      Dengan palpasi yang teliti dapat dirasakan adanya krepitasi pada tulang kepala janin.
c.       Auskultasi
Baik memakai stetoskop monoral, dopler maupun USG tidak akan terdengar denyut jantung janin.
d.      Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan hormon HcG dalam urine menjadi negatif setelah beberapa hari kematian janin.
e.       Rontgen foto abdomen
Pemeriksaan radiologi dapat menimbulkan masalah dan tidak perlu. Bila dilakukan 5 hari setelah kematian janin, akan tampak gambaran sebagai berikut.
1.      Tulang kepala janin tumpang tindih satu sama lain.
2.      Tulang belakang mengalami hiperfleksi.
3.      Tampak gambaran gas pada jantung dan pembuluh darah.
4.      Edema di sekitar tulang kepala.
    
E.     PENATALAKSANAAN
  1. Bila disangka telah terjadi kematian janin dalam rahim, sebaiknya diobservasi dulu dalam 2-3 minggu untuk mencari kepastian diagnosis.
  2. Periksa tanda vital.
  3. Ambil darah untuk pemeriksaan darah perifer, fungsi pembekuan, golongan darah ABO dan rhesus.
  4. Jelaskan seluruh prosedur pemeriksaan dan hasilnya serta rencana tindakan yang akan dilakukan kepada pasien dan keluarganya. Bila belum ada kepastian sebab kematian, hindari memberikan informasi yang tidak tepat.
  5. Biasanya selama masih menunggu ini 70-90 % akan terjadi persalinan yang spontan.
  6. Bila setelah 3 minggu kematian janin dalam kandungan atau 1 minggu setelah diagnosis partus belum mulai maka ibu harus dirawat dan perlu dibicarakan dengan pasien dan keluarga untuk mendapatkan suatu kesepatan agar dapat dilakukan induksi persalinan.
  7. Sambil melakukan simpati, empati, dan konseling, persiapan memperbaiki keadaan umum ibu misalnya pemberian cairan  infus, antibiotika, dan persipan donor jika perlu. Selain itu, pendampinga oleh orang terdekat sangat membantu ibu.
  8. Rencana persalinan pervaginam dengan cara induksi dapat dimulai dengan pemberian estrogen untuk mengurangi efek progesteron atau langsung dengan pemberian oksitosin drip dengan atau tanpa amniotomi. Serta seksio sesarea merupakan pilihan pada kelainan letak seperti letak lintang.
  9. Prinsip melahirkan bayi dengan sedikit trauma pada bayi.
  10. Kalau bisa lahirkan anak dengan utuh.
  11. Kalau IUFD dalam kala I dapat dilakukan drip oksitosin dan melahirkan spontan seperti biasa. Kalau tidak bisa spontan lakukan embriotomi.
  12. Setelah kelahiran anak berikan kesempatan kepada ibu dan keluarganya untuk melihat dan melakukan berbagai kegiatan ritual bagi janin yang meninggal tersebut. Selain itu, dicari penyebab kematiannya dan dilakukan evaluasi untuk kepentingan kehamilan berikutnya. Pemeriksaan patologi plasenta akan mengungkapkan adanya patologi plasenta dan infeksi.
Selain penanganan terhadap kejadian IUFD, dapat pula dilakukan suatu pencegahan. Berikut penatalaksanaan untuk mengurangi kematian perinatal.
  1. Perbaikan sosial ekonomi dan pendidikan.
  2. Meningkatkan antenatal care.
  3. Meningkatkan penerimaan KB.
  4. Perbaikan tekhnik resusitasi.
  5. Melakukan evaluasi setelah kematian setelah bedah mayat.
  6. Meningkatkan pemeriksaan kesehatan janin intrauterin.
  7. Meningkatkan pengelolaan penyakit dan komplikasi kehamilan.
  8. Mengatasi bentuk infeksi antenatal dan intranatal serta postnatal ibu dan bayinya.(Manuaba, 333)

F.       Komplikasi
1.      Trauma emosional yang berat terjadi bila waktu antara kematian janin dan persalinan cukup lama.
2.      Dapat terjadi infeksi bila ketuban pecah.
3.      Dapat terjadi kuagulopati bila kematian janin berlangsung lebih dari 2 minggu.

REFERENSI

Manuaba, SpOG, Prof. Dr. Ida Bagus Gde. 1990. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta:Arcan.
Manuaba, SpOG, Prof. Dr. Ida Bagus Gde. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta:EGC.
Tim. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta:YBP-SP.


No comments:

Post a Comment