Friday, November 14, 2014

ASUHAN PERSALINAN (INC / INTRA NATAL CARE)


2.1.1    Persalinan
1)      Definisi Persalinan
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari
uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyakit dan komplikasi. (Wiknjosastro, 2007)
Persalinan dimulai (inpartu) sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada servik (membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap. Ibu belum inpartu bila kontraksi uterus tidak mengakibatkan perubahan servik.
Faktor – faktor yang mendukung persalinan :
(1)   Passage (jalan lahir)
(2)   Passanger (janin)
(3)   Power (kekuatan mengejan)
(4)   Psikis wanita / ibu
(5)   Penolong
(6)   Posisi ibu
(7)   Pendamping

2)      Jenis Persalinan
Menurut tim obstetric dan ginekologi fakultas Universitas Padjajaran Bandung (tahun 1983), persalinan dibedakan menjadi:
(1)   Persalinan spontan
Bila persalinan seluruhnya berlangsung dengan kekuatan sendiri
(2)   Persalinan buatan
Bila proses persalinan dengan bantuan tenaga dari luar.
(3)   Persalinan anjuran
Bila kekuatan yang diperlukan untuk persalinan ditimbulkan dari luar dengan jalan rangsangan.
3)      Tahapan  Persalinan
Persalinan dibagi menjadi 4 yaitu :
(1)     KALA  I  PERSALINAN 
a)       Tanda dan gejala inpartu termasuk  :
(1)            Penipisan dan pembukaan servik.
(2)            Kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan pada servik (frekuensi minimal 2 kali dalam 10 menit).
(3)            Cairan lendir bercampur darah.
Kala I persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus dan meningkatkan (frekuensi dan kekuatannya) sehingga servik membuka lengkap (10 cm).
b)       Kala  I  persalinan terdiri dari dua fase, yaitu fase laten dan fase aktif.
(a)      Fase laten pada kala I persalinan
i.  Dimulai sejak awal berkontraksi yang menyebabkan penipisan dan   pembukaan servik secara bertahap.
ii.Berlangsung hingga servik membuka kurang 4 cm.
iii. Pada umumnya, fase laten berlangsung hampir atau hingga 8 jam.
iv. Kontraksi mulai teratur tetapi lamanya masih diantara 20-30 detik.

(b)   Fase aktif pada kala I persalinan :
i.  Frekuensi dan lama kontraksi uterus akan meningkat secara bertahap (kontraksi dianggap adekuat atau memadai jika terjadi 3x atau lebih dalam sepuluh menit, dan berlangsung selama 40 detik atau lebih).
ii.   Dari pembukaan 4 cm hingga mencapai bukaan lengkap atau 10 cm, akan terjadi dengan kecepatan rata-rata 1 cm per jam (nulipara atau primigravida) atau lebih dari 1 cm hingga 2 cm (multipara)
iii. Terjadi penurunan bagian terbawah janin.


c)      Pencatatan selama kala I persalinan
(a)      Pencatatan selama fase laten kala I persalinan menggunakan lembar observasi CHPB.
(b)     Pencatatan selama fase aktif kala I persalinan menggunakan lembar partograf.

d)      Pada fase aktif ini hal-hal yang dipantau yaitu :
(a)      Denyut jantung  janin : setiap ½ jam
(b)     Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus : setiap ½ jam
(c)      Nadi : setiap ½ jam.
(d)     Pembukaan serviks : setiap 4 jam.
(e)      Penurunan bagian terbawah janin : setiap 4 jam.
(f)      Tekanan darah : setiap 4 jam.
(g)     Temperatur : setiap 2 jam.
(h)     Produksi urin, aseton dan protein : setiap 2 sampai 4 jam.

(2)     KALA  II  PERSALINAN
Kala  II persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Kala II juga disebut kala pengeluaran bayi.
a)        Gejala dan Tanda Kala II Persalinan :
(a)      Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rectum.
(b)     Perineum menonjol.
(c)      Vulva-vagina dan sfingter ani membuka.
(d)     Meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah.

b)        Tanda pasti kala II ditentukan melalui periksa dalam (informasi obyektif) yang hasilnya adalah :
(a)      Pembukaan serviks telah lengkap atau
(b)     Terlihatnya bagian kepala bayi melalui introitus vagina.

Pada ibu bersalin dengan LMR (Locus Minorus Resisten) (bekas SC) dapat terjadi komplikasi RUI, dimana RUI dapat terjadi pada kala I maupun kala II. Oleh karena itu perlu diwaspadai adanya tanda dan gejala RUI. Adapun tanda gejalanya adalah : ibu gelisah, pKELOMPOKpasan dan nadi menjadi cepat, nyeri perut yang terus menerus di perut bagian bawah, SBR tegang, nyeri pada perabaan, lingkaran retraksi (Bandl) tinggi sampai setinggi pusat dan ligament rotunda tegang.
Apabila rupture sudah terjadi, ibu akan merasa sangat kesakitan dan merasa seperti ada yang robek dalam perutnya. Tidak lama kemudian bu akan menunjukkan gejala kolaps dan syok. Perdarahan akibat rupture akan mengalir sebagian ke rongga perut dan keluar pervaginam. Bagian janin dapat teraba dengan mudah dan jelas pada pemeriksaan luar karena janin masuk ke rongga perut dan di samping janin ditemukan uterus sebesar kepala bayi. (Hanifa, 2007)
Pada ibu dengan LMR, dapat dilakukan persalinan pervaginam apabila sudah memenuhi syarat yang ada dan persalinan harus dialkukan di RS agar dapat diawasi lebih baik. Kala II tidak boleh berlangsung terlalu lama dan pemberian oksitosin tidak diperkenankan. Ibu diperbolehkan mengedan selama 15 menit , jika dalam waktu 15 menit ini bagian terendah anak turun dengan pesat, maka diperbolehkan lagi mengedan selama 15 menit. Jika setelah 15 menit kepala tidak turun dengan cepat dapat dilakukan vacum ektraksi bila syarat-syarat terpenuhi.
(3)     KALA  III PERSALINAN
Persalinan kala III dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban.
Pada kala III persalinan, otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perlekatan plasenta. Karena tempat perlekatan menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah maka plasenta akan terlipat, menebal dan kemudian lepas dari dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan turun ke bagian bawah uterus atau ke dalam vagina.
a)        Tanda-tanda lepasnya plasenta mencangkup beberapa atau semua hal-hal di bawah ini:
(a)           Perubahan bentuk dan tinggi uterus.
(b)          Tali pusat memanjang.
(c)           Semburan darah mendadak dan singkat.


b)        Manajemen Aktif Kala III
Tujuan manajemen aktif kala III adalah untuk menghasilkan kontraksi uterus yang lebih efektif sehingga dapat mempersingkat waktu, mencegah perdarahan dan mengurangi kehilangan darah kala III persalinan jika dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis. Sebagian besar kasus kesakitan dan kematian ibu di Indonesia disebabkan oleh perdarahan pasca persalinan dimana sebagian besar oleh atonia uteri dan retensio plasenta yang sebenarnya dapat dicegah dengan melakukan manajemen aktif kala III.

c)        Keuntungan-keuntungan Manajemen Aktif Kala III
(a) Persalinan kala III yang lebih singkat.
(b) Mengurangi jumlah kehilangan darah.
(c) Mengurangi kejadian retensio plasenta.

d)       Manajemen Aktif Kala III terdiri dari tiga langkah utama  :
(a) Pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir.
(b) Melakukan peregangan tali pusat terkendali.
(c) Massase fundus uteri.

(4)     ASUHAN DAN PEMANTAUAN PADA KALA  IV
a)        Setelah plasenta lahir :
(a)       Lakukan rangsangan taktil (massase) uterus untuk merangsang uterus berkontraksi baik dan kuat.
(b)      Evaluasi tinggi fundus dengan meletakkan jari tangan secara melintang dengan pusat sebagai patokan. Umumnya, fundus uteri setinggi atau beberapa jari di bawah pusat.
(c)       Memperkirakan kehilangan darah secara keseluruhan.
(d)      Periksa kemungkinan perdarahan dari robekan perineum.
(e)       Evaluasi keadaan umum ibu.
(f)       Dokumentasikan semua asuhan dan temuan selama persalinan kala IV di bagian belakang partograf, segera setelah asuhan diberikan atau setelah penilaian dilakukan.

b)        Perdarahan dari perineum.
Perdarahan akibat laserasi perineum diklasifikasikan berdasarkan luas robekannya yaitu :
(a) Derajat I mencakup mukosa vagina, komisura posterior, dan kulit perineum.
(b) Derajat II mencakup derajat I ditambah dengan otot perineum.
(c) Derajat III mencakup derajat II ditambah dengan otot sfinger ani.
(d)Derajat IV mencakup derajat III ditambah dengan dinding depan rectum.

c)        Pemantauan keadaan umum ibu.
Sebagian besar kejadian kesakitan ibu yang disebabkan oleh perdarahan pasca persalinan terjadi selama empat jam pertama setelah kelahiran bayi. Karena alasan ini sangatlah penting untuk memantau ibu secara ketat segera setelah persalinan. Jika tanda-tanda vital dan kontraksi uterus masih dalam batas normal selama dua jam pertama pasca persalinan, mungkin ibu tidak akan mengalami perdarahan pasca persalinan. Penting untuk berada disamping ibu dan bayinya selama dua jam pertama pasca persalinan.

d)       Selama dua jam pertama pasca persalinan :
(a)       Pantau tekanan darah, nadi, TFU, kandung kemih dan darah yang keluar setiap 15 menit selama satu jam pertama dan setiap 30 menit selama satu jam kedua.
(b)      Massase uterus untuk membuat kontraksi menjadi baik setiap 15 menit selama satu jam pertama dan setiap 30 menit selama satu jam kedua kala empat.
(c)       Pantau temperatur tubuh setiap jam selama dua jam pertama pasca persalinan.
(d)      Nilai perdarahan. Periksa perineum dan vagina setiap 15 menit selama satu jam pertama dan setiap 30 menit selama jam kedua kala empat.
(e)       Ajarkan ibu dan keluarganya bagaimana menilai kontraksi uterus dan jumlah darah yang keluar serta bagaimana melakukan massase jika uterus menjadi lembek.
(f)       Minta anggota keluarga untuk memeluk bayi. Bantu ibu untuk mengenakan baju atau sarung yang bersih dan kering, atur posisi ibu agar nyaman, duduk bersandarkan bantal atau berbaring miring. Jaga agar bayi diselimuti dengan baik, bagian kepala tertutup baik, kemudian berikan bayi ke ibu dan anjurkan untuk dipeluk dan diberi ASI.
(g)      Lengkapi asuhan essensial bagi bayi baru lahir.
(h)      Jangan gunakan kain pembebat perut selama dua jam pertama pasca menolong untuk persalinan atau hingga kondisi ibu sudah stabil. Kain pembebat perut menyulitkan penolong untuk menilai kontraksi uterus secara memadai. Jika kandung kemih penuh, bantu ibu untuk mengosongkan kandung kemihnya dan anjurkan untuk mengosongkan setiap kali diperlukan. Ingatkan ibu bahwa keinginan untuk berkemih mungkin berbeda setelah dia melahirkan bayinya. Jika ibu tidak dapat berkemih, bantu ibu dengan menyiramkan air bersih dan hangat ke perineumnya. Berikan privasi atau masukkan jari-jari ibu ke dalam air hangat untuk merangsang keinginan berkemih secara spontan. Pastikan bahwa dia dapat berkemih sendiri dan keluarganya mengetahui bagaimana menilai kontraksi dan jumlah darah yang keluar. Anjurkan kepada mereka bagaimana mencari pertolongan jika ada tanda-tanda bahaya seperti :
·         Demam.
·         Perdarahan aktif.
·         Keluar banyak bekuan darah.
·         Bau busuk dari vagina.
·         Pusing.
·         Lemas luar biasa.
·         Penyulit dalam menyusukan bayinya.
·         Nyeri panggul atau abdomen yang lebih hebat dari nyeri kontraksi biasa.

4)        Lima Benang Merah dalam Asuhan Persalinan:
(1)     Pengambilan keputusan Klinik
      Dilakukan melalui suatu proses yang sistematis yaitu : Pengumpulan Data (Data Subyektif dan Data Obyektif), penatalaksanaan asuhan (intervensi dan implementasi) dan evaluasi dari keseluruhan proses atau tindakan yang dilakukan.
      Pada ibu bersalin dengan LMR (bekas SC) untuk menghindari komplikasi ibu bersalin dengan LMR ( bekas SC) saat melakukan persalinan normal maka perlu dilakukan pencegahan sbb:
a)        Dilakukan pemasangan infuse dilakukan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ibu sebagai tenaga proses persalinan berlangsung, selain itu juga sebagai antisipasi apabila terjadi syok akibat dari rupture uteri.
b)        Tidak perkenankannya dilakukan oksitosin drip untuk mempercepat his dikarenakan akan merangsang uterus untuk berkontraksi lebih cepat yang dapat mengakibatkan uterus meregang dan berakibat rupture uteri.
c)        Mempercepat kala II. Ibu diperbolehkan mengedan selama 15 menit , jika dalam waktu 15 menit ini bagian terendah anak turun dengan pesat, maka diperbolehkan lagi mengedan selama 15 menit. Jika setelah 15 menit kepala tidak turun dengan cepat dapat dilakukan vacum ektraksi bila syarat-syarat terpenuhi.
d)       Tidak melakukan kristeller.
(2)     Asuhan Sayang Ibu dan Sayang Bayi
a)        Prinsip yang digunakan adalah memperhatikan adat kebiasaan dan kepercayaan dimana ibu bertempat tinggal. Selain itu adanya pendamping persalinan dari suami maupun keluarga sesuai keinginan ibu.
b)        Asuhan Sayang Bayi mencakup tindakan pencegahan hypotermi (system kangguru) dan pemberian ASI sesegera mungkin. Upaya lain adalah dengan melaksanakan rawat gabung (Rooming In), sehingga akan terjadi proses Bounding Attachment antara ibu dan bayinya. Selain itu pemberian pendidikan tentang cara perawatan bayi baru lahir bagi ibu dan anggota keluarga lain.

(3)     Pencegahan Infeksi
Dilakukan sebagai upaya perlindungan bagi ibu, bayi baru lahir, keluarga, penolong persalinan dan tenaga kesehatan lainnya yaitu dengan meminimalkan infeksi dan menurunkan resiko penularan penyakit.

Prinsip-prinsip dalam pencegahan infeksi :
a)        Setiap individu yang terlibat dalam proses persalinan, harus dianggap dapat menularkan penyakit.
b)        Setiap individu harus dianggap mempunyai resiko terkena virus.
c)        Semua peralatan yang digunakan harus dianggap terkontaminasi sehingga perlu diproses secara benar.
d)       Alat-alat yang tidak diketahui kebenaran dalam memproses harus dianggap telah terkontaminasi.
e)        Resiko infeksi tidak bisa dihilangkan secara total tetapi bisa ditekan seminimal mungkin dengan tindakan-tindakan pencegahan yang benar yaitu cuci tangan, pemakaian sarung tangan dan perlengkapan pelindung. Setiap tindakan dilakukan dengan tehnik aseptic dan antiseptic, memproses semua alat termasuk sampah sesuai prosedur.

(4)     Pencatatan / Dokumentasi
Setiap penolong persalinan harus melakukan pencatatan tentang semua asuhan yang telah diberikan karena jika asuhan tidak dicatat dapat dianggap asuhan itu tidak dilakukan. Alat pencatatan yang digunakan adalah partograf. Dimana dalam partograf terdapat banyak point yang sangat bermanfaat untuk mengevaluasi proses persalinan, karena partograf berisi informasi tentang : kemajuan persalinan, kondisi ibu dan janin, asuhan yang sudah diberikan sehingga komplikasi dan penyulit persalinan terdeteksi sedini mungkin dan segera diambil keputusan klinik.
Dokumentasi yang ada juga dapat digunakan sebagai sarana informasi bagi petugas kesehatan sehingga dalam pemberian asuhan dapat berlangsung secara berkesinambungan. 
(5)     Rujukan
Persiapan rujukan sebaiknya sudah dilakukan pada waktu asuhan antenatal yang melibatkan ibu, keluarga dan masyarakat sekitarnya, sehingga rujukan dapat dilakukan secara efektif dan efisien sebagai salah satu asuhan sayang ibu dan bayi dalam mendukung keselamatan ibu dan bayi. Rujukan dilakukan dengan memakai prinsip BAKSOKUDA.
                   (Wiknjosastro, 2008).

2.1.2    Kehamilan Dengan Riwayat Sectio Caesarea
1)      Pengertian
Seksio Caesarea merupakan suatu persalinan buatan dimana dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gr.
Kehamilan dengan riwayat SC adalah kehamilan yang disertai riwayat pembedahan atau operasi pada uterus misalnya sectio caesarea.

2)      Indikasi
(1)     Pada Ibu
1)   Disproporsi kepala panggul/CPD
2)   Disfungsi uterus
3)   Distosia jaringan lunak
4)   Plasenta previa
(2)     Pada Bayi
a)   Janin Besar
b)   Gawat Janin
c)   Letak Lintang
                    
3)      Jenis sectio caesaria
(1)     Transperitonialis Propunda
Adalah dilakukan insisi di segmen bawah uterus. Pembedahan ini paling banyak dilakukan dewasa ini.
Keuntungan pembedahan ini :
a)    Perdarahan luka insisi tidak besar
b)   Bahaya peritonitis tidak besar
c)    Perut pada uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri di kemudian hari tidak besar karena dalam masa nifas segmen bawah uterus tidak seberapa banyak mengalami kontraksi seperti korpus uteri, sehingga luka dapat sembuh lebih sempurna.

(2)     Sectio Caesarea Korporal
Dilakukan pada korpus uteri. Pembedahan ini agak lebih mudah untuk dilakukan, hanya dilakukan bila ada halangan untuk melakukan SC transperitonialis profundal atau apabila bermaksud untuk melakukan histerektomi. Pembedahan ini disebabkan oleh lebih besarrnya bahaya peritonitis kira-kira 4 kali lebih besar bahaya ruptur uteri pada kehamilan yang akan datang, oleh karena itu sesudah sectio sesaria klasik sebaiknya dilakukan sterilisasi/histerektomi.

4)      Tindakan Sectio Caesarea Dibagi Menjadi 2 yaitu :
(1)     SC Elektif
SC ini direncanakan lebih dulu karena sudah diketahui bahwa kehamilan harus diselesaikan  dengan pembedahan.
a)      Keuntungan :
Waktu pembedahan dapat ditentukan oleh dokter yang akan menolongnya dan segala persiapan dapat dilakukan dengan baik.
b)      Kerugian :
Oleh karena persalinannya belum mulai, segmen bawah uterus belum terbentuk dengan baik sehingga menyulitkan pembedahan dan lebih mudah terjadi atonia uteri dengan perdarahan karena uterus belum mulai berkontraksi.
(2)     Sectio Caesarea Cyto/Emergency
Sectio ini dilkukan dengan segera karena tidak bisa dilahirkan pervaginam atau karena terjadi kegawatan pada ibu dan janin tindakan ini hanya mengutamakan keselamatan ibu dan bayi.

5)        Komplikasi
(1)     Komplikasi Ibu
a)        Perdarahan banyak.
b)        Luka operasi baru di perut.
c)        Cedera pada rahim bagian bawah atau cedera pada kandung kemih (robek).
d)       Pada kasus bekas operasi sebelumnya dapat ditemukan perlekatan organ  dalam panggul.
e)        Emboli air ketuban yang dapat terjadi selama tindakan operasi.
f)         Infeksi pada rahim/endometritis, alat-alat berkemih, usus, dan luka operasi.
g)        Nyeri bila buang air kecil, luka operasi bernanah, luka operasi terbuka dan sepsis (infeksi yang sangat berat).
h)        Ruptur uteri spontan pada kehamilan mendatang
(2)     Komplikasi Janin
a)      Depresi susunan saraf pusat janin akibat penggunaan obat-obatan anestesia (fetal narcosis).
b)      Anak yang dilahirkan tidak spontan menangis melainkan harus dirangsang sesaat untuk bisa menangis, yang mengakibatkan kelainan hemodinamika dan mengurangi apgar score terhadap anak.
c)      Pengeluaran lendir atau sisa air ketuban di saluran napas tidak sempurna.
d)     Penyakit hyalin membrane disease.
e)      Trauma persalinan.
f)       Sistem kekebalan janin tidak segera didapat karena bayi berhadapan langsung dengan lingkungan steril, berbeda pada bayi yang lahir melewati vagina.

6)        Pengelolaan Kehamilan Dan Persalinan Pada Bekas Sectio Caesaria
a)        Seorang wanita yang telah mengalami SC sebaiknya tidak hamil selama 2 tahun
b)        Apabila wanita hamil setelah mengalami SC, ada beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan :
(a)      Versi luar tidak boleh dilakukan
(b)     Wanita harus dirawat mulai kehamilan 38 minggu
c)        Seorang wanita dengan riwayat SC harus melahirkan di RS besar
Wanita diperbolehkan melahirkan pervaginam dengan ketentuan sebagai berikut
(a)      Tidak dibenarkan pemakaian oxytocin dalam kala I untuk memperbaiki his
(b)     Kala II harus dipersingkat:
     Ibu diperbolehkan mengedan selama 15 menit , jika dalam waktu 15 menit ini bagian terendah anak turun dengan pesat, maka diperbolehkan lagi mengedan selama 15 menit. Jika setelah 15 menit kepala tidak turun dengan cepat dapat dilakukan vacum ektraksi bila syarat-syarat terpenuhi.
                        (Mochtar, 1998).

7)      Persalinan normal pada bekas operasi caesaria dapat dilakukan dengan syarat :
a)      Indikasi operasi sebelumnya bukan indikasi absolute (seperti panggul sempit).
b)      Bayi tidak ada kelainan letak (harus letak kepala).
c)      Janin Tunggal.
d)     Insisi non-klasik (sayatan di dinding rahim tidak boleh tegak lurus.
e)      Berat bayi tidak boleh lebih 4 kg
f)       Tidak boleh ada rangsangan/induksi,
g)      Proses pembukaan harus berjalan alami
h)      Jarak anak yang SC sebelumnya > dari 18 bln
i)        Tidak ada penyakit medik maupun obstetrik pada ibu
j)        Tidak ada jaringan parut pada uterus.

8)        Penanganan
a)        Saat ANC
(a)      Perawatan antenatal seperti biasa, antisipasi kemungkinan komplikasi
(b)     Lebih banyak istirahat saat kehamilan 7 bulan sampai aterm
b)        Saat persalinan
(a)      Diharapkan pervaginam kecuali anak pertama letak lintang
(b)     Kalau perlu inisiasi persalinan dengan pemecahan ketuban
(c)      Drip oksitosin bukan kontraindikasi absolute

(d)     Setelah anak pertama lahir, lakukan membuat posisi membujur untuk anak II tunggu his dan lakukan amniotomi. Persalinan bisa spontan, vakum atau berbagai manuver pertolongan letak sungsang tergantung posisi anak II. Versi ekstraksi hanya dilakukan pada letak lintang anak II, yang gagal dibuat membujur atau ada indikasi emergency obstetric.

No comments:

Post a Comment