1.
Difinisi
Ketuban pecah
dini (KPD) atau ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW) atau ketuban pecah
prematur (KPP) adalah keluarnya cairan dari jalan lahir/vagina sebelum proses
persalinan.
2.
Insidensi
Beberapa peneliti melaporkan hasil penelitian mereka dan didapatkan hasil
yang bervariasi. Insidensi KPD berkisar antara 8 - 10 % dari semua kehamilan.
Hal yang menguntungan dari angka kejadian KPD yang dilaporkan, bahwa lebih
banyak terjadi pada kehamilan yang cukup bulan dari pada yang kurang bulan, yaitu
sekitar 95 % , sedangkan pada kehamilan tidak cukup bulan atau KPD pada
kehamilan preterm terjadi sekitar 34 % semua kekahiran prematur.
KPD merupakan komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan kurang bulan,
dan mempunyai kontribusi yang besar pada angka kematian perinatal pada bayi
yang kurang bulan. Pengelolaan KPD pada kehamilan kurang dari 34 minggu sangat
komplek, bertujuan untuk menghilangkan kemungkinan terjadinya prematuritas.
3.
Etiologi
Walaupun banyak
publikasi tentang KPD, namun penyebabnya masih belum diketahui dan tidak dapat
ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang
berhubungan erat dengan KPD, namun faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit
diketahui. Kemungkinan yang menjadi faktor predesposisi adalah:
a.Infeksi
Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun asenderen dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD.
b. Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan pada servik uteri (akibat persalinan, curetage).
Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun asenderen dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD.
b. Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan pada servik uteri (akibat persalinan, curetage).
c. Tekanan intra
uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus) misalnya trauma, hidramnion, gemelli.
Trauma oleh beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisisi atau penyebab terjadinya
KPD. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun
amnosintesis menyebabakan terjadinya KPD karena biasanya disertai infeksi.
d. Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah.
d. Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah.
e. Keadaan sosial
ekonomi
Faktor Lainnya
a.Faktor golongan
darah
Akibat golongan
darah ibu dan anak yang tidak sesuai dapat menimbulkan kelemahan bawaan
termasuk kelemahan jarinngan kulit ketuban. b.Faktor disproporsi antar kepala
janin dan panggul ibu.
c.Faktor multi
graviditas, merokok dan perdarahan antepartum.
d.Defisiesnsi gizi
dari tembaga atau asam askorbat (Vitamin C).
4. Faktor risiko / predisposisi
ketuban pecah dini / persalinan preterm
1. kehamilan
multipel : kembar dua (50%), kembar tiga (90%)
2. riwayat persalinan preterm sebelumnya : risiko 2 – 4x
3. tindakan sanggama : TIDAK berpengaruh kepada risiko, KECUALI jika higiene
buruk, predisposisi terhadap infeksi
4. perdarahan pervaginam : trimester pertama (risiko 2x), trimester
kedua/ketiga (20x)
5. bakteriuria : risiko 2x (prevalensi 7%)
6. pH vagina di atas 4.5 : risiko 32% (vs. 16%)
7. servix tipis / kurang dari 39 mm : risiko 25% (vs. 7%)
8. flora vagina abnormal : risiko 2-3x
9. fibronectin > 50 ng/ml : risiko 83% (vs. 19%)
10. kadar CRH (corticotropin releasing hormone) maternal tinggi misalnya pada
stress psikologis, dsb, dapat menjadi stimulasi persalinan preterm
5. Diagnosa
Menegakkan diagnosa KPD secara tepat sangat penting. Karena diagnosa yang
positif palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkakn bayi terlalu
awal atau melakukan seksio yang sebetulnya tidak ada indikasinya. Sebaliknya
diagnosa yang negatif palsu berarti akan membiarkan ibu dan janin mempunyai
resiko infeksi yang akan mengancam kehidupan janin, ibu atau keduanya. Oleh
karena itu diperlukan diagnosa yang cepat dan tepat. Diagnosa KPD ditegakkan
dengan cara :
1.Anamnesa
Penderita merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan yang banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir atau ngepyok. Cairan berbau khas, dan perlu juga diperhatikan warna, keluanya cairan tersebut tersebut his belum teratur atau belum ada, dan belum ada pengeluaran lendir darah.
1.Anamnesa
Penderita merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan yang banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir atau ngepyok. Cairan berbau khas, dan perlu juga diperhatikan warna, keluanya cairan tersebut tersebut his belum teratur atau belum ada, dan belum ada pengeluaran lendir darah.
2.Inspeksi
Pengamatan dengan
mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru pecah
dan jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini akan lebih jelas
3.Pemeriksaan
dengan spekulum.
Pemeriksaan dengan
spekulum pada KPD akan tampak keluar cairan dari orifisium uteri eksternum
(OUE), kalau belum juga tampak keluar, fundus uteri ditekan, penderita diminta
batuk, megejan atau megadakan manuvover valsava, atau bagian terendah
digoyangkan, akan tampak keluar cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada
fornik anterior.
4.Pemeriksaan
dalam
Didapat cairan di
dalam vagina dan selaput ketuban sudah tidak ada lagi. Mengenai pemeriksaan
dalam vagina dengan tocher perlu dipertimbangkan, pada kehamilan yang kurang
bulan yang belum dalam persalinan tidak perlu diadakan pemeriksaan dalam.
Karena pada waktu pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan mengakumulasi segmen
bawah rahim dengan flora vagina yang normal. Mikroorganisme tersebut bisa
dengan cepat menjadi patogen. Pemeriksaan dalam vagina hanya diulakaukan kalau
KPD yang sudah dalam persalinan atau yang dilakukan induksi persalinan dan
dibatasi sedikit mungkin.
5.Pemeriksaan
Penunjang
5.1. Pemeriksaan
laboraturium
Cairan yang keluar
dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau dan pH nya. Cairan yang
keluar dari vagina ini kecuali air ketuban mungkin juga urine atau sekret
vagina. Sekret vagina ibu hamil pH : 4-5, dengan kertas nitrazin tidak berubah
warna, tetap kuning.
5.1.a. Tes Lakmus
(tes Nitrazin), jika krtas lakmus merah berubah menjadi birumenunjukkan adanya
air ketuban (alkalis). pH air ketuban 7 – 7,5, darah dan infeksi vagina dapat
mengahsilakan tes yang positif palsu.
51.b. Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun pakis.
5.2. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
51.b. Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun pakis.
5.2. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
pemeriksaan ini
dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus
KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun sering terjadi kesalahn
pada penderita oligohidromnion.(10,12)
Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup banyak macam dan caranya, namun pada umumnya KPD sudah bisa terdiagnosis dengan anamnesa dan pemeriksaan sedehana.
Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup banyak macam dan caranya, namun pada umumnya KPD sudah bisa terdiagnosis dengan anamnesa dan pemeriksaan sedehana.
6. Komplikasi
a. infeksi intra partum
(korioamnionitis) ascendens dari vagina ke intrauterin.
b. persalinan preterm, jika
terjadi pada usia kehamilan preterm.
c. prolaps tali pusat, bisa sampai gawat janin
dan kematian janin akibat hipoksia (sering terjadi pada presentasi bokong atau
letak lintang).
d. oligohidramnion, bahkan sering partus kering
(dry labor) karena air ketuban habis.
7. Prognosis
Prognosis ibu
1. Infeksi intrapartal/dalam persalinan
Jika terjadi
infeksi dan kontraksi ketuban pecah maka bisa menyebabkan sepsis yang
selanjutnya dapat mengakibatkan meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas
2. Infeksi puerperalis/ masa nifas
3. Dry labour/Partus lama
4. Perdarahan post partum
5. Meningkatkan tindakan operatif
obstetri (khususnya SC)
6. Morbiditas dan mortalitas maternal
Prognosis janin
1. Prematuritas
Masalah yang dapat
terjadi pada persalinan prematur diantaranya adalah respiratory distress
sindrome, hypothermia, neonatal feeding problem, retinopathy of premturity,
intraventricular hemorrhage, necrotizing enterocolitis, brain disorder (and
risk of cerebral palsy), hyperbilirubinemia, anemia, sepsis.
2. Prolaps funiculli/ penurunan tali pusat
3. Hipoksia dan Asfiksia sekunder
(kekurangan oksigen pada bayi)
Mengakibatkan
kompresi tali pusat, prolaps uteri, dry labour/pertus lama, apgar score rendah,
ensefalopaty, cerebral palsy, perdarahan intrakranial, renal failure, respiratory
distress.
4. Sindrom deformitas janin
Terjadi akibat
oligohidramnion. Diantaranya terjadi hipoplasia paru, deformitas ekstremitas
dan pertumbuhan janin terhambat (PJT)
5. Morbiditas dan mortalitas perinatal
8. Penatalaksanaan
Ketuban pecah dini
ternasuk dalam kehamilan beresiko tinggi. Kesalahan dalam mengelola KPD akan
membawa akibat meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas ibu maupun bayinya.
Penatalaksaan KPD masih dilema bagi sebagian besar ahli kebidanan, selama masih
beberapa masalah yang masih belum terjawab. Kasus KPD yang cukup bulan, kalau
segera mengakhiri kehamilan akan menaikkan insidensi bedah sesar, dan kalau
menunggu persalinan spontan akan menaikkan insidensi chorioamnionitis. Kasus
KPD yang kurang bulan kalau menempuh cara-cara aktif harus dipastikan bahwa
tidak akan terjadi RDS (Respiratory Distress syndrome), dan kalau menempuh cara
konservatif dengan maksud untuk memberi waktu pematangan paru, harus bisa
memantau keadaan janin dan infeksi yang akan memperjelek prognosis janin.
Penatalaksanaan
KPD tergantung pada umur kehamilan. Kalau umur kehamilan tidak diketahui secara
pasti segera dilakukan pemeriksaann ultrasonografi (USG) untuk mengetahui umur
kehamilan dan letak janin. Resiko yang lebih sering pada KPD dengan janin kurang
bulan adalah RDS dibandingkan dengan sepsis. Oleh karena itu pada kehamilan
kurang bulan perlu evaluasi hati-hati untuk menentukan waktu yang optimal untuk
persalinan. Pada umur kehamilan 34 minggu atau lebih biasanya paru-paru sudah
matang, chorioamnionitis yang diikuti dengan sepsi pada janin merupakan sebab
utama meningginya morbiditas dan mortalitas janin. Pada kehamilan cukup bulan,
infeksi janin langsung berhubungan dengan lama pecahnya selaput ketuban atau
lamanya perode laten. Kebanyakan penulis sepakat mengambil 2 faktor yang harus
dipertimbangkan dalam mengambil sikap atau tindakan terhadap penderita KPD
yaitu umur kehamilan dan ada tidaknmya tanda-tanda infeksi pada ibu.
II.6.1. Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm (> 37 Minggu)
Beberpa penelitian menyebutkan lama periode laten dan durasi KPD keduanya mempunyai hubunngan yang bermakna dengan peningkatan kejadian infeksi dan komplikasi lain dari KPD. Jarak antara pecahnya ketuban dan permulaan dari persalinan disebut periode latent = L.P = “lag” period. Makin muda umur kehamilan makin memanjang L.P-nya.
II.6.1. Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm (> 37 Minggu)
Beberpa penelitian menyebutkan lama periode laten dan durasi KPD keduanya mempunyai hubunngan yang bermakna dengan peningkatan kejadian infeksi dan komplikasi lain dari KPD. Jarak antara pecahnya ketuban dan permulaan dari persalinan disebut periode latent = L.P = “lag” period. Makin muda umur kehamilan makin memanjang L.P-nya.
Pada hakekatnya
kulit ketuban yang pecah akan menginduksi persalinan dengan sendirinya. Sekitar
70-80 % krhamilan genap bulan akan melahirkan dalam waktu 24 jam setelah kulit
ketuban pecah, bila dalam 24 jam setelah kulit ketuban pecah belum ada
tanda-tanda persalinan maka dilakukan induksi persalinan, dan bila gagal
dilakukan bedah caesar.
Pemberian
antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi pada ibu. Walaupun antibiotik
tidak berfaeadah terhadap janin dalam uterus namun pencegahan terhadap
chorioamninitis lebih penting dari pada pengobatanya sehingga pemberian
antibiotik profilaksis perlu dilakukan. Waktu pemberian antibiotik hendaknya
diberikan segera setelah diagnosis KPD ditegakan dengan pertimbangan : tujuan
profilaksis, lebih dari 6 jam kemungkinan infeksi telah terjadi, proses
persalinan umumnya berlangsung lebih dari 6 jam.
Beberapa penulis
meyarankan bersikap aktif (induksi persalinan) segera diberikan atau ditunggu
samapai 6-8 jam dengan alasan penderita akan menjadi inpartu dengan sendirinya.
Dengan mempersingkat periode laten durasi KPD dapat diperpendek sehingga resiko
infeksi dan trauma obstetrik karena partus tindakan dapat dikurangi.
Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat ketat terhadap keadaan janin, ibu dan jalannya proses persalinan berhubungan dengan komplikasinya. Pengawasan yang kurang baik dapat menimbulkan komplikasi yang fatal bagi bayi dan ibunya (his terlalu kuat) atau proses persalinan menjadi semakin kepanjangan (his kurang kuat). Induksi dilakukan dengan mempehatikan bishop score jika > 5 induksi dapat dilakukan, sebaliknya < 5, dilakukan pematangan servik, jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio sesaria.
Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat ketat terhadap keadaan janin, ibu dan jalannya proses persalinan berhubungan dengan komplikasinya. Pengawasan yang kurang baik dapat menimbulkan komplikasi yang fatal bagi bayi dan ibunya (his terlalu kuat) atau proses persalinan menjadi semakin kepanjangan (his kurang kuat). Induksi dilakukan dengan mempehatikan bishop score jika > 5 induksi dapat dilakukan, sebaliknya < 5, dilakukan pematangan servik, jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio sesaria.
II.6.2. penatalaksanaan KPD pada kehamilan preterm (<
37 minggu)
Pada kasus-kasus KPD dengan umur kehamilan yang kurang bulan tidak dijumpai tanda-tanda infeksi pengelolaanya bersifat koservatif disertai pemberian antibiotik yang adekuat sebagai profilaksis.
Pada kasus-kasus KPD dengan umur kehamilan yang kurang bulan tidak dijumpai tanda-tanda infeksi pengelolaanya bersifat koservatif disertai pemberian antibiotik yang adekuat sebagai profilaksis.
Penderita perlu
dirawat di rumah sakit, ditidurkan dalam posisi trendelenberg, tidak perlu
dilakukan pemeriksaan dalam untuk mencegah terjadinya infeksi dan kehamilan
diusahakan bisa mencapai 37 minggu, obat-obatan uteronelaksen atau tocolitic
agent diberikan juga tujuan menunda proses persalinan.
Tujuan dari
pengelolaan konservatif dengan pemberian kortikosteroid pada pnderita KPD
kehamilan kurang bulan adalah agar tercapainya pematangan paru, jika selama
menunggu atau melakukan pengelolaan konservatif tersebut muncul tanda-tanda
infeksi, maka segera dilakukan induksi persalinan tanpa memandang umur
kehamilan
Induksi persalinan sebagai usaha agar persalinan mulai berlansung dengan jalan merangsang timbulnya his ternyata dapat menimbulakan komplikasi-komplikasi yang kadang-kadang tidak ringan. Komplikasi-kompliksai yang dapat terjadi gawat janin sampai mati, tetani uteri, ruptura uteri, emboli air ketuban, dan juga mungkin terjadi intoksikasi.
Kegagalan dari induksi persalinan biasanya diselesaikan dengan tindakan bedan sesar. Seperti halnya pada pengelolaan KPD yang cukup bulan, tidakan bedah sesar hendaknya dikerjakan bukan semata-mata karena infeksi intrauterin tetapi seyogyanya ada indikasi obstetrik yang lain, misalnya kelainan letak, gawat janin, partus tak maju, dll.
Induksi persalinan sebagai usaha agar persalinan mulai berlansung dengan jalan merangsang timbulnya his ternyata dapat menimbulakan komplikasi-komplikasi yang kadang-kadang tidak ringan. Komplikasi-kompliksai yang dapat terjadi gawat janin sampai mati, tetani uteri, ruptura uteri, emboli air ketuban, dan juga mungkin terjadi intoksikasi.
Kegagalan dari induksi persalinan biasanya diselesaikan dengan tindakan bedan sesar. Seperti halnya pada pengelolaan KPD yang cukup bulan, tidakan bedah sesar hendaknya dikerjakan bukan semata-mata karena infeksi intrauterin tetapi seyogyanya ada indikasi obstetrik yang lain, misalnya kelainan letak, gawat janin, partus tak maju, dll.
Selain
komplikasi-kompilkasi yang dapat terjadi akibat tindakan aktif. Ternyata
pengelolaan konservatif juga dapat menyebabakan komplikasi yang berbahaya, maka
perlu dilakukan pengawasan yang ketat. Sehingga dikatan pengolahan konservatif
adalah menunggu dengan penuh kewaspadaan terhadap kemungkinan infeksi
intrauterin.
Sikap konservatif meliputi pemeriksaan leokosit darah tepi setiap hari, pem,eriksaan tanda-tanda vital terutama temperatur setiap 4 jam, pengawasan denyut jamtung janin, pemberian antibiotik mulai saat diagnosis ditegakkan dan selanjutnya stiap 6 jam.
Pemberian kortikosteroid antenatal pada preterm KPD telah dilaporkan secara pasti dapat menurunkan kejadian RDS. The National Institutes of Health (NIH) telah merekomendasikan penggunaan kortikosteroid pada preterm KPD pada kehamilan 30-32 minggu yang tidak ada infeksi intramanion. Sedian terdiri atas betametason 2 dosis masing-masing 12 mg i.m tiap 24 jam atau dexametason 4 dosis masing-masing 6 mg tiap 12 jam.
Sikap konservatif meliputi pemeriksaan leokosit darah tepi setiap hari, pem,eriksaan tanda-tanda vital terutama temperatur setiap 4 jam, pengawasan denyut jamtung janin, pemberian antibiotik mulai saat diagnosis ditegakkan dan selanjutnya stiap 6 jam.
Pemberian kortikosteroid antenatal pada preterm KPD telah dilaporkan secara pasti dapat menurunkan kejadian RDS. The National Institutes of Health (NIH) telah merekomendasikan penggunaan kortikosteroid pada preterm KPD pada kehamilan 30-32 minggu yang tidak ada infeksi intramanion. Sedian terdiri atas betametason 2 dosis masing-masing 12 mg i.m tiap 24 jam atau dexametason 4 dosis masing-masing 6 mg tiap 12 jam.
9. Strategi pada perawatan antenatal
- deteksi faktor risiko
- deteksi infeksi secara dini
- USG : biometri dan funelisasi
Trimester pertama : deteksi faktor risiko, aktifitas seksual, pH vagina, USG,
pemeriksaan Gram, darah rutin, urine.
Trimester kedua dan ketiga : hati-hati bila ada keluhan nyeri abdomen,
punggung, kram di daerah pelvis seperti sedang haid, perdarahan per vaginam,
lendir merah muda, discharge vagina, poliuria, diare, rasa menekan di pelvis.
REFERENSI
Wiknjosastro,H. 2005. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka