Showing posts with label INC. Show all posts
Showing posts with label INC. Show all posts

Friday, November 14, 2014

KETUBAN PECAH DINI (KPD)/ KETUBAN PECAH SEBELUM WAKTUNYA(KPSW)

1.      Difinisi
Ketuban pecah dini (KPD) atau ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW) atau ketuban pecah prematur (KPP) adalah keluarnya cairan dari jalan lahir/vagina sebelum proses persalinan.
Ada bermacam-macam batasan, teori dan definisi mengenai KPD. Beberapa penulis mendefinisikan KPD yaitu apabila ketuban pecah spontan dan tidak diikuti tanda-tanda persalinan , ada teori yang menghitung beberapa jam sebelum inpartu, misalnya 1 jam  atau 6 jam sebelum inpartu. Ada juga yang menyatakan dalam ukuran pembukaan servik pada kala I, misalnya ketuban pecah sebelum pembukaan servik pada primigravida 3 cm dan pada multigravida kurang dari 5 cm.
2.      Insidensi
Beberapa peneliti melaporkan hasil penelitian mereka dan didapatkan hasil yang bervariasi. Insidensi KPD berkisar antara 8 - 10 % dari semua kehamilan. Hal yang menguntungan dari angka kejadian KPD yang dilaporkan, bahwa lebih banyak terjadi pada kehamilan yang cukup bulan dari pada yang kurang bulan, yaitu sekitar 95 % , sedangkan pada kehamilan tidak cukup bulan atau KPD pada kehamilan preterm terjadi sekitar 34 % semua kekahiran prematur.
KPD merupakan komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan kurang bulan, dan mempunyai kontribusi yang besar pada angka kematian perinatal pada bayi yang kurang bulan. Pengelolaan KPD pada kehamilan kurang dari 34 minggu sangat komplek, bertujuan untuk menghilangkan kemungkinan terjadinya prematuritas.
3.      Etiologi
Walaupun banyak publikasi tentang KPD, namun penyebabnya masih belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan KPD, namun faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui. Kemungkinan yang menjadi faktor predesposisi adalah:

a.Infeksi
Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun asenderen dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD.
b. Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan pada servik uteri (akibat persalinan, curetage).
c. Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus) misalnya trauma, hidramnion, gemelli. Trauma oleh beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisisi atau penyebab terjadinya KPD. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun amnosintesis menyebabakan terjadinya KPD karena biasanya disertai infeksi.
d. Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah.
e. Keadaan sosial ekonomi
Faktor Lainnya
a.Faktor golongan darah
Akibat golongan darah ibu dan anak yang tidak sesuai dapat menimbulkan kelemahan bawaan termasuk kelemahan jarinngan kulit ketuban. b.Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu.
c.Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum.
d.Defisiesnsi gizi dari tembaga atau asam askorbat (Vitamin C).
4.      Faktor risiko / predisposisi ketuban pecah dini / persalinan preterm
1. kehamilan multipel : kembar dua (50%), kembar tiga (90%)
2. riwayat persalinan preterm sebelumnya : risiko 2 – 4x
3. tindakan sanggama : TIDAK berpengaruh kepada risiko, KECUALI jika higiene buruk, predisposisi terhadap infeksi
4. perdarahan pervaginam : trimester pertama (risiko 2x), trimester kedua/ketiga (20x)
5. bakteriuria : risiko 2x (prevalensi 7%)
6. pH vagina di atas 4.5 : risiko 32% (vs. 16%)
7. servix tipis / kurang dari 39 mm : risiko 25% (vs. 7%)
8. flora vagina abnormal : risiko 2-3x
9. fibronectin > 50 ng/ml : risiko 83% (vs. 19%)
10. kadar CRH (corticotropin releasing hormone) maternal tinggi misalnya pada stress psikologis, dsb, dapat menjadi stimulasi persalinan preterm

5. Diagnosa
Menegakkan diagnosa KPD secara tepat sangat penting. Karena diagnosa yang positif palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkakn bayi terlalu awal atau melakukan seksio yang sebetulnya tidak ada indikasinya. Sebaliknya diagnosa yang negatif palsu berarti akan membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko infeksi yang akan mengancam kehidupan janin, ibu atau keduanya. Oleh karena itu diperlukan diagnosa yang cepat dan tepat. Diagnosa KPD ditegakkan dengan cara :
1.Anamnesa
Penderita merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan yang banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir atau ngepyok. Cairan berbau khas, dan perlu juga diperhatikan warna, keluanya cairan tersebut tersebut his belum teratur atau belum ada, dan belum ada pengeluaran lendir darah.
2.Inspeksi
Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini akan lebih jelas
3.Pemeriksaan dengan spekulum.
Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak keluar cairan dari orifisium uteri eksternum (OUE), kalau belum juga tampak keluar, fundus uteri ditekan, penderita diminta batuk, megejan atau megadakan manuvover valsava, atau bagian terendah digoyangkan, akan tampak keluar cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada fornik anterior.
4.Pemeriksaan dalam
Didapat cairan di dalam vagina dan selaput ketuban sudah tidak ada lagi. Mengenai pemeriksaan dalam vagina dengan tocher perlu dipertimbangkan, pada kehamilan yang kurang bulan yang belum dalam persalinan tidak perlu diadakan pemeriksaan dalam. Karena pada waktu pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan mengakumulasi segmen bawah rahim dengan flora vagina yang normal. Mikroorganisme tersebut bisa dengan cepat menjadi patogen. Pemeriksaan dalam vagina hanya diulakaukan kalau KPD yang sudah dalam persalinan atau yang dilakukan induksi persalinan dan dibatasi sedikit mungkin.
5.Pemeriksaan Penunjang
5.1. Pemeriksaan laboraturium
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau dan pH nya. Cairan yang keluar dari vagina ini kecuali air ketuban mungkin juga urine atau sekret vagina. Sekret vagina ibu hamil pH : 4-5, dengan kertas nitrazin tidak berubah warna, tetap kuning.
5.1.a. Tes Lakmus (tes Nitrazin), jika krtas lakmus merah berubah menjadi birumenunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH air ketuban 7 – 7,5, darah dan infeksi vagina dapat mengahsilakan tes yang positif palsu.
51.b. Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun pakis.
5.2. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun sering terjadi kesalahn pada penderita oligohidromnion.(10,12)
Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup banyak macam dan caranya, namun pada umumnya KPD sudah bisa terdiagnosis dengan anamnesa dan pemeriksaan sedehana.
6. Komplikasi
a.       infeksi intra partum (korioamnionitis) ascendens dari vagina ke intrauterin.
b.      persalinan preterm, jika terjadi pada usia kehamilan preterm.
c.        prolaps tali pusat, bisa sampai gawat janin dan kematian janin akibat hipoksia (sering terjadi pada presentasi bokong atau letak lintang).
d.       oligohidramnion, bahkan sering partus kering (dry labor) karena air ketuban habis.
7. Prognosis
Prognosis ibu
1.      Infeksi intrapartal/dalam persalinan
Jika terjadi infeksi dan kontraksi ketuban pecah maka bisa menyebabkan sepsis yang selanjutnya dapat mengakibatkan meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas
2.      Infeksi puerperalis/ masa nifas
3.      Dry labour/Partus lama
4.      Perdarahan post partum
5.      Meningkatkan tindakan operatif obstetri (khususnya SC)
6.      Morbiditas dan mortalitas maternal
Prognosis janin
1.      Prematuritas
Masalah yang dapat terjadi pada persalinan prematur diantaranya adalah respiratory distress sindrome, hypothermia, neonatal feeding problem, retinopathy of premturity, intraventricular hemorrhage, necrotizing enterocolitis, brain disorder (and risk of cerebral palsy), hyperbilirubinemia, anemia, sepsis.
2.      Prolaps funiculli/ penurunan tali pusat
3.      Hipoksia dan Asfiksia sekunder (kekurangan oksigen pada bayi)
Mengakibatkan kompresi tali pusat, prolaps uteri, dry labour/pertus lama, apgar score rendah, ensefalopaty, cerebral palsy, perdarahan intrakranial, renal failure, respiratory distress.
4.      Sindrom deformitas janin
Terjadi akibat oligohidramnion. Diantaranya terjadi hipoplasia paru, deformitas ekstremitas dan pertumbuhan janin terhambat (PJT)
5.      Morbiditas dan mortalitas perinatal
8. Penatalaksanaan
Ketuban pecah dini ternasuk dalam kehamilan beresiko tinggi. Kesalahan dalam mengelola KPD akan membawa akibat meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas ibu maupun bayinya. Penatalaksaan KPD masih dilema bagi sebagian besar ahli kebidanan, selama masih beberapa masalah yang masih belum terjawab. Kasus KPD yang cukup bulan, kalau segera mengakhiri kehamilan akan menaikkan insidensi bedah sesar, dan kalau menunggu persalinan spontan akan menaikkan insidensi chorioamnionitis. Kasus KPD yang kurang bulan kalau menempuh cara-cara aktif harus dipastikan bahwa tidak akan terjadi RDS (Respiratory Distress syndrome), dan kalau menempuh cara konservatif dengan maksud untuk memberi waktu pematangan paru, harus bisa memantau keadaan janin dan infeksi yang akan memperjelek prognosis janin.
Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan. Kalau umur kehamilan tidak diketahui secara pasti segera dilakukan pemeriksaann ultrasonografi (USG) untuk mengetahui umur kehamilan dan letak janin. Resiko yang lebih sering pada KPD dengan janin kurang bulan adalah RDS dibandingkan dengan sepsis. Oleh karena itu pada kehamilan kurang bulan perlu evaluasi hati-hati untuk menentukan waktu yang optimal untuk persalinan. Pada umur kehamilan 34 minggu atau lebih biasanya paru-paru sudah matang, chorioamnionitis yang diikuti dengan sepsi pada janin merupakan sebab utama meningginya morbiditas dan mortalitas janin. Pada kehamilan cukup bulan, infeksi janin langsung berhubungan dengan lama pecahnya selaput ketuban atau lamanya perode laten. Kebanyakan penulis sepakat mengambil 2 faktor yang harus dipertimbangkan dalam mengambil sikap atau tindakan terhadap penderita KPD yaitu umur kehamilan dan ada tidaknmya tanda-tanda infeksi pada ibu.
II.6.1. Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm (> 37 Minggu)
Beberpa penelitian menyebutkan lama periode laten dan durasi KPD keduanya mempunyai hubunngan yang bermakna dengan peningkatan kejadian infeksi dan komplikasi lain dari KPD. Jarak antara pecahnya ketuban dan permulaan dari persalinan disebut periode latent = L.P = “lag” period. Makin muda umur kehamilan makin memanjang L.P-nya.
Pada hakekatnya kulit ketuban yang pecah akan menginduksi persalinan dengan sendirinya. Sekitar 70-80 % krhamilan genap bulan akan melahirkan dalam waktu 24 jam setelah kulit ketuban pecah, bila dalam 24 jam setelah kulit ketuban pecah belum ada tanda-tanda persalinan maka dilakukan induksi persalinan, dan bila gagal dilakukan bedah caesar.
Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi pada ibu. Walaupun antibiotik tidak berfaeadah terhadap janin dalam uterus namun pencegahan terhadap chorioamninitis lebih penting dari pada pengobatanya sehingga pemberian antibiotik profilaksis perlu dilakukan. Waktu pemberian antibiotik hendaknya diberikan segera setelah diagnosis KPD ditegakan dengan pertimbangan : tujuan profilaksis, lebih dari 6 jam kemungkinan infeksi telah terjadi, proses persalinan umumnya berlangsung lebih dari 6 jam.
Beberapa penulis meyarankan bersikap aktif (induksi persalinan) segera diberikan atau ditunggu samapai 6-8 jam dengan alasan penderita akan menjadi inpartu dengan sendirinya. Dengan mempersingkat periode laten durasi KPD dapat diperpendek sehingga resiko infeksi dan trauma obstetrik karena partus tindakan dapat dikurangi.
Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat ketat terhadap keadaan janin, ibu dan jalannya proses persalinan berhubungan dengan komplikasinya. Pengawasan yang kurang baik dapat menimbulkan komplikasi yang fatal bagi bayi dan ibunya (his terlalu kuat) atau proses persalinan menjadi semakin kepanjangan (his kurang kuat). Induksi dilakukan dengan mempehatikan bishop score jika > 5 induksi dapat dilakukan, sebaliknya < 5, dilakukan pematangan servik, jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio sesaria.
II.6.2. penatalaksanaan KPD pada kehamilan preterm (< 37 minggu)
Pada kasus-kasus KPD dengan umur kehamilan yang kurang bulan tidak dijumpai tanda-tanda infeksi pengelolaanya bersifat koservatif disertai pemberian antibiotik yang adekuat sebagai profilaksis.
Penderita perlu dirawat di rumah sakit, ditidurkan dalam posisi trendelenberg, tidak perlu dilakukan pemeriksaan dalam untuk mencegah terjadinya infeksi dan kehamilan diusahakan bisa mencapai 37 minggu, obat-obatan uteronelaksen atau tocolitic agent diberikan juga tujuan menunda proses persalinan.
Tujuan dari pengelolaan konservatif dengan pemberian kortikosteroid pada pnderita KPD kehamilan kurang bulan adalah agar tercapainya pematangan paru, jika selama menunggu atau melakukan pengelolaan konservatif tersebut muncul tanda-tanda infeksi, maka segera dilakukan induksi persalinan tanpa memandang umur kehamilan
Induksi persalinan sebagai usaha agar persalinan mulai berlansung dengan jalan merangsang timbulnya his ternyata dapat menimbulakan komplikasi-komplikasi yang kadang-kadang tidak ringan. Komplikasi-kompliksai yang dapat terjadi gawat janin sampai mati, tetani uteri, ruptura uteri, emboli air ketuban, dan juga mungkin terjadi intoksikasi.
Kegagalan dari induksi persalinan biasanya diselesaikan dengan tindakan bedan sesar. Seperti halnya pada pengelolaan KPD yang cukup bulan, tidakan bedah sesar hendaknya dikerjakan bukan semata-mata karena infeksi intrauterin tetapi seyogyanya ada indikasi obstetrik yang lain, misalnya kelainan letak, gawat janin, partus tak maju, dll.
Selain komplikasi-kompilkasi yang dapat terjadi akibat tindakan aktif. Ternyata pengelolaan konservatif juga dapat menyebabakan komplikasi yang berbahaya, maka perlu dilakukan pengawasan yang ketat. Sehingga dikatan pengolahan konservatif adalah menunggu dengan penuh kewaspadaan terhadap kemungkinan infeksi intrauterin.
Sikap konservatif meliputi pemeriksaan leokosit darah tepi setiap hari, pem,eriksaan tanda-tanda vital terutama temperatur setiap 4 jam, pengawasan denyut jamtung janin, pemberian antibiotik mulai saat diagnosis ditegakkan dan selanjutnya stiap 6 jam.
Pemberian kortikosteroid antenatal pada preterm KPD telah dilaporkan secara pasti dapat menurunkan kejadian RDS. The National Institutes of Health (NIH) telah merekomendasikan penggunaan kortikosteroid pada preterm KPD pada kehamilan 30-32 minggu yang tidak ada infeksi intramanion. Sedian terdiri atas betametason 2 dosis masing-masing 12 mg i.m tiap 24 jam atau dexametason 4 dosis masing-masing 6 mg tiap 12 jam.
9. Strategi pada perawatan antenatal
- deteksi faktor risiko
- deteksi infeksi secara dini
- USG : biometri dan funelisasi
Trimester pertama : deteksi faktor risiko, aktifitas seksual, pH vagina, USG, pemeriksaan Gram, darah rutin, urine.
Trimester kedua dan ketiga : hati-hati bila ada keluhan nyeri abdomen, punggung, kram di daerah pelvis seperti sedang haid, perdarahan per vaginam, lendir merah muda, discharge vagina, poliuria, diare, rasa menekan di pelvis.




REFERENSI
Wiknjosastro,H. 2005. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka


DEFINISI GAWAT JANIN

A.    PENGERTIAN
Gawat janin adalah keadaan / reaksi ketika janin tidak memperoleh oksigen yang cukup. Gawat Janin dapat diketahui dari tanda-tanda sbb :
a.       Frekwensi bunyi jantung janin kurang dari 100 x / menit atau lebih dari 180 x / menit.
b.      Berkurangnya gerakan janin ( janin normal bergerak lebih dari 10 kali per hari ).
c.       Adanya air ketuban bercampur mekonium, warna kehijauan
Indikasi-indikasi dari kemungkinan gawat janin:
  1. Bradikardi, denyut jantung janin (+) yang kurang dari 120 x/menit
  2. Takikardi, akselerasi denyut jantung janin yang memanjang lebih dari 160x/menit. Dapat dihubungkan dengan demam ibu sekunder terhadap infeksi intrauteri. Prematuritas dan atropin juga di hubungkan dengan denyut jantung dasar yang meningkat.
  3. Variabililtas denyut jantung dasar yang menurun, yang berarti depresi sistem syaraf anatomi janin untuk medikasi ibu (atropin, skopopamin, diazepam, fenolbarbitas, magnesium dan analgesic naikotik)
  4. Pola deselerasi, deselerasi lanjut menunjukkan hipoksia janin yang disebabkan oleh isufisiensi uteroplasma. Deselerasi yang bervariasi tidak berhubungan dengan uterus adalah  lebih sering dan muncul untuk menjalankan kompresi sementara waktu saja dari pembuluh darah umbillikus. Peningkatan hipoksia janin adalah deselerasi lanjut, penurunan variabilitas, bradikaria yang menetap dan pola gelombang sinus.

B.     ETIOLOGI
Faktor ibu :
a)      Oksigen ibu
b)      Anemia yang signifikan
c)      Penurunan aliran darah uterin
d)     Posisi supine atau hipotensi lain
e)      Preeklampsia
f)       Kondisi ibu yang kronis
g)      Hipertensi

Faktor Uteroplasental
a)      Kontraksi uterus
b)       Hiperstimulasi, solusio plasenta
c)       Disfungsi uteroplasental
d)      Infark plasental
e)       Korioamnionitis
f)        Disfungsi plasental ditandai oleh IUGR,
g)      Oligohidramnion
Faktor Janin
a)      Kompresi tali pusat
b)      Oligohidramnion
c)      Prolaps tali pusat
d)     Puntiran tali pusat
e)      Oksigen
f)       Anemia berat
Adapun janin yang beresiko tinggi untuk mengalami gawat janin adalah (BAN.334) :
1)      Janin yang pertumbuhannya terhambat
2)      Janin dari ibu dengan diabetes melitus
3)      Janin Preterm dan Posterm
4)      Janin dengan kelainan letak
5)      Janian kelainan bawahan atau infeksi
Gawat janin pada saat persalinan dapat terjadi bila :
a.       Persalinan berlangsung lama
b.      Induksi persalinan dengan oksitosin
c.       Ada perdarahan atau infeksi
d.      Insufisiensi plasenta : posterm, preeklamsi
e.       Ibu diabetes
f.       Prolapsus tali pusat

C.     DIAGNOSIS
Diagnosis gawat janin saat persalinan didasarkan pada denyut jantung janin yang abnormal. Diagnosis lebih pasti jika disertai air ketuban hijau dan kental/sedikit
Perlu diperhatikan bahwa :
a.       DJJ normal dapat melambat sewaktu His, dan segera kembali normal setelah relaksasi
b.      DJJ lambat (kurang dari 100 per menit) saat tidak ada his, menunjukan adanya gawat janin
c.       DJJ cepat (lebih dari 180 permenit) yang disertai takhikardi ibu bisa karena ibu demam, efek obat, hipertensi, atau amnionitis. Jika denyut jantung ibu normal denyut jantung janin yang cepat sebaiknya dianggap sebagai tanda gawat janin
d.      Adanya mekonium pada cairan amnion lebih sering terlihat saat janin mencapai maturitas dan dengan sendirinya bukan merupakan tanda gawat janin. Sedikit mekonium tanpa dibarengi dengan kelainan DJJ merupakan suatu peringatan untuk pengawasan lebih lanjut.
e.       Mekonim kental merupakan tanda pengeluaran mekonium pada cairan amnion yang berkurang dan merupakan indikasi perlunya persalinan yang lebih cepat dan penanganan mekonium pada saluran nafas atas neonatus untuk mencegah aspirasi mekonium.
f.       Pada presentasi sungsang, mekonium dikeluarkan pada saat persalinan sebagai akibat kompresi abdomen janin pada saat persalinan. Hal ini bukan merupakan tanda kegawatan kecuali jika hal ini terjadi pada awal persalinan.
Asfiksia intrapartum dan komplikasi:
1)      Skor Apgar 0-3 selama >/= 5 menit
2)      Sekuele neurologis neonatal
3)      Disfungsi multiorgan neonatal
4)      pH arteri tali pusat 7,0
5)      Defisit basa arteri tali pusat >/= 16 mmol/L

D.    PENANGANAN
Jika DJJ diketahui tidak normal dengan atau tanpa kontaminasi mekonium pada cairan amnion, lakukan hal sebagai berikut :
1.      Jika sebab dari ibu diketahui (seperti demam, obat-obatan) mulailah penanganan yang sesuai
2.      Jika sebab dari ibu tidak diketahui dan denyut jantung janin tetap abnormal sepanjang paling sedikit 3 kontraksi, lakukan pemeriksaan dalam untuk mencari gawat janin :
a.       Jika terdapat perdarahan dan nyeri  yang hilang timbul atau menetap pikirkan kemungkinan solusio plasenta
b.      Jika terdapat tanda-tanda infeksi (demam, sekter vagina berbau tajam) berikan antibiotika untuk amnionitis
c.       Jika tali pusat terletak di bagian bawah janin atau dalam vagina, lakukan penanganan prolap tali pusat yaitu (APN 2008):
1)      Gunakan sarung tangan DTT, letakkan satu tangan di vagina dan jauhkan kepala janin dari tali pusat yang menumbung. Tangan lain mendorong bayi melalui dinding abdomen agar bagian terbawah janin tidak menekan tali pusatnya (minta keluarga ikut membantu)
2)      Segera rujuk ke fasilitas yang memiliki kemampuan penatalaksanaan gawat darurat obstetric dan bayi baru lahir
3)      Dampingi ibu ke tempat rujukan. Berikan dukungan dan semangat
ATAU
1)      Minta ibu untuk mengambil posisi bersujud dimana posisi bersujud dimana posisi bokong berada jauh di atas kepala ibu dan pertahankan posisi ini hingga tiba di tempat rujukan
2)      Segera rujuk ke fasilitas yang memiliki kemampuan penatalaksanaan gawat darurat obstetric dan bayi baru lahir
3)      Dampingi ibu ke tempat rujukan. Berikan dukungan dan semangat
3.      Jika DJJ tetap abnormal atau jika terdapat  tanda-tanda lain gawat janin (mekonium kental pada cairan amnion) rencanakan persalianan :
a.       Jika seviks telah berdilatasi dan kepala janin tidak lebih dari 1/5 di atas simpisis pubis atau bagian teratas tulang kepala janin berada di stasion 0 lakukan persalian dengan ekstrasi vakum atau vorceps
b.      Jika serviks tidak berdilatasi penuh dan kepala janin berada lebih lebih dari 1/5 bagian diatas simpisis pubis atau bagian teratas tulang kepala janin berada di atas stasion 0, lakukan persalinan dengan seksio sesaria.
Penanganan Gawat Janin :
a         Tingkatkan oksigen pada janin dengan cara ‘Resusitasi Intrauterin’ (APN 2008):
·         Mintalah si ibu merubah posisi tidurnya: Baringkan ibu miring ke kiri dan anjurkan bernafas cecara teratur
·         Berikan cairan kepada ibu secara oral atau IV: Pasang infuse menggunakan jarum berdiameter besar (ukuran 16 atau 18) dan berikan RL atau garam fisiologis (NS) dengan tetesan 125 cc/jam
·         Berikan Oksigen
b        Periksa kembali denyut jantung janin. Bila frekwensi bunyi jantung janin masih tidak normal, maka dirujuk, Bila merujuk tidak mungkin, siap-siap untuk menolong BBL dengan asfiksia.
c         Anjurkan ibu hamil in-partu berbaring kesisi kiri untuk meningkatkan aliran oksigen ke janinnya. Hal ini biasanya meningkatkan aliran darah maupun oksigen melalui plasenta lalu ke janin. Bila posisi miring ke kiri tidak membantu. Coba posisi yang lain (miring ke kanan, posisi sujud). Meningkatkan oksigen ke janin dapat mencegah atau mengobati Gawat Janin.

E.     PENCEGAHAN
Cara mencegah terjadinya Gawat Janin :
d        Gunakan partograf untuk memantau persalinan.
e         Anjurkan ibu sering berganti posisi selama persalinan. Ibu hamil yang berbaring terlentang dapat mengurangi aliran darah ke rahimnya.

SUMBER :
APN 2008 dan Inisiasi Menyusu Dini.2008.Jakarta:JNPK-KR
Llewellyn, Derek.2002.Dasar-dasar Obstetri dan Ginekologi.Jakarta:Hipokrates
Prawirohardjo, Sarwono.2007.Ilmu Kebidanan.Jakarta:Yayasan Bina Pustaka

                           2006.BAN Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.Jakarta:Yayasan Bina Pustaka