Wednesday, June 24, 2015

PELVICITIS


Pengertian

Pelvisitis atau peradangan pada organ-organ pelvis merupakan suatu istilah umum yang biasanya digunakan untuk menggambarkan keadaan atau kondisi dimana pelvis (uterus, tuba falopii atau ovarium) diserang oleh mikroorganisme patogen. Organisme-organisme ini biasanya bakteri, mereka melakukan multiplikasi dan menghasilkan suatu reaksi peradangan. Penyebarannya dari serviks melalui rongga endometrium ke dalam endosalping atau melalui jalur vena dan saluran getah bening dari ligamentum

Gejala infeksi genital yang dikatakan sebagai penyakit radang pelvis (PID) sering merupakan suatu gabungan yang dihasilkan berbagai derajat peradangan yang melibatkan endometrium dan tuna, walaupun bakteri dapat mencapai uterus, tuba dan ovarium melalui aliran darah, jalur penyebaran yang umum adalah :
  • Migrasi ke atas dari serviks melalui rongga endometrium ke dalam endosalping (jalur umum infeksi gonore).
  • Jalur vena dan saluran getah bening dari ligamentum latum.

Infeksi pelvis dapat dipisahkan ke dalam tiga kategori dasar :
  1. Infeksi yang terjadi setelah kuretase dan postabortus serta infeksi postpartum.
  2. Infeksi postoperatif biasanya berkembang dari organisme-organisme yang terbawa ke dalam tempat operasi dari kulit, vagina atau yang lebih jarang dari traktus gastrointestinalis sewaktu pembedahan.
  3. Infeksi pelvis yang terjadi pada pasien yang tidak hamil tanpa didahului pembukaan bedah rongga abdomen atau endometrium.

Bakteri yang biasanya bertanggung jawab terhadap infeksi pelvis adalah organisme eksogen (diperoleh dari masyarakat atau rumah sakit) atau organisme endoogen (normal ditemukan dalam saluran genital wanita atau saluran usus). Biasanya tidak patogen, namun organisme endogen ini dapat menjadi patogen pada keadaan di mana ketahanan pejamu berubah. Infeksi pelvis akut sering etiologinya polimikrobial, infeksi campuran mikroorganisme aerob dan anaerob.

Resistensi pejamu terhadap infeksi tampaknya menurun setelah abortus, melahirkan, pembedahan, pecah ketuban yang memanjang dan trauma. Faktor-faktor presdiposisi lainnya dari infeksi pelvis meliputi pemakaian AKDR, produk konsepsi yang tertinggal, mentrusasi dan salpingitis gonokokus sebelumnya.

Infeksi anaerob spesimen yang memadai untuk biakan anaerob meliputi darah, cairan kavum douglasi, dan aspirasi abses. Sangat penting bahwa spesimen dikirimkan ke laboratorium bakterologi dalam suatu medium transpor yang telah direduksi sebelumnya arau dalam spuit bertutup bebas udara.

Tanda dan Gejala 

Gejala muncul setelah siklus menstruasi penderita mengeluh nyeri pada perut bagian bawah yang semakin memburuk dan disertai mual muntah. Gejala lain:
  • Keputihan berwarna dan berbau tidak normal
  • Demam lebih dari 370C
  • Spotting
  • Dismenore
  • Dispareunia à nyeri saat berhubungan seksual
  • Postcoital bleeding
  • Nyeri punggung bagian bawah
  • Kelelahan
  • Nafsu makan berkurang
  • Poliuria
  • Disuria

Infeksi bakteroides dicurigai apabila terdapat keadaan-keadaan berikut :
  • Infeksi sistemik yang menyulitkan manipulasi traktur gastrointestinalis atau oragan pelvis wanita.
  • Eksudar berbau busuk yang mengadung basil garam negatif yang tidak berhasil tumbuh dalam biakan aerob rutin.
  • Adanya gas didalam abses.
  • Adanya tromboflebitis septik pelvis dan atau embolis septik.
  • Tidak ada respon terhadap antibiotik bakterisidal yang lazim digunakan.
  • Adanya garam negatif, batang plemorfik yang buruk menyerap warna terutama bila sejumlah mikroorganisme tersebut intrasuler.
Diagnosa

Diagnosa ditegakan berdasarkan gejala dan hasil dari pemeriksaan fisik yang dilakukan pemeriksaan panggul dan perabaan perut. Pemeriksaan lainya dilakukan :
  1. Pemeriksaan darah lengkap
  2. Pemeriksaan cairan dari serviks
  3. Kuldosintesi
  4. Laparaskopi
  5. USG panggul

Penanganan

Pelviksitis tanpa komplikasi bisa diobati dengan antibiotik dan penderita tidak perlu dirawat. Jika terjadi komplikasi/ penyebaran infeksi maka penderita harus dirawat di RS. Jika tidak ada respon terhadap pemberian obat antibiotik, mungkin perlu dilakukan pembedahan. Pasangan penderita juga sebaiknya menjalani pengobatan secara bersamaan dan selama menjalani pengobatan jika melakukan hubungan seksual pasangan penserita sebainya menggunakan kondom.

Terapi antibiotik pinisilin G sering efektif sebagai agen primer dalam pengobatan infeksi yang disebabkan oleh streptococcus, clostridium, neisseria gonorrhoeae dan bakteri anaerob dengan percecualiar bakteriodes.

Uji suseptibilitas harus dilakukan. Pemilihan antibiotik didasarkan pada :
  • Kemungkinan sumber infeksi (didapat dari masyarakat atau dari rumah sakit.
  • Sediaan apus dengan perwarnaan garam.
  • Terapi antibiotik lainya.
  • Penilaian patogen yang paling mungkin dari pengalaman infeksi serupa sebelumnya.
  • Pola resistensi bakteri terakhir dari rumah sakit dan masyarakat.
  • Riwayat pasien terhadap alergi atau atau seksifitas

Contoh regimen kombinasi yang dianjurkan adalah :
  1. Doksisiklin (600 mg, IV, dua kali sehari) dengan sefeksitis (2,0 gr, IV, empat kali sehari) memberikan pengamatan terhadap N. Gonorrhoeae, meliputi PPNG, dan c. Trachomatis, akan tetap tidak memberikan pengobatan optimal terhadap anaerob, masa pelvis atau infeksi pelvis yang berkaitan dengan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR).
  2. Klindamisin (600 mg, IV, empat kali sehari) dengan gentamisin atau tobramisis (2,0 mg/kg, IV, diikuti dengan 1,5 mg.kg, IV, tiga kali sehari pada pasien dengan fungsi ginjal yang normal) dapat memberikan aktivitas optimal terhadap bakteri anaerob dan batang garam negatif fakultatif, tetapi tidak memberikan aktivitas optimal terhadap C. Tracformatif dan N. Gonorrhoeae.
  3. doksisiklin (100 mg, IV, dua kali sehari) dengan metronidazol (1,0 g, IV, dua kali sehari) memberikan penanganan yang baik tehadap anaerob dan C. Trachomatis.

HEPATITIS DALAM KEHAMILAN








Definisi


Hepatitis adalah penyakit infeksi dengan gejala utama berhubungan erat dengan adanya nekrosis pada hati, yang disebabkan oleh virus yaitu virus hepatitis A, virus hepatitis B, virus hepatitis C dan virus-virus lain (Arif Mansjoer, 1999: 513). Pada kasus hepatitis B dapat terjadi penularan lewat darah atau cairan tubuh orang yang terinfeksi masuk ke dalam tubuh orang lain. Cairan tubuh ini mencakup ludah, basahan vagina, dan air mani (Susan Klein dan Fiona Thompson, 2008: 427).
Ada 4 macam bentuk kemungkinan perjalanan penyakit hepatitis B, yaitu:
  1. Hepatitis fulminan yang umumnya berakhir dengan kematian 
  2. Hepatitis akut dengan penyembuhan 
  3. Hepatitis akut yang menjadi kronik 
  4. Bentuk laten yang menjadi kronik 

Hepatitis dikatakan kronik bila penyakit menetap, tidak menyembuh secara klinis atau laboratorium atau pada gambaran patologi anatomi selama 6 bulan. Ada 2 bentuk hepatitis kronik, yaitu:
  1. Hepatitis kronik persisten 
  2. Hepatitis kronik aktif 
Tanda-tanda Hepatitis

Menurut Susan Klein dan Fiona Thompson (2008) tanda-tanda penderita hepatitis adalah:
  1. Tidak ada selera makan 
  2. Merasa lelah dan lemah 
  3. Mata kuning dan kadang-kadang kulitnya juga (khususnya pada telapak tangan, telapak kaki dan kuku-kukunya) 
  4. Rasa sakit di perut atau mual-mual 
  5. Urine berwarna coklat dan feses terlihat keputihan 
  6. Tidak menunjukkan tanda-tanda sama sekali 
Selain itu manifestasi klinik dari hepatitis adalah (Arif Mansjoer, 1999: 513):
  • Stadium praikterik berlangsung selama 4-7 hari. Pasien mengeluh sakit kepala, lemah, anoreksia, mual, muntah, demam, nyeri otot, dan nyeri di perut kanan atas. Urin menjadi lebih coklat.
  • Stadium ikterik yang berlangsung 3-6 minggu. Ikterus mula-mula terlihat pada sclera, kemudian pada kulit seluruh tubuh. Keluhan-keluhan berkurang, tetapi pasien masih lemah, anoreksia dan muntah. Tinja mungkin berwarna kelabu atau kuning muda. Hati membesar dan nyeri tekan.
  • Stadium pascaikterik (rekonvalesensi). Ikterus mereda, warana urin dan tinja menjadi normal lagi. Penyembuhan pada anak-anak lebih cepat dari orang dewasa, yaitu pada akhir bulan kedua, karena penyebab yang biasanya berbeda.

Pencegahan

Menurut Arif Mansjoer (1999) pencegahan yang dapat dilakukan terhadap virus hepatitis A yaitu:
Penyebaran secar fekal-oral, pencegahan masih sulit karena adanya karier dari virus tipe A yang sulit ditetapkan.
Virus ini resisiten terhadap cara-cara sterilisasi biasa, termasuk klorinasi. Sanitasi yang sempurna, kesehatan umum dan pembuangan tinja yang baik sangat penting. Tinja, darah dan urin pasien harus dianggap infeksius. Virus dikeluarkan di tinja mulai sekitar 2 minggu sebelum ikterus


Pencegahan terhadap hepatitis B yaitu:

Dapat ditularkan melalui darah dan produk darah. Darah tidak dapat disterilkan dari virus hepatitis. Pasien hepatitis sebaiknya tidak menjadi donor darah.

Usaha pencegahan yang paling efektif adalah imunisasi. Imunisasi hepatitis B dilakukan pada bayi-bayi setelah dilakukan penyaring HBsAg pada ibu-ibu hamil. Namun saat ini dibeberapa negara, bayi-bayi yang lahir diberi vaksinasi hepatitis B tanpa melakukan pemeriksaan penyaring pada ibunya.


Cara Menangani

Menurut Susan Klein dan Fiona Thompson (2008 : 427) dijelaskan bahwa tidak ada obat yang bisa menyembuhkan hepatitis. Faktanya, obat malah akan menyakiti hati lebih jauh. Namun banyak orang bisa sembuh dari hepatitis B. kesembuhan terjadi bukan karena obat, melainkan karena banyak istirahat, menyantap makanan yang bergizi yang bisa dicerna dan tidak minum alcohol.


Selain itu menurut Arif Mansjoer (1999 : 514) penatalaksanaan hepatitis yaitu:
  • Istirahat
    Pada periode akut dan keadaan lemah diharuskan cukup istirahat. Istirahat mutlak tidak terbukti dapat mempercepat penyembuhan. Kecuali diberikan pada mereka yang dengan umur tua dan keadaan umum yang buruk. 
  • Diet
    Jika pasien mual, tidak nafsu makan atau muntah-muntah, sebaiknya diberikan infuse. Jika sudah tidak mual lagi, diberikan makanan yang cukup kalori (30-35 kalori/kg BB) dengan protein cukup (1 g/kg BB). Pemberian lemakn sebenarnya tidak perlu dibatasi. Dulu ada kecendrungan untuk membatasi lemak, karena disamakan dengan penyakit kandungan empedu. Dapat diberikan diet hati II-III
Medikamentosa 

  • Kortikosteroid tidak diberikan bila untuk mempercepat penurunan billirubin darah. Kortikosteroid dapat diberikan pada kolestasis yang berkepanjangan.
  • Berikan obat-obat yang bersifat melindungi hati.
  • Antibiotik tidak jelas kegunaannya.
  • Jangan diberikan antiemetik.
  • Vitamin K diberikan pada kasus dengan kecendrungan perdarahan. Bila pasien dalam keadaan prekoma atau koma, penanganan seperti pada koma hepatik

Hepatitis B dan Kehamilan

Menurut Susan Klein dan Fiona Thompson (2008 : 428), jika wanita memiliki tanda-tanda hepatitis B saat hamil, dia harus segera meminta bantuan medis. Di sana dia akan divaksinasi agar bayinya tidak terinfeksi.