Beberapa gangguan atau kelainan yang sering terjadi
pada bayi baru lahir :
1. Kelainan
Jantung
Insiden 17,9 per 10.000 kelahiran
(ONS, 2001).
Masalah jantung dapat menyebabkan
pemburukan pada kondisi bayi setelah kelahiran, terutama bila sirkulasi masih
bergantung pada duktus arteriosusnya yang masih terbuka (Newel et la., 1997).
Bayi biasanya menunjukan hal – hal
sebagai berikut :
·
Tanda gagal jantung :
-
Sesak nafas
-
Takikardia
·
Sianosis, termasuk ketika menyusu atau menangis,
gagal menyelesaikan proses menyusu.
2. Sindrom
Down
Insiden 6,0 per 10.000 kelahiran
(ONS, 2001)
Meskipun kemampuan tiap bayi
bervariasi, bayi dengan sindrom Down akan mengembangkan kepribadian dan ciri
khasnya seperti anak lain. Bayi dan anak dengan sindrom Down biasanya agak
lambat mencapai tugas perkembangannya dan mereka mengalami berbagai derajat
kesulitan belajar juga beberapa ciri khas sindrom Down lainnya (DSA, 2001).
Minoritas bayi tidak dapat bertahan
sampai masa baru lahir karena penyakit jantung kongenital mayor, juga
kemungkinan menderita kelainan gastrointestinal, seperti atresia esofagus,
atresia duodenum, dan/atau anus imperforata.
Diagnosis dicurigai saat lahir,
namun darah dapat diambil untuk pemeriksaan kromosom karena hasilnya harus
menunggu beberapa saat. Bayi dengan sindrom Down memiliki ciri – ciri sebagai
berikut :
·
Mata miring berbentuk buah salmon dengan
kelebihan lipatan kulit (lipatan epikantus).
·
Mulut kecil umumnya dengan lidah yang
menonjol.
·
Oksiput datar dengan leher kurus.
·
Tangan lebar, jari pendek, jari manis
pendek melengkung ke dalam, dan kadang lipatan telapak tunggal (simian).
·
Saat memegang bayi biasanya terasa
lunglai. Namun hal ini akan membaik saat bayi semakin besar.
Beberapa
bayi dengan sindrom Down tidak memiliki kekuatan dan keinginan menyusu pada
hari – hari awal. Masalah ini, dan pengoordinasian antara menyusu dan bernafas,
biasanya akan hilang dalam 2 minggu pertama, meskipun bisa juga memerlukan
waktu yang lebih lama bila menyusu ASI, dan peningkatan berat badan lambat
(DSA, 2001)
3. Sumbing
bibir dan/atau sumbing palatum
Insiden : sumbing bibir hanya 2,2
per 10.000 kelahiran; sumbing palatum hanya 3,2 per 10.000 kelahiran; sumbing
bibir dan palatum 3,8 per 10.000 kelahiran (ONS, 2001).
Tindakan pembedahan dilakukan
bergantung pada jenis sumbing. Sumbing bibir diperbaiki dalam 6 bulan pertama,
beberapa kasus dalam sebulan setelah lahir. Sumbing palatum biasanya diperbaiki
saat bayi mencapai umur satu tahun (CLAPA, 2003).
Bayi dengan sumbing palatum mudah
tersedak dan berisiko mengalami aspirasi bila dipaksa menyusu. Untuk mencegah
tersedak / aspirasi, jangan posisikan bayi terlentang saat menyusu (Martin
& Bannister, 2003).
Bayi dengan sumbing palatum
mempunyai posisi otot elevator dan tenor Palatine yang salah, akibatnya gerakan
langitan lunak tidak efisien untuk menciptakan tekanan negatif dan dapat
menyebabkan kesulitan saat menyusu, meskipun tampaknya bayi seperti menyusu
dengan baik. Pengatupan bibir harus dibantu agar menjamin bayi mampu menghisap
payudara dan tidak lepas, dan memungkinkan bayi benar – benar berhasil
menghisap ASI (Martin & Bannister, 2003).
4. Gastroskisis
/ Eksomfalos
Insiden gastroskisis 1,8 per 10.000
kelahiran; eksomfalos 1,0 per 10.000 kelahiran (ONS, 2001).
Kelainan ini merupakan herniasi isi
abdomen pada umbilikus.
Eksomfalos adalah herniasi isi
perut ke bagian ekstra-embrionik tali pusat sehingga ditutupi oleh kantong
membran. Eksomfalos kadang berhubungan dengan efek kromosom lain, seperti
sindrom Edward (Hull & Johnston, 1999).
Gastroskisis adalah penonjolan
kulit melalui dinding abdomen (biasanya di sebelah kanan tali pusat yang
sehat). Usus tidak tertutup sehingga berisiko infeksi dan trauma. Gastroskisis
biasanya tidak berhubungan dengan abnormalitas kromosom (Hull & Johnston,
1999).
Keberhasilan pembedahan bergantung
pada ukuran dan derajat herniasi yang terjadi karena terkadang terjadi nekrosis
usus. Pada saat lahir tutuplah dengan selembar film yang tidak lengket untuk
mencegah trauma dan sepsis sampai pembedahan darurat dilakukan. Cairan
intravena diberikan untuk mengompensasi kehilangan panas dan cairan (Baston
& Durward, 2001).
5. Hernia
diafragmatika
Insiden 1,4 per 10.000 kelahiran
(Office for National Statistics, 2003).
Hernia diafragmatika adalah
herniasi lambung dan organ disekitarnya, seperti hepar, limpa dan usus melalui
diafragma dan ke dalam rongga dada. Bayi mungkin sebelumnya terdiagnosa dengan
pemindaian ultrasuara atau diagnosis ditegakan saat lahir. Bila ditemukan
dengan derajat berat in utero, paru tidak dapat berkembang baik sehingga
prognosisnya sangat buruk.
Beberapa herniasi dapat terjadi
saat lahir atau setelahnya, dan semuanya memerlukan penanganan darurat karena
paru tidak dapat berkembang dengan sempurna dan jantung tergeser. Bila kondisi
ini terdiagnosis sejak hamil, bayi harus dilahirkan di unit spesialis dan
diresusitasi dengan intubasi endotrakea saat lahir. Tekanan positif dengan
masker harus dihindari. Resusitasi dan masker terbukti fatal karena akan
meningkatkan tekanan hernia ke paru dan jantung, serta semakin memperburuk
respirasi (Boston & Durward, 2001).
Ciri – ciri bayi dengan hernia
diafragmatik :
·
Polihidramnion selama kehamilan
·
Abdomen tampak kosong
·
Distres respirasi berat dan sianosis
saat lahir
Pembedahan
darurat adalah menyelamatkan nyawa karena hipoksia mengakibatkan mortalitas
tinggi, terutama pada bayi prematur, yaitu sebagai berikut :
·
Lakukan intubasi dan ventilasi
·
Masukan selang nasogastrik kaku ke
lambung untuk drainase guna menghindari akumulasi udara dalam usus yang
mengalami herniasi (Baston & Duward, 2001).
6. Sindrom
Edward
Insiden 1,0 per 10.000 kelahiran
(Office for National Statistics, 2003)
Kondisi ini sering terjadi pada
bayi wanita (SOFT, 2003) dan biasanya fatal selama Minggu pertama kehidupan
karena penyakit jantung kongenital hampir selalu ada dan biasanya merupakan
penyebab langsung kematian. Kebanyakan bayi (90%) meninggal pada tahun pertama
kehidupan (Baston & Duward, 2001).
Bayi biasanya menunjukan ciri –
ciri berikut :
·
Tengkorak sempit panjang dengan letak
malformasi telinga rendah
·
Tumit menonjol, kaki “rocker bottom”
·
Abnormalitas jantung dan defisiensi
mental umum terjadi
7. Spina
bifida
Insiden 1,0 per 10.000 kelahiran
(ONS, 2001)
Spina bifida mmiliki berbagai
derajat berat, dan anak yang terkena kondisi ini biasanya cukup mampu memasuki
pendidikan umum (ASBAH, 2003). Lesi dapat berkisar dimanapun sepanjang korda
spinalis, dengan berbagai derajat mulai dari yang kurang serius dan biasanya
spina bifida okulta tidak bergejala (sering hanya tampak sebagai lesung) sampai
koda spinalis yang terbuka – spina bifida sistika. Bila terdapat kantung di atas korda maka
dinamakan meningokel atau bila saraf terlibat/terpapar dalam kantung maka
dinamakan mielomeningokel dan ini merupakan yang paling serius. Kerusakan
neurologis biasanya terjadi di bawah tinggi lesi yang bisa berupa paralisis
fisik, kesulitan berjalan, serta masalah kontrol berkemih dan defekasi (ASBAH,
2003).
Anak yang terkena spina bifida
cenderung lambat duduk berdiri tetapi kebanyakan bisa berjalan dengan bantuan,
yang lain mungkin memerlukan kursi roda (ASBAH, 2003).
8. Atresia
trakeo-eksofagus
Insiden atresia esofagus 0,4 per
10.000 kelahiran; fistula esofagus 0,7 per 10.000 kelahiran (ONS, 2001).
Atresia esofagus adalah tiadanya
muara esofagus. Biasanya berhubungan dengan polihidramnion pada ibu. Fistula
trakeo-esofagus adalah kelainan kongenital antara muara trake dan esofagus
bagian bawah.
Bayi biasanya menunjukan hal – hal
sebagai berikut :
·
Polihidramnion
·
Liur banyak berbuih yang memerlukan
pengisapan untuk membantu bayi membersihkannya.
·
Tersedak, bahkan sianosis akibat
pengumpulan lendir.
Penanganan
meliputi hal-hal sebagai berikut :
·
Slang nasogastrik kaku dicoba dipasang
namun biasanya tidak dapat masuk ke bagian bawah esofagus. Pada kasus fistula,
slang harus disinar-x untuk mengidentifikasi posisinya.
·
Bayi tidak boleh disusui dan memerlukan
pengisapan berulang.
·
Jangan menidurkan bayi telentang karena
dapat mengakibatkan aspirasi
·
Pembedahan korektif diperlukan sesegera
mungkin.
9. Sindrom
Pierre Robin
Insiden 0,6 per 10.000 kelahiran
(Office for National Statistic, 2003).
Sindrom Pierre Robin merupakan
abnormalitas daerah mandibula pada bayi yang normal. Tulang rahang akan tumbuh
dan membaik ketika dewasa. Pada hari – hari pertama kehidupannya (dan pada
kasus berat berbuloan - bulan), bayi dapat mengalami kesulitan belajar
mengoordinasikan minum dan bernafas karena lidah cenderung menggulung ke atas
dan jatuh ke belakang, ini dapat mengobstruksi jalan nafas (Patton, 2003). Bayi
tidak boleh diletakan tidur telentang karena komplikasi bisa terjadi pada kasus
berat. Kebanyakan bayi bisa belajar bagaimana berbaring dan menghindari agar
lidahnya tidak terperangkap di celah. Sementara kebanyakan bayi dapat mengatasi
dengan baik namun sebagian kecil memerlukan bantuan bernafas yang bisa meliputi
penggunaan nasal prong atau trakeostomi.
Biasanya bayi menunjukan hal – hal
sebagai berikut :
·
Rahang bawah kecil
·
Sumbing palatum garis tengah tanpa
sumbing bibir atau palatum dengan lengkung tinggi
·
Glosoptosis – lidah menonjol
10. Sindrom
Patau
Insiden 0,3 per 10.000 kelahiran
(Office for National Statistic, 2003).
Sindrom Patau cukup jarang dan bayi
memiliki retardasi mental juga masalah jantung. Mayoritas (82%) bayi tidak akan
hidup di atas satu bulan kehidupan.
Bayi biasanya menunjukan hal – hal
sebagai berikut :
·
Kepala berbentuk abnormal, hidung pesek
dengan malformasi telinga letak rendah, sumbing bibir dan/atau sumbing palatum.
·
Tumpang tindih jari – jari dan kelebihan
jari
11. Agenesis
ginjal
Insiden 0,1 per 10.000 kelahiran
(Office for National Statistic, 2003).
Banyak bayi yang mengalami Agnesis
ginjal lahir mati atau mati saat dilahirkan akibat hipoplasia paru (paru belum
berkembang normal). Ibu mengalami oligohidramnion, dengan efek kompresi yang
tampak jelas pada bayi – talipes ekwinovarus, dislokasi sendi panggul, wajah
terperas, dan hidung pesek. Tanda paling jelas adalah telinga tanpa kartilago
besar dan letak rendah.