Showing posts with label NEONATUS. Show all posts
Showing posts with label NEONATUS. Show all posts

Friday, November 14, 2014

GANGGUAN SERIUS PADA BAYI BARU LAHIR

Beberapa gangguan atau kelainan yang sering terjadi pada bayi baru lahir :
1.      Kelainan Jantung
Insiden 17,9 per 10.000 kelahiran (ONS, 2001).
Masalah jantung dapat menyebabkan pemburukan pada kondisi bayi setelah kelahiran, terutama bila sirkulasi masih bergantung pada duktus arteriosusnya yang masih terbuka (Newel et la., 1997).
Bayi biasanya menunjukan hal – hal sebagai berikut :
·         Tanda gagal jantung :
-          Sesak nafas
-          Takikardia
·         Sianosis, termasuk ketika menyusu atau menangis, gagal menyelesaikan proses menyusu.
2.      Sindrom Down
Insiden 6,0 per 10.000 kelahiran (ONS, 2001)
Meskipun kemampuan tiap bayi bervariasi, bayi dengan sindrom Down akan mengembangkan kepribadian dan ciri khasnya seperti anak lain. Bayi dan anak dengan sindrom Down biasanya agak lambat mencapai tugas perkembangannya dan mereka mengalami berbagai derajat kesulitan belajar juga beberapa ciri khas sindrom Down lainnya (DSA, 2001).
Minoritas bayi tidak dapat bertahan sampai masa baru lahir karena penyakit jantung kongenital mayor, juga kemungkinan menderita kelainan gastrointestinal, seperti atresia esofagus, atresia duodenum, dan/atau anus imperforata.
Diagnosis dicurigai saat lahir, namun darah dapat diambil untuk pemeriksaan kromosom karena hasilnya harus menunggu beberapa saat. Bayi dengan sindrom Down memiliki ciri – ciri sebagai berikut :
·         Mata miring berbentuk buah salmon dengan kelebihan lipatan kulit (lipatan epikantus).
·         Mulut kecil umumnya dengan lidah yang menonjol.
·         Oksiput datar dengan leher kurus.
·         Tangan lebar, jari pendek, jari manis pendek melengkung ke dalam, dan kadang lipatan telapak tunggal (simian).
·         Saat memegang bayi biasanya terasa lunglai. Namun hal ini akan membaik saat bayi semakin besar.
Beberapa bayi dengan sindrom Down tidak memiliki kekuatan dan keinginan menyusu pada hari – hari awal. Masalah ini, dan pengoordinasian antara menyusu dan bernafas, biasanya akan hilang dalam 2 minggu pertama, meskipun bisa juga memerlukan waktu yang lebih lama bila menyusu ASI, dan peningkatan berat badan lambat (DSA, 2001)
3.      Sumbing bibir dan/atau sumbing palatum
Insiden : sumbing bibir hanya 2,2 per 10.000 kelahiran; sumbing palatum hanya 3,2 per 10.000 kelahiran; sumbing bibir dan palatum 3,8 per 10.000 kelahiran (ONS, 2001).
Tindakan pembedahan dilakukan bergantung pada jenis sumbing. Sumbing bibir diperbaiki dalam 6 bulan pertama, beberapa kasus dalam sebulan setelah lahir. Sumbing palatum biasanya diperbaiki saat bayi mencapai umur satu tahun (CLAPA, 2003).
Bayi dengan sumbing palatum mudah tersedak dan berisiko mengalami aspirasi bila dipaksa menyusu. Untuk mencegah tersedak / aspirasi, jangan posisikan bayi terlentang saat menyusu (Martin & Bannister, 2003).
Bayi dengan sumbing palatum mempunyai posisi otot elevator dan tenor Palatine yang salah, akibatnya gerakan langitan lunak tidak efisien untuk menciptakan tekanan negatif dan dapat menyebabkan kesulitan saat menyusu, meskipun tampaknya bayi seperti menyusu dengan baik. Pengatupan bibir harus dibantu agar menjamin bayi mampu menghisap payudara dan tidak lepas, dan memungkinkan bayi benar – benar berhasil menghisap ASI (Martin & Bannister, 2003).
4.      Gastroskisis / Eksomfalos
Insiden gastroskisis 1,8 per 10.000 kelahiran; eksomfalos 1,0 per 10.000 kelahiran (ONS, 2001).
Kelainan ini merupakan herniasi isi abdomen pada umbilikus.
Eksomfalos adalah herniasi isi perut ke bagian ekstra-embrionik tali pusat sehingga ditutupi oleh kantong membran. Eksomfalos kadang berhubungan dengan efek kromosom lain, seperti sindrom Edward (Hull & Johnston, 1999).
Gastroskisis adalah penonjolan kulit melalui dinding abdomen (biasanya di sebelah kanan tali pusat yang sehat). Usus tidak tertutup sehingga berisiko infeksi dan trauma. Gastroskisis biasanya tidak berhubungan dengan abnormalitas kromosom (Hull & Johnston, 1999).
Keberhasilan pembedahan bergantung pada ukuran dan derajat herniasi yang terjadi karena terkadang terjadi nekrosis usus. Pada saat lahir tutuplah dengan selembar film yang tidak lengket untuk mencegah trauma dan sepsis sampai pembedahan darurat dilakukan. Cairan intravena diberikan untuk mengompensasi kehilangan panas dan cairan (Baston & Durward, 2001).
5.      Hernia diafragmatika
Insiden 1,4 per 10.000 kelahiran (Office for National Statistics, 2003).
Hernia diafragmatika adalah herniasi lambung dan organ disekitarnya, seperti hepar, limpa dan usus melalui diafragma dan ke dalam rongga dada. Bayi mungkin sebelumnya terdiagnosa dengan pemindaian ultrasuara atau diagnosis ditegakan saat lahir. Bila ditemukan dengan derajat berat in utero, paru tidak dapat berkembang baik sehingga prognosisnya sangat buruk.
Beberapa herniasi dapat terjadi saat lahir atau setelahnya, dan semuanya memerlukan penanganan darurat karena paru tidak dapat berkembang dengan sempurna dan jantung tergeser. Bila kondisi ini terdiagnosis sejak hamil, bayi harus dilahirkan di unit spesialis dan diresusitasi dengan intubasi endotrakea saat lahir. Tekanan positif dengan masker harus dihindari. Resusitasi dan masker terbukti fatal karena akan meningkatkan tekanan hernia ke paru dan jantung, serta semakin memperburuk respirasi (Boston & Durward, 2001).
Ciri – ciri bayi dengan hernia diafragmatik :
·         Polihidramnion selama kehamilan
·         Abdomen tampak kosong
·         Distres respirasi berat dan sianosis saat lahir
Pembedahan darurat adalah menyelamatkan nyawa karena hipoksia mengakibatkan mortalitas tinggi, terutama pada bayi prematur, yaitu sebagai berikut :
·         Lakukan intubasi dan ventilasi
·         Masukan selang nasogastrik kaku ke lambung untuk drainase guna menghindari akumulasi udara dalam usus yang mengalami herniasi (Baston & Duward, 2001).
6.      Sindrom Edward
Insiden 1,0 per 10.000 kelahiran (Office for National Statistics, 2003)
Kondisi ini sering terjadi pada bayi wanita (SOFT, 2003) dan biasanya fatal selama Minggu pertama kehidupan karena penyakit jantung kongenital hampir selalu ada dan biasanya merupakan penyebab langsung kematian. Kebanyakan bayi (90%) meninggal pada tahun pertama kehidupan (Baston & Duward, 2001).
Bayi biasanya menunjukan ciri – ciri berikut :
·         Tengkorak sempit panjang dengan letak malformasi telinga rendah
·         Tumit menonjol, kaki “rocker bottom”
·         Abnormalitas jantung dan defisiensi mental umum terjadi
7.      Spina bifida
Insiden 1,0 per 10.000 kelahiran (ONS, 2001)
Spina bifida mmiliki berbagai derajat berat, dan anak yang terkena kondisi ini biasanya cukup mampu memasuki pendidikan umum (ASBAH, 2003). Lesi dapat berkisar dimanapun sepanjang korda spinalis, dengan berbagai derajat mulai dari yang kurang serius dan biasanya spina bifida okulta tidak bergejala (sering hanya tampak sebagai lesung) sampai koda spinalis yang terbuka – spina bifida sistika.  Bila terdapat kantung di atas korda maka dinamakan meningokel atau bila saraf terlibat/terpapar dalam kantung maka dinamakan mielomeningokel dan ini merupakan yang paling serius. Kerusakan neurologis biasanya terjadi di bawah tinggi lesi yang bisa berupa paralisis fisik, kesulitan berjalan, serta masalah kontrol berkemih dan defekasi (ASBAH, 2003).
Anak yang terkena spina bifida cenderung lambat duduk berdiri tetapi kebanyakan bisa berjalan dengan bantuan, yang lain mungkin memerlukan kursi roda (ASBAH, 2003).
8.      Atresia trakeo-eksofagus
Insiden atresia esofagus 0,4 per 10.000 kelahiran; fistula esofagus 0,7 per 10.000 kelahiran (ONS, 2001).
Atresia esofagus adalah tiadanya muara esofagus. Biasanya berhubungan dengan polihidramnion pada ibu. Fistula trakeo-esofagus adalah kelainan kongenital antara muara trake dan esofagus bagian bawah.
Bayi biasanya menunjukan hal – hal sebagai berikut :
·         Polihidramnion
·         Liur banyak berbuih yang memerlukan pengisapan untuk membantu bayi membersihkannya.
·         Tersedak, bahkan sianosis akibat pengumpulan lendir.
Penanganan meliputi hal-hal sebagai berikut :
·         Slang nasogastrik kaku dicoba dipasang namun biasanya tidak dapat masuk ke bagian bawah esofagus. Pada kasus fistula, slang harus disinar-x untuk mengidentifikasi posisinya.
·         Bayi tidak boleh disusui dan memerlukan pengisapan berulang.
·         Jangan menidurkan bayi telentang karena dapat mengakibatkan aspirasi
·         Pembedahan korektif diperlukan sesegera mungkin.
9.      Sindrom Pierre Robin
Insiden 0,6 per 10.000 kelahiran (Office for National Statistic, 2003).
Sindrom Pierre Robin merupakan abnormalitas daerah mandibula pada bayi yang normal. Tulang rahang akan tumbuh dan membaik ketika dewasa. Pada hari – hari pertama kehidupannya (dan pada kasus berat berbuloan - bulan), bayi dapat mengalami kesulitan belajar mengoordinasikan minum dan bernafas karena lidah cenderung menggulung ke atas dan jatuh ke belakang, ini dapat mengobstruksi jalan nafas (Patton, 2003). Bayi tidak boleh diletakan tidur telentang karena komplikasi bisa terjadi pada kasus berat. Kebanyakan bayi bisa belajar bagaimana berbaring dan menghindari agar lidahnya tidak terperangkap di celah. Sementara kebanyakan bayi dapat mengatasi dengan baik namun sebagian kecil memerlukan bantuan bernafas yang bisa meliputi penggunaan nasal prong atau trakeostomi.
Biasanya bayi menunjukan hal – hal sebagai berikut :
·         Rahang bawah kecil
·         Sumbing palatum garis tengah tanpa sumbing bibir atau palatum dengan lengkung tinggi
·         Glosoptosis – lidah menonjol
10.  Sindrom Patau
Insiden 0,3 per 10.000 kelahiran (Office for National Statistic, 2003).
Sindrom Patau cukup jarang dan bayi memiliki retardasi mental juga masalah jantung. Mayoritas (82%) bayi tidak akan hidup di atas satu bulan kehidupan.
Bayi biasanya menunjukan hal – hal sebagai berikut :
·         Kepala berbentuk abnormal, hidung pesek dengan malformasi telinga letak rendah, sumbing bibir dan/atau sumbing palatum.
·         Tumpang tindih jari – jari dan kelebihan jari
11.  Agenesis ginjal
Insiden 0,1 per 10.000 kelahiran (Office for National Statistic, 2003).

Banyak bayi yang mengalami Agnesis ginjal lahir mati atau mati saat dilahirkan akibat hipoplasia paru (paru belum berkembang normal). Ibu mengalami oligohidramnion, dengan efek kompresi yang tampak jelas pada bayi – talipes ekwinovarus, dislokasi sendi panggul, wajah terperas, dan hidung pesek. Tanda paling jelas adalah telinga tanpa kartilago besar dan letak rendah.

ASFIKSIA

Definisi
   Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini  berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan atau segera setelah bayi lahir. (Sinopsis Obstetri,Rustam Mochtar, MPH
Asfiksia janin atau neonatus akan terjadi jika terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 dari ibu ke janin. Gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. Hampir sehagian besar  asfiksia bayi baru lahir merupakan kelanjutan asfiksia janin, karena itu penilaian janin selama kehamilan dan persalinan memegang peranan penting untuk keselamatan bayi atau kelangsungan hidup yang sempurna tanpa gejala sisa. Dengan menggunakan AFGAR SKOR
Nilai / tanda
1
2
3
Apperance
(warna kulit)
Seluruh tubuh biru
Badan merah muda
Ekstermitas biru
Seluruh tubuh kemerahan
Pulse
(denyut nadi)
Tidak ada
Kurang dari 100 x/ menit
Lebih dari 100 x / menit
Grimace
(reaksi rangsangan)
Tidak ada
Sedikit gerakan
Mimik wajah
Batuk / bersin
Activity
(tonus otot)
Tidak ada
Ekstremitas sedikit fleksi
Gerakan aktif
Respiration
(pernafasan)
Tidak teratur
Lemah, tidak teratur
Baik / menangis
 Atas dasar pengalaman klinis, Asfiksia Neonatorum dapat dibagi dalam :
a)      "Vigorous baby'' skor apgar 7-10, dalam hal ini bayi dalam keadaan seat.
b)      "Mild-moderate asphyxia" (asfiksia sedang) skor apgar 4-6 pada pemeriksaan fisis akan terlihat frekuensi jantung lebih dari lOOx/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, refick iritabilitas tidak ada.
c)      Asfiksia berat: skor apgar 0-3. Pada pemeriksaan fisis ditemukan' frekuensi jantung kurang dari l00x/menit, tonus otot buruk, sianosis berat dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada

Penyebab
Adapun penyebab terjadinya asfiksia adalah:
1. Faktor Ibu
a.       Hipoksia ibu
Terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetika atau anestesia dalam. Hal ini akan menimbulkan hipoksia janin.
b.      Gangguan aliran darah uterus
Berkurangnya  aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya pengaliran oksigen ke plasenta dan kejanin. Hal ini sering ditemukan pada
·         Ganguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni dan hipotoni akibat  penyakit atau obat.
·         Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan.
·         Hipertensi pada penyakit eklampsia dan lain-lain.
2. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta. Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta dan lain-lain.
3.      Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pcmbuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan : tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher kompresi tali pusat antar janin dan jalan lahir dan lain-lain.
4.      Faktor Neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena :
·         Pemakaian obat anestesia/analgetika yang berlebihan pada ibu secara langsung  dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan janin.
·         Trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya perdarah intrakranial. Kelainan konginental pada bayi, misalnya hernia diafrakmatika atresia/stenosis saluran pernafasan, hipoplasia paru dan lain-lain
Diagnosis
In utero :
1.        DJJ irregular atau frekuensinya lebih dari 160 atau kurang dari 100 x/menit
2.        Terdapat mekoneum dalam air ketuban (letak kepala)
3.        Analisis air ketuban / amnioskopi
4.        Kardiotopografi
5.        Ultrasonografi
Setelah bayi lahir
·           Bayi tampak pucat dan kebiru-biruan serta tidak bernafas.
Bila sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik seperti kejang, nistagmus, dan menangis kurang baik atau tidak menangis.
v  Asfiksia Dalam Kehamilan
       Dapat disebabkan oleh penyakit infeksi akut atau kronis, keracunan obat bius, uremia, dan toksemia gravidarum, anemia berat, cacat bawaan atau trauma. Asfiksia gravidarum tidak begitu penting seperti asfiksia yang terjadi sewaktu persalinan. Karena tidak dapat dilakukan tindakan untuk menolong janin.
v  Asfiksia dalam Persalinan
       Dapat persalinan oleh :
            a. Kekurangan O2, misalnya pada :
o    Partus lama (CPD, serviks kaku, dan atonia atau inersia uteri)
o    Ruptur uteri yang membakat. Kontraksi uterus yang terus menerus mengganggu sirkulasi darah ke plasenta.
o    Tekanan terlalu kuat darikepala anak pada plasenta.
o    Prolapsus tali pusat akan tertekan antara kepala dan panggul.
o    Perdarahan banyak, misalnya plasenta previa dan solusio plasenta.
o     Kalau plasenta sudah tua dapat terjadi post maturitas (serotinus), disfungsia urin
b. Paralisis pusat perafasan akibat trauma dari luar seperti karena tindakan forceps atau trauma dari dalam akibat obat bius.
Pengawasan bayi yang seksama sewaktu memimpin partus adalah penting, juga kerjasama yang baik dengan bagian ilmu kesehatan anak. Yang harus diperhatikan :
o    Hindari forcep tinggi, versi dan ekstraksi pada panggul sempit, serta pemberian ferin dalam dosis tinggi.
o    Bila ibu anemis, perbaiki keadaan ini dan bila ada perdarahan berikan O2 dan darah segar.
o    Jangan berikan obat pada waktu yang tidak tepat dan jangan menunggu terlalu lama pada kala II
Penatalaksanaan
Adapun penatalaksanaan klinisnya adalah dengan:
a.        Tindakan Umum
·         Bersihkan jalan nafas : kepala bayi diletakkan lebih rendah agar lendir mudah mengalir, bila perlu digunakan laringoskop untuk membantu penghisapan lendir dari saluran nafas yang lebih dalam.
·         Rangsang reflek pernafasan : dilakukan setelah 20 detik bayi tidak memperlihatkan bernafas dengan cara memukul kedua telapak kaki menekan tanda achiles.
·         Mempertahankan suhu tubuh.
b.      Tindakan khusus
·         Asfiksia berat
Berikan O2 dengan tekanan positif dan intermiten melalui pipa endotrakeal. dapat dilakukan dengan tiupan udara yang telah diperkaya dengan O2. Bila pernafasan spontan tidak timbul lakukan message jantung dengan ibu jari yang menekan pertengahan sternum 80 –100 x/menit.
·         Asfiksia sedang/ringan
Pasang  reflek  pernafasan (hisap lendir, rangsang nyeri) selama 30-60 detik. Bila gagal lakukan pernafasan Beaging yaitu menekean sternum secara berulang dibarengi dengan pemberian O2.
Prognosis                                  
                        Bayi yang dalam keadaan asfiksia dan pulih kembali harus dipikirkan kemungkinannya menderita cacat mental seperti epilepsi dan bodoh pada masa yang akan datang.

PEMERIKSAAN BAYI BARU LAHIR (BBL) PADA SAAT KELAHIRAN

Pendahuluan
Pemeriksaan bayi baru lahir (BBL) meliputi pemeriksaan seksama BBL dan biasanya dilakukan dalam beberapa jam setelah kelahiran. Penting untuk melibatkan orang tua dalam pemeriksaan bayi mereka, untuk menjelaskan semua tindakan yang akan dilakukan. Bila ada kecurigaan anomali, harus diberikan penjelasan yang jelas dan sederhana. Bila penyampaian kabar buruk dilakukan dengan tidak baik, bisa terjadi penolakan pada bayinya (Kelnar & Harvey, 1987).

Pengkajian terhadap bayi pada saat lahir
Pengkajian sesegera mungkin dilakukan setelah bayi dilahirkan, pengkajian meliputi :
1.       Warna
Bayi dengan keadaan normal lahir dengan warna kulit tampak merah jambu, dengan ekstremitas bayi tampak kebiruan selama beberapa jam setelah dilahirkan. Bayi dengan kulit yang lebih gelap cenderung tampak lebih pucat dibanding warna kulit orang tuanya.
Kemungkinan masalahnya adalah sebagai berikut :
·         Sianosis, adalah kebiruan disekitar daerah mulut dan batang tubuh serta mungkin menunjukan masalah pernafasan atau jantung. Bayi berkulit gelap akan tampak putih kelabu-abuan saat mengalami sianosis. Bila bayi tampak sianosis, oksigen fasial harus diberikan.
·         Bayi yang sangat pucat mungkin mengalami masalah jantung, anemia atau syok saat kelahiran, dan perlu resusitasi.
·         Beberapa bayi mengalami kongesti wajah. Ini bisa disebabkan oleh persalinan cepat atau lilitan tali pusat di leher saat lahir. Kongesti wajah adalah perubahan warna biru kulit yang dikenal sebagai ruam petekie, yang tampak disekitar wajah bayi. Bibir dan membran mukosa tampak merah jambu. Kongesti wajah bisa dikelirukan dengan ruam yang bisa menunjukan adanya trombositopenia dan dapat ditemukan pada infeksi kongenital seperti toksoplasmosis, meningitis, atau herpes (Baston & Durward, 2001).
·         Bayi yang sangat merah mungkin mengalami pletora (menerima transfusi plasenta dalam jumlah besar) seperti pada bayi yang kembar.
·         Setiap derajat ikterik dalam 24 jam setelah kelahiran adalah tidak normal dan kemungkinan disebabkan oleh penyakit hemolitik/inkompatibilitas Rhesus atau infeksi kongenital seperti rubela, toksoplasmosis, herpes, virus sitomegalia, atau sifilis. Pada akhirnya, bayi juga menunjukan tanda – tanda lain infeksi (Hull & Johnston, 1999).

2.       Pernafasan (Respirasi)
Tidak semua bal memulai pernafasan segera setelah lahir dan tidak juga menangis pada saat kelahiran. Beberapa kemungkinan masalahnya adalah :
·         Bila bayi lambat memulai respirasi namun sehat (denyut jantung, tonus otot, dan kulit baik) petugas dapat merangsang bayi dengan menggosok bayi dengan handuk. Bila bayi gagal bernafas efektif, petugas perlu mempertimbangkan upaya resusitasi yang lebih invasi.
·         Bayi takipnea (respirasi >60 per menit pada bayi aterm), gunting atau atraksi termal kemungkinan menderita infeksi serius, aspirasi mekoneum, dan masalah respirasi atau jantung.
·         Bayi yang sangat berlendir, yang tampak hampir tenggelam dalam sekresi memerlukan pengisapan segera. Bayi seperti ini akan terus memproduksi sekresi berlebih dan mungkin mengalami atresia esofagus.
·         Tangisan bayi baru lahir sehat berbeda – beda namun yang biasanya jelas dengan nada tinggi Ata “iritabel”, bisa menunjukan iritasi serebral.

3.       Denyut jantung
Pengkajian segera denyut jantung bayi baru lahir dapat dengan mudah dilakukan dengan meletakan dua jari langsung kedada diatas jantung, atau dengan memegang dasar puntung tali pusat dan menghitung denyutan jantung. Ini merupakan cara cepat mengkaji berbagai masalah seperti bradikardia.
Kemungkinan masalahnya adalah sebagai berikut :
·         Bradikardia bisa segera hilang bila tanda lainnya baik. Bila tidak, perlu dipertimbangkan upaya resusitasi yang lebih aktif.
·         Takikardia bisa terjadi sebelum kelahiran dan bisa menunjukan bahwa bayi mengalami infeksi, aspirasi mekoneum, dan masalah respirasi atau jantung.

4.       Tonus otot
Bayi baru lahir harus memiliki tonus otot yang baik.
Kemungkinan masalah yang terjadi adalah :
·         Bayi yang lunglai saat lahir mungkin mengalami asfiksia
·         Tonus otot yang buruk bisa juga berhubungan dengan beberapa anomali, seperti sindrom Down.

5.       Refleks / respons
Tidak semua bayi menangis saat lahir tetapi harus memiliki refleks dan respons yang normal, seperti membuka mata dan berespons terhadap rangsang eksternal.
Kemungkinan masalah yang terjadi adalah respons jelek atau tidak merespons rangsangan, bisa merupakan tanda asfiksia.

Pengkajian retrospeksi mengenai kondisi bayi setelah kelahiran dapat menggunakan Apgar skor.
Nilai / tanda
1
2
3
Apperance
(warna kulit)
Seluruh tubuh biru
Badan merah muda
Ekstermitas biru
Seluruh tubuh kemerahan
Pulse
(denyut nadi)
Tidak ada
Kurang dari 100 x/ menit
Lebih dari 100 x / menit
Grimace
(reaksi rangsangan)
Tidak ada
Sedikit gerakan
Mimik wajah
Batuk / bersin
Activity
(tonus otot)
Tidak ada
Ekstremitas sedikit fleksi
Gerakan aktif
Respiration
(pernafasan)
Tidak teratur
Lemah, tidak teratur
Baik / menangis

Nilai 8 – 10 : normal
Nilai 5 – 7 : asfiksia ringan
Nilai 4 atau lebih rendah : asfiksia berat



REFERENSI

Chapman, Vicky. 2006. The Midwife’s Labour & Birth Handbook. Jakarta : EGC