I. Definisi
Uterus adalah tempat janin
dibesarkan. Seperti organ tubuh lainnya, uterus terbentuk seiring
berlangsungnya proses tumbuh kembang janin yang berjenis kelamin perempuan.
Normalnya, bentuk uterus seperti buah alpukat gepeng dan beratnya antara 30-50
gram. Adakalanya, proses pembentukan uterus tidak berlangsung secara sempurna
sehingga terjadi beberapa kelainan bentuk uterus. Kelainan bentuk uterus
tersebut dapat menyebabkan terjadinya masalah reproduksi.
Kelainan uterus terjadi pada 15% perempuan dengan lebih dari 3 kali
abortus spontan. Kelainan anatomik ini diklasifikasikan sebagai
kelainan kongenital dan kelainan yang didapat (acquired). Di samping
kemungkinan kehilangan kehamilan, malformasi uterus juga merupakan faktor
predisposisi terjadinya infertilitas, persalinan prematur, dan presentasi
abnormal janin (Sarwono,2008).
Uterus
terletak ditengah – tengah panggul namun jika tidak normal letak uterus dapat
berubah, secara struktur dibagi menjadi badan atau korpus dan serviks. Kelainan
bentuk ini menyebabkan bagian – bagian uterus tersebut tidak terbentuk atau
terbentuk namun dengan bentuk yang tidak normal. Kelainan – kelainan bawaan
pada uterus adalah kelainan yang timbul pada pertumbuhan duktus mulleri berupa
tidak terbentuknya satu atau kedua duktus, gangguan dalam kedua duktus, dan
gangguan dalam kanalisasi setelah fusi (Sarwono, 2008).
II. Etiologi
Terjadinya kelainan bentuk ini
dapat disebabkan oleh kelainan kongenital dan kelainan yang didapat.
a.
Kelainan
Kongenital dapat terjadi karena :
·
Gagal dalam pembentukan
Apabila hanya terbentuk satu
duktus mulleri, disebut uterus unikornis. Dalam hal peristiwa ini vagina dan
serviks bentuknya normal, sedangkan uterus hanya mempunyai satu tanduk serta
satu tuba, dan biasanya hanya ada satu ovarium serta satu ginjal. Apabila kedua
duktus mulleri tidak terbentuk, maka uterus dan vagina tidak ada kecuali
sepertiga bagian bawah vagina. Selain itu kedua tuba juga tidak
terbentuk atau terdapat rudimeter. Dengan adanya ovarium yang normal ciri –
ciri seks sekunder tampak normal, akan tetapi terdapat amenorea primer
(Sarwono, 2008)
·
Gangguan dalam mengadakan fusi
Kegagalan untuk bersatu seluruhnya atau sebagian
dari kedua duktus mulleri dan merupakan
kelainan yang paling sering dijumpai.
b.
Kelainan Uterus Didapat
·
Perlekatan Intrauterin
Trauma intrauterin akibat kuretase endometrial yang
berlebihan atau endometritis pasca abortus adalah penyebab yang paling sering
menyebabkan perlekatan (adhesion). Synechiae intrauterin atau sindrom asherman
adalah kelainan uterus yang didapat berhubungan dengan kehilangan kehamilan
berulang. Kelainan yang terjadi dapat berupa perlekatan ringan sampai dengan
seluruh kavum uteri. Perlekatan ini diduga akan menyebabkan penurunan volume
kavum uteri dan dapat berpengaruh pada pertumbuhan plasenta yang normal sehingga
memicu terjadinya kehilangan kehamilan (Sarwono,
2008).
·
Kelainan pada Kavum Uteri
Kelainan pada kavum uteri seperti leiomiomas dan
polip dapat menyebabkan terjadinya kehilangan kehamilan. Mioma adalah tumor
jinak yang paling sering dijumpai pada perempuan usia reproduktif. Tumor ini
diklasifikasikan berdasarkan letaknya pada uterus dan disebut sesuai dengan
letaknya sebagai mioma uteri subserosa, intramural, dan submukosa (Sarwono,
2008).
·
Inkompetensi Serviks (Cervical
Incompetence)
Inkompetensi serviks adalah ketidakmampuan serviks
uteri untuk mempertahankan kehamilan. Inkompetensi serviks sering menyebabkan
kehilangan kehamilan pada trimester kedua. Kelainan ini dapat berhubungan
kelainan uterus yang lain seperti septum uterus, dan bikornis. Sebagian besar
kasus yang terjadi merupakan akibat dari trauma bedah pada serviks yaitu pada
konisasi, prosedur eksisi loop electrosurgical, dilatasi serviks yang
berlebihan pada terminasi kehamilan atau laserasi obstetric (Sarwono, 2008)
III. Klasifikasi
·
Kelainan Bawaan uterus
a.
Septum Uterus (Uterus Septus)
Terdapat satu uterus,akan tetapi di dalamnya terdapat dua ruangan yang
dipisahkan oleh sekat. Sekat itu memisahkan kavum uteri seluruhnya (uterus
septus) atau hanya sebagian (uterus subseptus). Uterus septus terjadi akibat
dari penyerapan yang tidak lengkap septum uterovaginal yang mengikuti penyatuan
duktus mulleri. Keadaan ini merupakan kelainan kongenitaluterus yang paling
banyak dijumpai dari seluruh kelainan uterus yang terjadi. Septum tersusun dari
jaringan fibromuskular yang terjadi pada fundus uteri atau dapat memanjang
sampai membagi kavum uteri menjadi dua bagian sampai dengan ostium uteri.septum
juga dapat berbentuk segmental sehingga membentuk dinding yang tidak sempurna
pada kavum uteri (Sarwono, 2008)
b.
Uterus Unikornis
Agenesis atau hipoplasia salah satu dari duktus
mulleri akan menyebabkan terjadinya uterus unikornisyang didapatkan pada 20%
dari kelainan uterus. Terdapat banyak variasi dari kelainan ini, antara lain
terbentuknya uterus saja atau diikuti dengan kornu yang rudimenter. Kornu yang rudimenter
dapat dibedakan berdasarkan ada atau tidaknya kavum uteri. (Sarwono,2008)
c.
Uterus Bikornis Bikollis (uterus
didelphys)
Uterus terdiri dari dua bagian terpisah dan tidak jarang ditemukan
bersamaan dua vagina atau satu vagina dengan sekat
d.
Uterus Bikornis
Kelainan ini terjadi pada 10 % dari kelainan duktus mulleri. Sebagai
akibat dari fusi yang tidak sempurna kornu uterus setinggi fundus, sehingga
terdapat dua kavum uteri yang saling berhubungan dan satu serviks. Terjadi
belahan sagital uterus yang dimulai dari luar uterus sampai mencapai ostium
uteri internum pada uterus bikornis kompletus dan kurang dari itu pada uterus
bikornis parsialis.
e.
Uterus Arkuatus
Pada fundus uteri tampak cekungan, yang ke dalam diteruskan menjadi
subseptum.
f.
DES Exposure
DES adalah estrogen aktif sintetik oral yang
diperkenalkan pada tahun 1940 untuk mencegah kehilangan kehamilan berulang,
persalinan prematur dan komplikasi lain pada kehamilan. Kelainan uterus sering terjadi pada janin dari perempuan yang mendapatkan
pengobatan DES. Kelainan yang paling sering dijumpai adalah bentuk T kavum
uteri, uterus yang kecil, dan tidak terbentuknya kavum uteri.
·
Kelainan Letak Uterus
a.
Anterversio teri
Kelainan bentuk uterus ke depan dijumpai pada perut gantung (abdomen pendulum) dan setelah operasi ventrofiksasio.
Perut gantung terdapat pada multipara karena melemahnya dinding perut, terutama
multipara yang gemuk. Uterus membengkok ke depan sedemikian rupa, sehingga
letak fundus uteri dapat lebih rendah daripada simfisis.
Wanita menegluh tentang rasa nyeri di perut bawah dan dipinggang bawah,
menderita intertrigo di lipatan kulit, dan kadang – kadang varises dan edema di
vulva. Selain itu perut gantung menghalangi masuknya kepala ke dalam panggul
sehingga terjadi kelainan letak anak.
b.
Retrofleksio uteri
Kadang – kadang kelainan ini dapat menyebabkan kemandulan karena kedua
tuba tertekuk sehingga patensi kurang, selain itu karena ostium uteri eksternum
tidak tetap bersentuhan dengan air mani sewaktu dan setelah persetubuhan.
Apabila wanita hamil biasanya korpus teri naik ke atas sehingga lekukan uterus
berkurang. Uterus yang hamil lebih tua ke luar dari panggul, kehamilan
berlangsung cukup bulan. Namun kadang hal tersebut tidak terjadi dan uterus
gravidus yang bertumbuh terus pada suatuwaktu terkurung dalam rongga panggul (
retrofleksio uteri gravid inkarserata). Terkurungnya uterus dapat disebabkan
oleh uterus yang tertahan oleh perlekatan – perlekatan atau oleh sebab – sebab
lain yang tidak diketahui.
IV.
Penatalaksanaan
Kelainan anatomik uterus menyebabkan kehilangan
kehamilan secara berulang secara khusus dapat didiagnosis dengan
ultrasonografi, histerosalpingografi (HSG), atau sonohisterografi.
Histerosalpingografi dipergunakan untuk malakukan penilaian potensi tub,
deteksi mioma submukosum, sebagian malformasi uterus dan perlekatan
intrauterine. Histeroskopi memungkinkan melakukan diagnosis dan pengobatan
secara bersamaan pada kelainan uterus. Simultan laparoskopi sering diperlukan
untuk melihat fundus uteri untuk membedakan antara septum uterus atau bikornis.
Operasi plastik untuk menyatukan uterus didelfis dan uterus septus dalam
menanggulangi abortus habitualis dan partus prematurus setelah operasi dapat
terjadi kehamilan yang menghasilkan lahirnya anak hidup cukup bulan (Sarwono,
2008)
Pada kelainan
bentuk alat kandungan ini, bila kehamilan mencapai 36 minggu atau lebih
persalinannya berlangsung lancar, maka partus spontan dapat diharapkan. Jika
ada indikasi maka partus diakhiri dalam kala II.
No comments:
Post a Comment